Menjelang Ramadan dan sampai saat ini banyak tokoh menyuarakan perlunya masyarakat berpuasa media sosial selama menjalankan ibadah puasa Ramadan. Anjuran ini dikaitkan dengan situasi politik saat Ramadan yang masih terpapar panasnya kontes politik pemilu 2019. Harapannya puasa media sosial bisa mendorong proses pendinginan suhu politik.
Puasa media sosial sebenarnya memiliki konteks yang luas dan tidak terbatas pada kebutuhan menurunkan ketegangan politik. Puasa media sosial juga relevan untuk hal-hal lain, termasuk terkait dengan ibadah Ramadan sebagai ritual keagamaan. Dengan puasa media sosial orang yang berpuasa Ramadan bisa mengurangi potensi-potensi perbuatan yang mungkin merusak puasanya sehingga kualitas ibadah Ramadan menjadi lebih baik.
Meskipun demikian, puasa media sosial yang berorientasi untuk menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang lebih damai pasca pemilu memang sangat penting. Hari ini kita sedang dihadapkan pada tantangan dan kebutuhan mendesak, yaitu membangun lagi persatuan bangsa setelah sekian lama terkotak-kotak begitu dalam.
Pertanyaannya, bagaimana puasa media sosial sebaiknya dilakukan?
Beberapa tokoh memberi petunjuk mengenai laku puasa media sosial, yaitu menahan diri untuk tidak menanggapi provokasi di twitter, instagram, facebook dan seterusnya. Puasa media sosial juga dilakukan dengan bersabar menjaga komentar kita, kalau perlu tidak usah berkomentar atas cuitan-cuitan yang memancing keributan. Puasa media sosial adalah menjauhkan hati dari paparan propaganda yang terus menerus dialirkan melalui linimasa. Jangan pula bernafsu menyebarkan kabar heboh yang tak jelas sumber dan kebenarannya.Â
Panduan umum puasa media sosial seperti di atas memang benar. Menahan diri dalam ruang media sosial yang berisik merupakan salah satu perilaku puasa media sosial yang juga berkorelasi dengan laku dan amalan puasa Ramadan, yaitu menahan hawa nafsu.
Namun, cara-cara tersebut kurang mengakomodasi kebutuhan dan realitas yang kita hadapi saat ini. Anjuran-anjuran agar tidak usah berkomentar atau diam saja cenderung menyuruh kita bersikap pasif dan tidak perlu melakukan apapun.
Padahal, kita tahu bahwa para penyebar hoaks, pengumbar kebencian, dan  penghasut tidak libur selama puasa. Meski pemungutan suara pemilu 2019 telah usai dan Ramadan sedang dijalani, nyatanya para produsen, perantara, dan penyebar hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian, tetap aktif menebarkan benih kerusakan melalui media sosial.
Sejumlah politisi kita juga tak memperbaiki perilakunya di bulan Ramadan. Dari mulut dan cuitan mereka masih meluncur komentar-komentar buruk yang bertujuan memanipulasi opini dan pemikiran masyarakat. Seruan people power atau apa pun namanya yang mengarahkan masyarakat agar bertindak menyalahi aturan diamplifikasi melalui media sosial.Â
Bagaimana mungkin kita membiarkan semua itu dengan dalih puasa media sosial?