Mohon tunggu...
Wakhida Rahmah
Wakhida Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance Writer | Fulltime Learner

Punya 2 kucing dan suka menanam tumbuh-tumbuhan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Book Review: "Alasan untuk Tetap Hidup" by Matt Haig

23 Maret 2022   17:05 Diperbarui: 23 Maret 2022   17:09 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"....setelah badai berlalu, kau tidak akan ingat bagaimana caramu melewatinya, caramu bertahan. Kau bahkan tidak bisa sepenuhnya yakin bahwa badai itu sudah benar-benar berlalu. Tapi yang jelas saat kau selamat dari badai, kau bukan orang yang sama lagi. Memang itulah tujuan badai." Haruki Murakami, Kafka on the Shore. Halaman 75 bagian 2 dari buku yang sangat menenagkan, alasan untuk tetap hidup karya Matt Haig.

Untuk pertamakalinya, aku menemukan kisah romantis yang berbalut dengan badai tapi begitu indah saat disaksikan melalui sebuah bacaan. Bukan tentang "aku cinta kamu"atau "sedang apa hari ini?", tapi cara Andrea tetap mengayuh sampan bersama Matt saat masa-masa gelap itu berlangsung.

Buku ini ditulis oleh Matt Haig, berdasarkan pengalamannya melawan depresi dengan berdamai dengan diri sendiri pada usia yang terbilang cukup muda yaitu 24 tahun. Depresi mungkin menjadi hal yang  kurang diperhatikan kebanyakan orang, begitu juga banyak orang yang tidak menyadari akan kenyataan bahwa depresi mengintai siapa saja. Tidak ada yang bisa melihat bara apinya, karena depresi sangat tidak terlihat dan misterius-Hal.2

Bagian 1 - Jatuh

Bagaimana perasaan orang yang mengalami depresi?

Matt Haig menerjemahkan perasaan penderita dalam halaman 2, bahwa "Ketika anda depresi, anda merasa sendirian dan merasa tidak ada seseorang yang memahami apa yang anda alami. Anda begitu takut terlihat gila sehingga anda menyembunyikan segalanya didalam. Anda sedemikian takut orang-orang akan mengasingkan anda sehingga menjadi tertutup dan tidak bicara apa-apa soal itu." 

Intinya, depresi tidak bisa benar-benar dijelaskan oleh penderitanya. Semua kata-kata terasa sangat remeh dibandingkan kepedihan yang begitu besar. Depresi bukanlah sekadar "merasa agak sedih". Menurut Matt, saat depresi dan panik menyerangnya yang ada dibenak hanyalah pikiran-pikiran penuh drama. Matt dan penderita depresi hanya ingin kepedihan mereka lenyap. Betapa menyenangkannya menjadi normal?

Namun, mengapa masih banyak orang tetap beranggapan bahwa depresi tidak separah itu?

Periode terparah yang dirasakan Matt ketika ia mengalami serangan panik 24 jam setiap hari, ia takut akan segala hal. Jika Matt menatap objek cukup lama, ia akan melihat sesuatu yang jahat didalamnya, seperti ada kekuatan negatif didalam objek tersebut. Cukup lama Matt mengkonsumsi obat-obatan, namun saat minum dizepam ia tidak pernah merasa semakin dekat dengan keadaan "sembuh".

Bagian 2 - Mendarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun