Pengalaman adalah guru terbaik. Petuah bijak ini benar adanya. Tidak saja berlaku pada invididu, tapi juga bagi bangsa dan negara. Konteksnya pun luas, termasuk mencakup aspek ekonomi dan keuangan suatu negara.
Mari sejenak mundur ke tahun 2008 saat Lehman Brothers mengalami kebangkrutan yang tercatat sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Bangkrutnya bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat tersebut tidak saja mengguncang Amerika Serikat, tapi juga mendatangkan gelombang krisis keuangan global yang parah.Â
Dampaknya menjalar ke banyak negara, termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah menukik ke angka Rp12.650 per USD atau menjadi yang terendah sejak krisis 1997/1998. Tingkat kepercayaan menurun dan banyak investor asing menarik dananya.Â
Cadangan devisa Indonesia anjlok sebesar USD 7,78 miliar. Pada 8-10 Oktober 2008 Bursa Efek Indonesia ditutup. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 42% dari 2.166 pada 29 Agustus 2008 menjadi 1.256 pada 31 Oktober 2008. Satu bank teridentifikasi berisiko sistemik sehingga diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dihadapkan pada gangguan demikian ternyata Indonesia mampu bertahan dan keluar dari ancaman krisis. Bank Indonesia bersama pemerintah berhasil mengamankan sistem keuangan melalui beberapa kebijakan. Antara lain menghentikan valuasi aset yang mengikuti harga pasar sehingga risiko akibat penurunan aset keuangan bisa dikurangi. Meningkatkan batas saldo dana yang dijamin oleh LPS dari Rp100 juta menjadi Rp2 miliar. Batasan saldo ini dipertahankan hingga kini karena mampu mendorong tingkat kepercayaan masyarakat pada bank.Â
Hikmah "Bencana 1997/1998"
Kemampuan Indonesia menghindari bahaya krisis keuangan global pada 2008 memperlihatkan adanya kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi gejolak akibat ketidakpastian  ekonomi global. Pengalaman tersebut juga membuktikan Indonesia semakin tangguh  dalam menangkal ancaman krisis.
Semua itu karena Indonesia telah menghayati pengalaman pahit sebelumnya saat diterjang krisis moneter parah pada 1997/1998. Krisis saat itu membuat rupiah terjun bebas menjadi Rp17.000 per USD. Masyarakat kehilangan kepercayaan dan menarik uang tabungannya di bank secara besar-besaran. Pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok.
Namun, krisis 1997/1998 membawa pula hikmah karena membuat Indonesia belajar banyak. Krisis tersebut menjadi momentum yang mendorong Indonesia semakin hati-hati dalam mengembangkan sistem keuangan serta melakukan reformasi kebijakan. Sejak saat itu Bank Indonesia bersama otoritas lainnya selalu siap melindungi Indonesia dari ancaman krisis dengan menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.
Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan
Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014, Â Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.Â
Stabilitas Sistem Keuangan dibutuhkan karena tidak ada satu negara pun yang ingin hancur oleh krisis keuangan atau ekonomi. Jangankan negara, rumpun kecil setingkat keluarga saja jika mengalami kesulitan keuangan maka dampaknya bisa sangat serius.