Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkah Ramadan Mengguyur Mbok Mirah

26 Maret 2024   09:34 Diperbarui: 26 Maret 2024   20:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa itu happy ? "  Tanya Mbok Mirah sambil mengkerutkan dahinya.

"Kata anakku. bahagia. Yah bahagia saja mbok.  Entah bagaimana caranya.  Pokoknya bahagia."

Sejak saat itu Mbok Mirah tidak lagi banyak mengingat anaknya. Hari-harinya ia isi dengan kerja, kerja, kerja.  Entah apa saja yang dikerjakan.  Pokoknya kerja, untuk mengalihkan pikiran dan perasaan tentang nasib anaknya.

Selesai sholat subuh di Mushola Kyai Kasmarli, ia bergegas pulang.  Seperti biasa ia bersihkan halaman dengan sapu tua yang lidi-lidinya sudah memendek.  Beberapa batang rumput ia cabut.  Ia sorong dengan sapu itu masuk lubang sampah.

Dua ekor burung Prenjak menyanyi riang di dahan pohon kersen di pojok halaman.  Mbok Mirah tersenyum mendengarnya.  Selang sesaat dua ekor lagi datang.  Maka ramailah halaman rumah Mbok Mirah yang sempit itu dengan ocehan mereka.

"Kata orang, jika si prenjak datang, pertanda bakal ada tamu.  Siapa juga yang akan bertamu ke rumahku ?" ujarnya dalam hati.

Ketika matahari telah naik di punggung bukit Mbok Mirah telah berjalan menyelusuri tanggul sawah.  Pagi itu juragan Karya panen cabe.  Ia harus ikut membantu kerja.  Sama sekali tak berharap bakal dapat upah.  Karena selama ini ia telah tinggal menempati pekarangannya.

Namun juragan Karya orang baik.  Meski hasil kerjanya sedikit, selalu ia mendapatkan upah.  Bahkan kadang disamakan dengan mereka yang masih muda-muda.  

Menjelang dzuhur petik cabe usai.  Meski haus Mbok Mirah tetap bertahan.  Sayang ia dengan puasanya.  Kalau bisa ia lakukan kewajiban satu ini tuntas sebulan.  Agar tak ada setitik rasa kurang hinggap di hatinya saat lebaran datang.

Ketika ia selesai wudhu hendak jalankan sholat dzuhur, terdengar suara mobil masuk halamannya.  Seorang wanita menggendong anak dengan selendang turun lewat pintu depan mobil.  Bayi dalam gendongannya nampak tidur pulas.  Seorang anak laki-laki usia tujuh tahunan keluar dari pintu belakang.

Lelaki pendek gemuk turun dari pintu stang.  Ia menarik nafas dalam.  Ia pandangi rumah di depannya dengan mata mengeriyip. Rumah yang ditinggalkannya lima belas tahun lalu kini miring.  Disongkok empat batang bambu agar tidak roboh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun