"Gimana nanti di sekolah, bisa ndak dia nurut sama Miss-nya?" ujar istriku, ada setitik keraguan hendak memasukkan anak ke play group.
Apa sebab? Anakku tipe kinestetik visual. Dia hanya bisa duduk tenang jika nonton di HP. Selain itu lompat, lari, dan mengacak-acak mainan. Di Sekolah Minggu, kami dampingi berdua pun kewalahan. Gimana nanti kalau di sekolah? Apa ndak kasihan Miss-nya?
***
"Papa, besok Kamis ada konsultasi dengan wali kelasnya K ya! (Inisial nama anakku)" pesan istriku via WhatsApp.
Eh, haruskah aku ikut konsultasi? Masalahnya itu di jam kerja. Akan repot karena aku ada jadwal mengajar. Meski berada di bawah satu yayasan, aku tidak bisa sembarang meninggalkan jam mengajar.Â
Kenapa tidak istriku saja yang konsultasi? Aku punya tugas tersendiri di kantor, mengurus murid-murid juga.Â
Tapi, pengasuhan dan pendidikan anak kan tugas berdua, suami istri, ayah ibu. Maka, sebisanya harus diupayakan berdua.
Setelah melakukan rapat paripurna, aku menemukan waktu longgar. Jadi bisa ikut konsultasi dengan wali kelas anakku.
Sebagai guru muda, aku sudah lima tahun menjadi wali kelas. Salah satu agenda di tiap tengah dan akhir semester adalah pembagian rapor dan menyampaikan perkembangan murid.
Mengolah nilai setiap mapel, tanda tangan, cap sekolah. Masukkan ke map, orangtua tanda tangan di buku penerimaan, berikan rapor ke orangtua. Sesi konseling seperlunya. Selama ini, mulus tanpa hambatan. Aku sudah mahir menjalankan tugas sebagai guru, wali kelas pula.
Biasanya dalam sesi konseling ada satu dua orangtua menanyakan perkembangan anak selama di sekolah. Atau minta saran, "Gimana supaya anak saya bisa tidak kecanduan handphone? Lebih menurut sama Mister."Â
Kami biasanya menyampaikan informasi saran praktis sesuai kejadian yang dialami anak di sekolah. Tidak bisa dipungkiri, guru yang tahu perkembangan anak selama proses pembelajaran di sekolah. Informasi dari guru penting supaya orangtua juga mengerti perkembangan maupun kendala yang dialami anak.
Namun, kali ini aku berperan sebagai orangtua dari anakku. Di sekolah play group tempat anakku belajar, ada tiga Miss cantik sebagai wali kelas. Hampir tiap hari mereka secara bergantian memberi informasi atau laporan dokumentasi kegiatan di grup WA.
Tak terasa, separuh semester sudah berjalan. Anakku sudah sekolah beberapa bulan, membentuk ritme baru dalam keluarga kami, khususnya kesibukan istri.
Sekolah yang dinaungi yayasanku bekerja memilik keunggulan: jumlah murid per kelas sedikit, gurunya minimal dua. Jadi guru bisa lebih fokus mengajar dan mencatat perkembangan anak. Gurunya masih muda-muda, energik, menguasai metode mengajar dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Anak yang sekolah di sini pasti mengalami kemajuan di banyak aspek.
Seperti dialami oleh anakku. Dia sudah bisa memakai dan melepas sepatu sendiri. Sudah tahu lagu Indonesia Raya, dan sikap hormat. Dia sudah bisa berdoa sendiri dalam Bahasa Inggris loh! Bisa menyebut beberapa nama teman dan gurunya. Dia bisa menaruh sepatu dan tas di lokernya. Dia makin percaya diri untuk berbicara, meski kalau pagi-pagi datang di sekolah masih suka ngumpet di belakang mamanya enggan bersalaman. Semua butuh proses.
KEREN sih!
Sebab masih preschool, laporan dari pihak sekolah tidak dalam lembar berisi angka dan paragraf. Melainkan satu lembar A3 berisi aktivitas dan kesepakatan anak selama di sekolah. Isinya terkait sikap disiplin, berdoa, cara makan, bertanggung jawab terhadap barang pribadi dan bersama, mencuci tangan, dan cara duduk.
Guru menampilkan gambar di layar proyektor dan versi cetak. Guru bertanya, anak menjawab. Presentasi ala balita lah. Namun, alih-alih berdiri di samping papan, anakku justru meringkuk di tempat favoritnya: di kolong meja. Alamak!
Mulanya malu-malu, namun saat ditanya Miss-nya, anakku mau menjawab. Ia bisa mempresentasikan apa yang dilakukan selama di sekolah.
Sejak masuk sekolah, anakku telah menguasai beberapa keterampilan. Ia juga makin percaya diri.
Bagiku dan istri, itu cukup. Tugas kami untuk mengajarkan dengan konsisten di rumah.
***
Terjawab sudah pertanyaan dan keraguan istriku, "Gimana nanti di sekolah?" --KRAISWANÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI