Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tak Bisa Memberi Materi, Kami Mewarnai Hari

9 April 2024   23:01 Diperbarui: 9 April 2024   23:06 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengunjungi orang tua | foto: Shutterstock via detik.com

Suatu hari, di libur Nyepi dan awal puasa, awal pekan. Biasanya, hari libur kami manfaatkan untuk beberes rumah, atau jalan-jalan dengan anak. Kali ini, istriku ingin menginap di kampung.

Mau bagaimana pun, suasana di kampung selalu dirindukan. Apalagi pas bangun pagi, disambut sinar mentari hangat menembus jendela dan tirai, diiringi nyanyian si jago. Kalau hari sedang dingin, bisa berdiang di depan api tungku.

Setiap ke rumah Mbah, anak kami mendapat kesempatan untuk belajar banyak hal. Bisa melihat bis dan berupa kendaraan di jalan tol, bisa bermain dengan ayam dan macam-macam hewan, maupun memetik cabe yang ditanam Mbah. Atau sekedar mengumpulkan batuan kecil, diangkut ke truk mainannya. (BTW, di rumah Mbah banyak batu di sekeliling. Konon, untuk membangunkan rumah anaknya.)

Secara, di kampung lahannya masih luas, banyak tanaman maupun hewan bisa dibudidayakan. Tidak seperti di kompleks perumahan, ruang geraknya sejauh batas tembok tetangga.

Meski begitu kami bersyukur, bisa tinggal di kompleks yang dekat dengan kota, akses dan mobilitas lebih mudah. Namun bisa sering berkunjung ke rumah Mbah di kampung, jaraknya relatif dekat. Sesekali menginap kalau libur.

Dalam agenda menginap kali ini, aku kurang sependapat dengan istri. Libur akhir pekan ditambah dua hari, bisa dipakai untuk istirahat, atau beberes rumah. Lebih nyaman tinggal di rumah. Tapi, kalau cuma mau rebahan di rumah bisa dilakukan setiap waktu.

Ada baiknya, libur tambahan ini mengunjungi orang tua, dan menginap. Sekedar menemani orang tua, sebab kedua anaknya sudah berumahtangga masing-masing. Istriku itu memang cantik tak hanya luar, tapi dalam hatinya. Bersyukurnya aku.

Biasanya, kami membantu beberes ladang Mbah. Kapan lalu kami menanam pohon buah bersama anak kami, sambil membereskan rumput dan gulma karena ladang yang tidak terawat. Lahan bekas sawah itu dibiarkan karena tekstur tanahnya sulit untuk diolah. Hanya ditanami pisang, singkong, dan umbi-umbian.

Ibu dan Bapak kini fokus menggarap lahan di tepian jalan tol untuk ditanami sereh. Lahannya luas, terbuka, jaraknya dekat dari rumah, dan relatif subur. Sereh juga mudah ditanam, cepat panennya. Beberapa tetangga yang kesehariannya mengurus rumah tangga mengikuti jejak Ibu. Ia memang inspiratif meski buta huruf.

Bude kami tengkulak hasil bumi termasuk sereh. Jadi pasarnya sudah ada. Mutualisme untuk Bude dan beberapa warga. Para petugas kebersihan dan perawatan jalan tol sesekali mengingatkan warga agar menanam hanya tanaman berukuran kecil. Mereka juga mengucapkan terima kasih, sudah ikut membersihkan got di lereng sekitar jalan tol.

Waktu menginap itu, kami datang agak malam. Bapak sudah tidur, mungkin kelelahan. Kami mengobrol sebentar dengan Ibu, lalu menidurkan si kecil.

Esoknya, aku bangun lebih dulu. Ibu sudah sibuk di dapur. Api tungku telah mengaga, tanda ibu selesai memasak. Bapak sudah bangun, kami mengobrol ringan sebentar.

Si bayi dan mamanya tak urung bangun, padahal sudah jam 7 lebih. Bapak harus segera berangkat bekerja, buruh serabutan. Meski kerjanya serabutan, aku bangga, orang tuaku berhasil mengentaskan kami dari bangku kuliah dengan bekal sarjana di belakang nama kami. Bekal itu yang kami pakai untuk meniti kehidupan di level berikut. Bekerja, menikah, dan membina keluarga.

Istri dan anakku bangun. "Mbah atung (Kakung) di mana?", ujar anakku. Begitulah, kalau pas ke tempat Mbah, si kecil biasa bermain dengan Mbah. Melihat bis di tol juga seringnya dengan Mbah. Pas Mbah tidak kelihatan, pasti ditanyakan. Hal serupa dilakukan di rumah, "Mami, kau di mana?" "Papa, kau di mana?" Semua diabsen.

Hari itu, Mbah putri pas tidak ada kerjaan, tidak ke ladang juga. Praktis, ia seharian di rumah. Seandainya kami tidak menginap, Mbah putri bakal kesepian. Mungkin akan tetap ke ladang juga, sekedar mencabuti rumput atau jalan-jalan, bisa bersapa dengan para tetangga. Tapi, tetap beda kalau anak dan cucunya yang datang ke rumah. Ada temannya untuk diajak mengobrol. Lebih ayem.

Saat sudah pulang ke rumah, aku merenung, lalu bercerita pada istri. Tak bisa memberi materi, semoga kehadiran kami bisa sedikit mewarnai hari Mbah.

Hari ini, malam takbiran kami memutuskan untuk menginap lagi di tempat Mbah. Meski bakal terdengar suara takbir sepanjang malam, lengkap dengan dar-dor petasan dan kembang api, istriku tak keberatan. Adikku dan suaminya juga datang untuk menginap. Kami membuat ketupat, memasak sambal goreng, dan makan malam bersama.

Esok, rencananya akan bersilaturahmi ke rumah Pakde-Bude dan kerabat lainnya. Semoga ini pun bisa mewarnai hari-hari Mbah.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Mohon maaf lahir dan batin. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun