Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kartini di Tengah Corona, Bisa Apa?

21 April 2020   21:00 Diperbarui: 21 April 2020   20:56 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartini pejuang sayuran, foto: KRAISWAN

Jika perempuan ke luar rumah dan masih lincah di rumah, bisa apa (lagi) dia kalau tetap di rumah?

Sejatinya, mau di dalam atau luar rumah, perempuan bisa apa saja.

Memberi pelajaran meski tak punya sertifikat keguruan

Sebulan lebih para pelajar telah belajar di rumah, menemani ibunya yang kerja dari rumah. Alih-alih terbantu, ibunya lebih rajin menggerutu karena harus mendampingi anak mengerjakan tugas sekolah yang materinya berbuku-buku, yang dia sendiri sudah lupa kapan diberitahu. Mereka tak pernah belajar teori pendidikan di kampus, absen diajari membuat lesson plan, tak mau tahu seperti apa wujud silabus; tetiba harus memberikan pelajaran.

Keluhan mereka bernada protes pada mulanya, berkembang pada perasaan putus asa dan mengkristal dalam permohonan pada akhirnya kepada menteri pendidikan agar masa belajar di rumah tidak dilama-lamakan. Tak sanggup mereka jadi pengurus rumah sekaligus pengajar. Meski begitu, dengan tabah mereka melakoninya. Secara ikhlas, mereka terima peran tambahan sampai waktu yang tak dapat ditentukan.

Angkat cangkul, padahal biasanya pegang bakul

Bakul adalah penentu keharmonisan keluarga. Kalau bakul kurang, suami tak kenyang. Apalagi sampai tak berisi saat suami pulang, wah bisa pecah perang. Kalau bakulnya hilang, berarti anak pakai bermain tendang.

Meski sudah ada teknologi bernama rice cooker atau mejikom, hal mengisi bakul bukan perkara enteng. Butuh ketekuan, ketelatenan dan kecermatan untuk mengerjakannya. Jika suami dan anak-anak berangkat jam 7, maka setidaknya dua jam sebelumnya sudah harus menanak beras, disusul sayur berikut lauk.

Apa jadinya kalau perempuan juga harus memegang cangkul? Dalam dunia persawahan, para perempuan paling mentok membantu menanam benih padi, memetik batang padi yang telah bernas  dan menguning, serta merontokkan biji padi dari batangnya. Sedang membajak adalah tugas lelaki.

Namun, ibuku pernah mengangkat cangkul sekedar mau menanam singkong di lahan bapakku yang sebelumnya dibiarkan dihuni rumput dan semak. Bukan karena tak ada pekerjaan lain, tapi nampak sekedar pembuktian pada kehidupan, meski rapuh dia tak hobi mengeluh. Tak hanya bakul, cangkul pun mampu diangkat oleh perempuan.

Kerja kasar, meski tak kekar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun