Jika ada sepatu paling bagus, bukanlah sepatu yang harganya ratusan juta. Tapi yang nyaman dipakai dalam jangka menahun.Â
Setidaknya itu pengalamanku. Bagi orang lain, mungkin beda. Sepatu bagus itu yang branded dan dipakai oleh artis terkenal!
Aku pernah punya pengalaman mengharukan dengan sepatu saat usia SMP. Bapak/Ibu hanya bisa membelikanku sepasang sepatu hitam, merk tidak terkenal, dan tidak mahal. Sekolah negeri mewajibkan semua siswa memakai sepatu hitam tanpa ada hiasan berwarna yang macam-macam.
Kenapa hanya sepasang? Kakinya kan cuma dua, untuk apa sepatu banyak-banyak?
Paling celaka kalau musim hujan. Kalau kehujanan sepatu basah, padahal tidak punya cadangan. Oleh akal ibu, aku menggulung koran bekas dan menjejalkannya ke dalam sepatu. Prinsip fisika: kertas akan menyerap air yang membasahi sepatu. Lalu dipanggang di depan tungku supaya lebih cepat kering.Â
Esoknya, sepatu "kesayangan" itu bisa dipakai kembali. Dengan aroma sangit yang menggoda, dan sensasi lembab yang berkesan. Kalau dilepas, aroma closet menguap ke segala penjuru Bumi.
Tak apa, alas kaki boleh seadanya. Yang penting semangat tinggi buat menuntut ilmu. Hari-hari masa sekolah itu takkan terlupakan meski banyak produk Cina membanjiri toko online saat ini.
***
Bekerja di kantor elit, membuat gaya hidupmu berubah. Setuju? Pulang kerja akhir pekan, makan ke mal. Padahal biasanya selera warteg. Tak ketinggalan merek sepatu yang dikenakan. Biasanya beli sepatu lima puluh ribuan di pasar tradisional. Saat sudah kerja, merek yang dipajang di mal dong!
Meski sudah bekerja, aku tak bisa menuruti semua gaya hidup, termasuk dalam berpakaian. Ada kebutuhan yang perlu dipersiapkan untuk masa depan, yakni menikah.
Saat perpisahan dengan teman-teman guru di Surabaya, aku mendapat berkat tak terduga. Dari ucapan para siswa, doa dari kepala sekolah hingga teman-teman guru. Mereka juga memberikan souvenir yang masih bisa dipakai hingga kini.Â