Kebanyakan kita mengharapkan perabotan mewah, termasuk rumah. Mengapa begitu?
Perabotan mewah di rumah menggambarkan kekayaan, kemakmuran, dan kesuksesan. Tapi di era serba online seperti sekarang, perabot mewah bisa cuma kamuflase jika didapat dari pinjol (pinjaman online).
Betulan ada orang yang mengisi perabot mewah di rumah dengan cara berhutang. Biar terlihat kaya, tidak kalah dari tetangga. Repotnya, kalau pemasukan tak cukup untuk membayar hutang, lalu datang penagih hutang, disita barang-barangnya, kan jadi malu.
Sebenarnya, apa perbedaan rumah mewah dan rumah sederhana?
Cerita 1 - Sepasang pasutri memiliki dua anak, keduanya sudah berumahtangga dan tinggal terpisah dengan mereka. Praktis, hanya mereka tinggal berdua di rumah. Syukurnya, kedua anaknya tinggal tak jauh dari rumah mereka. Setidaknya seminggu sekali masih bisa datang berkunjung.
Rumah mereka terbilang sederhana, kalau tak mau dibilang kurang terurus. Wujud bangunannya hampir tak ada perubahan sejak dibangun. Lantainya plester kasar, mudah berdebu. Atapnya polosan tanpa plafon. Bedanya, tembok bagian depan sebagian sudah diplester dan dicat sekadarnya.
Selain itu, semua dinding rumahnya sudah berwujud tembok, tak ada yang papan lagi. Bagi sang istri, ini sudah lebih baik. Sebab, masa mudanya, rumahnya lebih meresahkan. Papan penuh lubang di sana sini.
Selepas anak-anaknya berumahtangga, hanya mereka berdua menempati rumah yang luas ala pedesaan. Banyak kamar jadi berdebu dan menjadi sarang laba-laba sebab tak ditinggali. Justru diisi dengan barang-barang yang jarang dipakai.
Dalam momen lebaran kali ini, anak-anaknya datang menginap. Sayangnya, kamar-kamar yang ada urung dibereskan. Masih konsisten berantakan. Terlalu banyak barang. Jadi anak-anaknya tidur di kasur sekadarnya di ruang tamu. Itu pun sudah membuat mereka senang. Kehadiran anak dan cucu membuat rumah sederhana itu lebih hidup.
***