Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Rumah Musik Indonesia: Mengembalikan Wibawa Musik Nusantara

14 Maret 2013   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:48 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak mungkin menyalahkan selera masyarakat. Tak perlu juga meminta menutup panggung musik pagi dan siang yang ramai dan gaduh itu. Tak perlu marah kepada para produser oportunis yang cerdik melihat peluang dan membentuk pasar. Kita pun tak bisa meminta para penari latar untuk berhenti berpura-berpura bernyanyi. Tak bisa menyuruh  para band prematur yang setiap hari muncul bergantian menyanyikan lagu-lagu dengan melodi yang sama itu untuk diam. Semua itu pada kenyataannya menjadi bagian dari realita panggung musik tanah air saat ini. Realita yang harus kita terima dan sesekali mau tak mau kita nikmati karena itulah hidangan yang disajikan oleh para pencari uang di panggung musik saat ini. Tapi kita perlu tahu bahwa panggung musik tanah air yang sudah kelewat komersil itu sesungguhnya telah memakan korban yang sangat menyakitkan.

Ironis, ramainya panggung musik tanah air justru memakan korban musik Indonesia itu sendiri. Di tengah hingar bingar panggung pertunjukkan tanah air saat ini, musik Indonesia justru seolah kehilangan wajah, sejarah dan wibawanya.

Setiap pagi-pagi sekali kita dibangunkan oleh panggung musik yang seolah-olah menunjukkan pada dunia kalau Indonesia adalah negara dengan masyarakat musik paling apresiatif. Seolah-olah Indonesia adalah negara dengan panggung musik yang sangat bergairah, menghibur dan menyenangkan. Tapi nyatanya panggung musik pagi itu bukanlah wajah musik Indonesia. Itu adalah wajah pasar yang dibentuk tanpa sadar sedang menghancurkan wibawa musik Indonesia.

Musik Indonesia adalah karya yang benar-benar melagukan kreativitas, budaya dan insipirasi Indonesia. Musik yang selalu bisa membuat pendengarnya menari tanpa harus penyanyinya menjadi leader dancer di atas panggung dan musik yang tidak pernah menyia-nyiakan microphonenya untuk dimatikan sementara suara keluar entah dari mana.

Maka ketika seorang Glenn Fredly berkata  “kita sudah lama ga lihat grup vokal yang menyanyi, gak pakai nari, gak lipsing”, boleh jadi itu memang satir untuk panggung musik Indonesia saat ini. Boleh jadi itu adalah sindiran kepada para produser acara musik atau pencipta artis yang sudah keterlaluan mewarnai panggung musik tanah air dengan menaruh ratusan band dan penari latar yang diminta untuk terus bernyanyi tanpa mengerti seperti apa seharusnya musik Indonesia dilagukan. Tapi ucapan Glenn tersebut pada dasarnya menyiratkan makna yang lebih besar lagi tentang sebuah kerinduan. Indonesia sedang merindukan lagi musiknya yang berwibawa. Indonesia merindukan lagi panggungnya musiknya yang hidup tapi tak gaduh.

screen shoot tayangan Rumah Musik Indonesia, Indosiar,13 Maret 2013

Musik Indonesia yang Berwibawa. Itulah yang mungkin berusaha kembali dihadirkan oleh Rumah Musik Indonesia (RMI). RMI adalah sebuah terobosan panggung musik yang menolak lupa akan sejarah dan wibawa musik tanah air. Diprakarsai oleh Glenn Fredly dan ditayangkan stasiun TV Indosiar untuk edisi yang kedua, RMI tadi malam, Rabu 13 Maret 2013, mengajak pecinta musik untuk menyesapi keluhuran dan wajah inspiratif karya musik Indonesia lewat alunan-alunan lagu Koes Plus.

Puluhan nama tampil secara live membawakan dan menginterpretasi ulang belasan masterpiece Koes Plus. Glenn Fredly, Tompi, Sandy Sondoro, Gugun Blues Shelter, Jamaica Cafe, Kikan, Tulus, Iwa K, Tulus, Rieka Roslan, Sundari Sukotjo, Keroncong Tugu, The Brothers dan sejumlah penyanyi muda bertalenta menjadikan Rumah Musik Indonesia sebuah pertunjukkan yang mahal dan berkualitas. Mahal bukan karna nilai para penyanyinya, tapi karena suguhan musiknya yang benar-benar bergizi, sesuatu yang saat ini menjadi barang langka di tengah keramaian panggung musik industri tanah air.

