Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Sedekah, Ibadah tapi Serba Salah

14 Mei 2019   09:41 Diperbarui: 14 Mei 2019   19:48 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang peminta-minta yang menggendong anak kecil sedang meminta sumbangan di tengah keramaian Kota Yogyakarta (dok. pri).

Persinggungan antara realitas pengemis dan berbagai movitasi bersedekah itulah yang mungkin memicu munculnya rasa serba salah. Petunjuk agar saat bersedekah kita tidak perlu memikirkan hal-hal lain dan hanya fokus kepada niat perbuatan yang tulus tidak selalu berhasil membuat urusan sedekah menjadi mudah.

Pengetahuan kita bahwa di antara para pengemis mungkin terdapat beberapa penipu memunculkan kesadaran lain bahwa dengan memberi mereka uang ada kemungkinan kita telah ikut melanggengkan perbuatan yang tidak baik. Kesadaran ini diakui eksistensinya. Buktinya ada peraturan daerah atau fatwa ulama yang mengatur soal memberi atau bersedekah ke sembarang orang.

Namun, kita tahu juga bahwa peraturan-peraturan dan fatwa semacam itu sama sekali tidak menonjol perannya. Bukan karena peraturan atau fatwa itu salah. Namun, siapa yang berhak mengadili suara hati seseorang? 

Perangkat dan ukuran seperti apa yang bisa cukup meyakinkan untuk menilai bahwa dorongan suara hati semacam itu adalah sebuah pelanggaran? Apakah memberi kepada peminta berpakaian rapi yang percaya diri melewati halaman rumah kita lebih baik dibandingkan memberi kepada pengemis di lampu merah yang sengaja menggendong bayi untuk memperkuat kesan iba?

Jika saya ditangkap Satpol PP karena ketahuan memberikan selembar uang kepada seorang seorang pengemis di pinggir jalan, hal pertama yang saya lakukan adalah mengakui kesalahan. Akan tetapi saya juga akan berkata bahwa suara hati dan kemanusiaan saya menyuruh saya membantu pengemis tua itu. 

Kemungkinan petugas Satpol PP akan segera menemukan korelasi antara suara hati saya dengan pengalamannya sendiri. Saya dinyatakan bersalah, diceramahi beberapa menit, tapi kemudian dilepas tanpa perintah untuk mengabaikan selamanya suara-suara hati dan kemanusiaan dalam diri saya.

Seorang peminta-minta berjalan di depan pusat perbelanjaan (dok. pri).
Seorang peminta-minta berjalan di depan pusat perbelanjaan (dok. pri).

Sekarang kita bisa memberi melalui rekening bank dan aplikasi di smartphone. Kita bisa berinfaq dan bersedekah melalui masjid atau yayasan yang terpercaya. Dengan cara ini kita bisa sedikit menekan perasaan subyektif karena tidak perlu berhadapan langsung dengan si peminta. Namun, bukan berarti kita telah mampu mengelak sepenuhnya dari dorongan untuk memberi uang jika suatu hari kita mendapati pengemis di pinggir jalan atau di depan pintu rumah kita.

Kemudian soal ikhlas ketika memberi. Dalam kejadian tertentu kita mendapati ikhlas dan tidak ikhlas sebagai persepsi yang terbatas waktu. 

Saat kita memberi kepada bocah pengemis yang memelas di lampu merah, sejak detik pertama kita yakin telah ikhlas melakukannya. Lalu di hari berikutnya kita melihat bocah itu lagi sedang duduk di warung pinggir jalan. Ia tampak sumringah menikmati hisapan rokok yang terjepit di kedua bibirnya. Seketika itu kita merasa tidak ikhlas atas pemberian yang lalu.

Kini sedekah tidak hanya menjadi serba salah, tapi juga terasa rumit saat kita mencoba mengevaluasi keikhlasan. Lebih baik tidak usah mencari tahu. Biarkan keikhlasan tetap menjadi sesuatu yang samar. Semakin dalam kita mencari tahu keikhlasan kita ketika memberi, ada kemungkinan kita benar-benar tidak ikhlas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun