Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Kemiripan Prabowo dengan Jose Mourinho

8 April 2019   13:56 Diperbarui: 8 April 2019   18:31 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto (dok. Antara)

Minggu sore, 7 April 2019, di siaran berita TV ditayangkan cuplikan kampanye akbar pasangan capres-cawapres nomor 2. Itu sebuah tayangan dengan pemandangan yang bagus. Stadion Gelora Bung Karno penuh sesak. Permukaan stadion terbesar di Indonesia itu memutih, mulai dari tribun hingga lapangannya. Konon tak ada celah yang lega di semua sudut GBK. 

Kampanye itu juga cukup istimewa untuk tiga alasan. Pertama-tama karena disiarkan dengan penuh totalitas dan sepenuh hati oleh "TV resmi" koalisi 02. Stasiun TV ini cukup berbakat untuk menjadi saluran resmi pemerintah atau menggantikan peran kantor berita nasional jika pasangan 02 memenangi pemilu nanti. 

Kedua, untuk sesaat GBK berubah menjadi tempat paling Islami di Indonesia. Barangkali ini akan menginspirasi sebuah rekomendasi untuk pemda DKI agar mengembangkan kawasan GBK (bersama Monas tentunya) sebagai destinasi wisata syariah unggulan.

Ketiga, menurut tim kampanye 02 tidak kurang 1 juta orang ada di GBK saat itu. Tentu tidak menutup kemungkinan jumlah sebenarnya bisa lebih dari 1 juta, mungkin mendekati 7 juta.

***

Cuplikan siaran dan foto-foto kampanye akbar di stadion sepakbola tersebut mengingatkan saya pada sebuah kisah epik dalam sepakbola. Kisah tentang Jose Mourinho dengan sepakbola Spanyol, khususnya Real Madrid dan Barcelona agaknya salah satu kisah paling romantis sekaligus dramatis di era sepakbola modern.

Mou kita tahu adalah seorang juru latih yang cerdas dalam mengatur pemain dan cerdik menerapkan taktik. Ia bisa dibilang satu dari sedikit pelatih yang memiliki keseimbangan antara "omong besar" dan "prestasi". 

Tidak salah mengatakan Jose Mourinho adalah orang yang banyak bicara dan tak tahan jika tidak mengomentasi urusan klub lain. Namun, tabiatnya itu tidak terlalu buruk mengingat ia juga memenangi banyak gelar. Meski ia dikenal pula sebagai pelatih yang terlampau pragmatis dengan strategi yang sering membosankan, untuk tidak mengatakannya sebagai strategi yang "anti-sepakbola".

Jose Mourinho dengan segala tabiat dan prinsipnya yang saat ini kita kenal adalah produk Barcelona. Orang ini dididik dan dibesarkan oleh Barcelona. Ia menyerap banyak ilmu dan pemahaman di Barcelona manakala menjadi kaki tangan Bobby Robson dan Van Gaal. 

Masa-masa Mou di Barcelona adalah masa ideal di mana ambisi bersemi dan kehendak tumbuh dalam dirinya untuk mengabdi pada Barcelona.

Mou, seperti halnya banyak orang yang tersihir oleh kebesaran sepakbola Barcelona, memimpikan kursi emas penguasa lapangan Camp Nou.

Sayangnya kenyataan yang harus dijelang Mourinho terbilang parah. Ketika harapannya melambung, ia justru "terdepak" dari Camp Nou. Itu lebih dari sekadar mengecewakan. Bagi seorang pemburu kejayaan seperti Mou, ini adalah periode paling menyakitkan baginya. Pupus sudah mimpinya untuk menjadi legenda di Barcelona. Hancur angannya untuk membangun sebuah rezim di sana.

Semakin pedih baginya karena tak mungkin bisa kembali ke Barcelona dan pada saat bersamaan kursi pelatih Barcelona justru diduduki oleh bekas koleganya, Pep Guardiola. Maka sejak saat itu ambisi Jose Mourinho pada sepakbola bukan sebatas soal piala. Ia tetap seorang pecinta kemenangan dan semakin berambisi memburu kemenangan. Tapi geloranya tak lagi sama gara-gara Barcelona.

Mou ingin lebih dari itu. Ambisi dan sumpah terbesarnya adalah mengungguli Barcelona dan mengalahkan Pep Guardiola bagaimanapun caranya.

Kekaguman Mou pada Barcelona berubah menjadi kemarahan atau mungkin semacam dendam. Bagi Mou cara terbaik dan yang paling sempurna untuk melipur nestapa itu adalah dengan mengalahkan Barcelona dan Pep Guardiola di manapun ia berada. Itulah obsesi Mourinho. 

Mourinho tidaklah bersedih saat kehilangan posisi di Chelsea dan Manchester United. Langkahnya pun ringan manakala keluar dari markas Inter Milan dan Real Madrid. Ia tak terlalu cinta pada semua klub-klub itu. Baginya klub-klub besar tersebut hanyalah wahana untuk mengungguli Barcelona dan Pep. Cinta pertamanya adalah Barcelona, meski kemudian layu terlalu dini.

Segala piala dan kemenangan yang diraih Mou, terutama saat berada di Real Madrid, Inter Milan, Chelsea, dan Manchester United sebenarnya adalah bagian dari kampanyenya bahwa ia bisa membuat klub apapun yang dilatihnya menjadi lebih unggul dari Barcelona dan bahwa ia lebih di atas Pep Guardiola. Bagi Mou semua itu adalah cara  terbaik untuk membalas "ketidakadilan" yang dulu diterimanya.

Kisah romantisme dan drama Mourinho bersama Barcelona dan Pep Guardiola itu barangkali bisa dipinjam untuk menjelaskan mengapa Pak Prabowo begitu emosional dalam debat capres 2019 episode keempat beberapa waktu lalu. Debat itu sedikit banyak membangkitkan lagi kenangan dan romantisme Pak Prabowo mengenai TNI.

Dalam debat itu Pak Prabowo sekuat tenaga meyakinkan orang-orang bahwa TNI dan sistem pertahanan Indonesia teramat lemah. Puncaknya adalah ketika Pak Prabowo mengatakan dengan lantang bahwa ia "lebih TNI daripada TNI".

Rasanya tidak sulit untuk memahami betapa kecewa, marah, dan pedihnya Pak Prabowo ketika ia bukan hanya harus melucuti segenap pangkat dan pakaian militernya, tetapi juga melucuti ambisinya untuk menjadi yang terbaik dan tertinggi.

Sama seperti Mou yang harus menerima kenyataan pahit gagal menggapai mimpinya di Barcelona, Pak Prabowo pun harus menelan kepahitan ketika diberhentikan dari dinas TNI. Ia harus keluar dari markas TNI di kala harapannya merangkak naik.

Tidak sulit pula memperkirakan bahwa sejak ia keluar atau dikeluarkan dari TNI, Pak Prabowo segera bersumpah untuk menjadi pemenang di kesempatan-kesempatan selanjutnya. Sama halnya dengan Mourinho yang sejak melangkah keluar dari Barcelona bersumpah dan berambisi untuk mengalahkan klub itu di manapun ia berkarir.

Kata-kata Pak Prabowo bahwa TNI dan pertahanan Indonesia lemah bisa dipertimbangkan sebagai maksud untuk mengatakan bahwa tanpa dirinya TNI dan Indonesia lemah. Hanya dirinyalah yang bisa membuat TNI dan pertahanan Indonesia menjadi kuat. Geloranya semakin jelas saat Pak Prabowo menunjuk diri sendiri lebih TNI daripada TNI. Semua itu mirip dengan obsesi Mourinho yang selalu ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia lebih unggul dari Barcelona dan Pep Guardiola.

Baik Mourinho maupun Pak Prabowo merupakan pemburu dan pemuja kemenangan. Maka jalan paling sempurna untuk melipur kepedihan hatinya dan tinggal satu-satunya cara bagi Pak Prabowo untuk menunjukkan bahwa ia lebih besar dibanding TNI adalah dengan memenangi pemilu lalu menjadi presiden alias panglima tertinggi.

Mourinho telah menciptakan sejarah dengan kemenangan-kemenangan serta piala penting. Akankah kali ini Pak Prabowo juga demikian?

Yang jelas kita tahu bahwa hingga kini Mourinho belum mampu menemukan rumah bagi sepakbola impiannya. Rumah-rumahnya yang terdahulu tidak mengizinkan dirinya membangun dinasti sepakbola. Jauh di dalam lubuk hatinya Mou mungkin merasa bahwa hanya Barcelona yang ia mimpikan untuk membangun rezim sepakbola. Sayangnya, pintu baginya untuk kembali ke sana telah tertutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun