Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - orang biasa yang menulis karena kepengen

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita dan Tembakau di Indonesia

26 Maret 2021   15:36 Diperbarui: 26 Maret 2021   15:42 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah penelitian dari Universitas Berne, Swiss berjudul “Semen quality of male smokers and nonsmokers in infertile couples” menyimpulkan bahwa kualitas sperma menurun pada pria perokok. 

Tetapi, di Indonesia perokoknya jumawa, salah seorang kolega bercerita kepada saya saat dia saya anjurkan untuk merayu suaminya untuk berhenti merokok jika ingin mendapatkan keturunan, lalu suaminya menjawab “teman-teman saya yang perokok bisa punya anak, bahkan ada yang anaknya lebih dari dua.”

Wanita Tersungkur di Sudut Kerling Daun Tembakau

Tembakau melukiskan sejarah, wanita Indonesia tak berdaya karena desakan ekonomi, anak laki-laki diperdaya terjerumus dalam perilaku merokok dini, sementara yang lain hanya sanggup menyaksikan, entah siapa yang harus hadir untuk melindungi mereka.  

Hasil penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM tahun 2016 menunjukkan bahwa pekerja di pabrik rokok sebagian besar adalah wanita. Hal ini bertujuan unruk mengurangi potensi aksi demo buruh yang biasa dilakukan oleh buruh laki-laki yang berimbas pada terhambatnya proses produksi.

Begitulah, wanita lebih disukai oleh perusahaan rokok, mereka juga bekerja di pabrik rokok dengan nyaman karena gaji dibayar rutin dan jaminan kesehatan ditanggung oleh perusahaan. Sungguh sebuah ironi bila kita dihadapkan dengan resiko kesehatan dan resiko ekonomi keluarga. 

Penelitian lain oleh Budhy Prianto dari Universitas Merdeka Malang juga menyebutkan bahwa wanita yang bekerja sebagai buruh rokok sebagian besar adalah tulang punggung keluarga.

Bias Gender dalam Pengendalian Tembakau

Buruh wanita sebagai pekerja di industri rokok cukup tinggi jumlahnya, mereka dijadikan alasan untuk melanggengkan industri rokok. Jika dilihat dari sisi kesetaraan ini sama sekali tidak adil. 

Ketika wanita mencari nafkah untuk makan, tetapi uangnya dimanfaatkan kembali oleh keluarganya, bisa suami atau anak laki-laki mereka, untuk membeli rokok, maka ini adalah perilaku sia-sia yang hanya akan memperkaya perusahaan rokok.

Wanita pekerja pabrik rokok sebagai pencari penghidupan utama keluarga tetap tidak punya kekuasaan untuk memutuskan bagaimana uang tersebut dikelola dan dibelanjakan, dia bukan pembuat keputusan dalam keluarga. Pola patriarki yang kuat dalam budaya dan agama di negara kita adalah faktor utama yang tetap mengesampingkan pengaruh wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun