Kalau disuruh milih: lebih baik nggak punya pekerjaan atau nggak punya uang?
Aku sih… gak mau dua-duanya. Tapi hidup kadang memang cuma memberi dua pilihan yang sama-sama nyesek.
Punya pekerjaan, tapi gaji mepet. Tiap tanggal muda sudah terasa tua. Dompet tipis, sementara tagihan dan kebutuhan makin tebal.
Tapi, kalau nggak punya pekerjaan? Wah, bisa tambah tipis bukan hanya dompetnya, tapi juga harapan.
Aku sering teringat nasihat dalam firman Tuhan tentang burung pipit dan bunga bakung. Mereka nggak kerja, nggak punya tabungan, tapi tetap dipelihara Tuhan. Apalagi kita, manusia, yang sudah banting tulang setiap hari.
Kadang, setelah kerja keras sebulan penuh, gaji datang lalu langsung pamit pergi. Bayar ini-itu, belum sempat mampir ke dompet. Rasanya seperti menjaring angin: capek iya, dapatnya nihil. Tapi ya begitulah hidup. Tetap harus disyukuri.
***
Sore itu aku mengajak anak potong rambut di tempat langganan. Rambutku sudah gondrong, kulit kepala gatal, tapi bukan karena malas. Ya, karena nggak sempat. Nggak sempat waktu, nggak sempat uang.
Untungnya, si tukang cukur langganan ini ramah dan fleksibel. Kami janjian lewat chat, datang langsung dilayani.
Sambil duduk dan rambutku dipangkas, kami ngobrol seperti biasa. Kali ini, aku yang bertanya soal keluarganya.
“Anak berapa, Pak?” tanyaku. “Dua. Sudah kerja semua.”