Secara bergantian dan marathon para penyanyi tersebut berkolaborasi membawakan lagu-lagu Koes Plus  dengan gaya dan patron bermusiknya masing-masing. Hasilnya jangan ditanya. Benar-benar sebuah pertunjukkan musik Indonesia yang bergizi dan penuh inspirasi. Mereka tampil membawa sebuah pesan yang sama dan seolah ingin berkata “Seperti inilah wajah musik Indonesia yang berwibawa !”.

Rumah Musik Indonesia tak hanya melagukan pop, jazz, rap, keroncong, acapela dan blues di satu panggung yang sama tapi juga menyatukan inspirasi dari musik Indonesia. Lebih dari itu, Rumah Musik Indonesia ingin membuka mata banyak orang Indonesia untuk kembali melihat wajah dan sejarah musik negerinya yang sebenarnya, yang ternyata lebih membanggakan dibanding gemerlap panggung musik komersil saat ini. Koes Plus misalnya, jauh sebelum penyanyi Indonesia  mengumbar ambisi merengkuh panggung internasional, Koes Plus dalam kesederhanaan diam-diam meninggalkan lagu-lagunya di chart musik dunia. Album mereka juga berhasil menarik perhatian produser asal Kanada.

Mengembalikan wibawa musik Indonesia dengan mengumpulkan lagi kepingan sejarah dan potongan inspirasi yang selama ini menghilang dari panggung musik tanah air yang ramai dan gaduh ini adalah sebuah kerja keras sekaligus mimpi dari banyak orang yang merindukan musik Indonesia. Sudah saatnya menyuntikkan kembali sejarah dan inspirasi pada musik Indonesia untuk membuatnya kembali berwibawa. Tak sekedar menjadikannya tuan di negeri sendiri, tapi lebih dari itu, mengembalikan musik Indonesia sebagai bagian dari wajah Indonesia yang sebenarnya, penuh inspirasi dan berwibawa.

Menyaksikan Rumah Musik Indonesia Indosiar boleh jadi sempat memunculkan beragam pertanyaan di benak banyak orang. Ke manakah mereka yang bersuara emas itu selama ini ?. Ke manakah wajah dan wibawa musik Indonesia saat ini ?. Jika ini adalah wajah dan wibawa musik yang sebenarnya lalu apa yang setiap hari kita nikmati saat bangun tidur itu ?. Bukankah panggung-panggung musik maha ramai itu juga disesaki penonton yang berdiri di depan panggung spektakuler dengan layar besar dan sorot lampu maha dahsyat terang menyala ?.

Benar, panggung musik Indonesia saat ini memang sangat ramai. Setiap orang dan produser juga cukup bermodal cantik, ganteng, bisa menari, mau bersuara dan bisa mendengarkan musik untuk bisa disebut sebagai penyanyi dan terkenal. Benar bahwa panggung-panggung itu selalu bisa membuat penonton histeris bahkan menangis dan berkeringat karena lelah ikut menari dan berusaha terus menggapai tangan idolanya. Penonton Indonesia juga selalu mampu ditarik untuk berkerumun di depan panggung. Tapi nyatanya hari ini musik Indonesia masih menyedihkan. Di balik ramai riuhnya pertunjukkan, sesungguhnya musik Indonesia sedang dihabisi di atas panggung.

Kita mungkin tak kekurangan penyanyi dan bakat yang mampu melagukan musik Indonesia dengan baik. Kita belum kehabisan penonton yang mau berkeringat mengapresiasi musik tanah air. Kita juga belum kehilangan orang-orang yang mau merawat musik Indonesia. Tapi kita sudah terlalu lama kehilangan panggung yang benar-benar melagukan musik Indonesia. Musik Indonesia perlu segera untuk kembali mendapatkan wajah dan wibawanya.

1363237121494380252
1363237121494380252
screen shoot tayangan Rumah Musik Indonesia, Indosiar,13 Maret 2013

Musik Indonesia membutuhkan kembali rumahnya. Rumah di mana musik itu benar-benar dirawat dan dilagukan bukan sekedar dipentaskan. Rumah yang penghuninya bernyanyi karena hati dan insipirasi, bukan karena follower sejati. Rumah Musik Indonesia, saatnya mengajarkan kembali kepada panggung musik yang komersil ini tentang sejarah dan wibawa musik Indonesia yang sebenarnya. Kita sudah rindu panggung yang melagukan  musik Indonesia yang sesungguhnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun