Angin pegunungan menderu, membelai wajahku yang memerah. Di sampingku, Haya berdiri, rambutnya yang tergerai tersapu badai kecil di ketinggian. Kami telah sampai di puncak Slamet. Keyakinan kami untuk mendaki, untuk melihat langit yang terbuka, akhirnya terbayar lunas.
Langit biru memayungi kami, Sejuta asa di dalam hati. Melihat cakrawala tanpa batas, Sajak pengorbanan terucap tuntas.
Sebuah batu kecil tiba-tiba meluncur dari atas, jatuh tepat ke arah Senja.
Tak ada waktu untuk berpikir. Dengan naluri yang lebih cepat dari akal sehat, aku melompat, menempatkan tubuhku sebagai perisai. Batu itu mengenai wajahku, meninggalkan perih yang membakar.
Namun, sakit itu tak sebanding dengan lega yang kurasakan saat melihat Senja tidak terluka. Ia menatapku, matanya dipenuhi ketakutan dan air mata. Aku hanya tersenyum, mencoba meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.
Meski luka perih di wajahku, Tak sebanding dengan cintaku. Untukmu, segalanya kan kurelakan, Biar cerita abadi terukir di puncak ini, Puncak pengorbanan dan keyakinan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI