Mohon tunggu...
Wahyudi Adiprasetyo
Wahyudi Adiprasetyo Mohon Tunggu... Sang Pena Tua

Pena tua memulung kata mengisi ruang literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Timnas Indonesia Menembus Kemustahilan ke Piala Dunia 2026

10 Oktober 2025   15:46 Diperbarui: 10 Oktober 2025   15:46 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Laga Timnas Indonesia melawan Arab Saudi bukan sekadar pertandingan sepak bola --- ia adalah cermin dari perjalanan bangsa: penuh semangat, perjuangan keras, tapi masih bergulat dengan kedewasaan dalam sistem, konsistensi, dan daya tahan.

Kita melihat pasukan Garuda bertarung dengan jiwa dan tenaga penuh. Mereka bukan hanya bermain bola; mereka sedang memikul harapan jutaan rakyat. Setiap tekel, setiap sprint, setiap jatuh dan berdiri kembali --- semuanya adalah simbol bahwa bangsa ini tidak kekurangan nyali. Namun, sepak bola bukan hanya tentang nyali, tapi juga tentang strategi, visi, dan kematangan. Dan di titik inilah, kita masih harus belajar banyak.

1. Arab Saudi Tidak Sekadar Menang, Mereka Menang Karena "Siap"

Arab Saudi tidak bertanding dengan keajaiban, melainkan dengan kesiapan sistemik. Mereka memiliki fondasi: kompetisi yang kuat, infrastruktur latihan modern, pelatih yang terukur, serta budaya sepak bola yang tidak hanya membakar emosi, tetapi juga menata logika. Mereka tahu kapan harus menekan, kapan harus menunggu, kapan harus mengunci ruang, dan kapan harus menghancurkan momentum lawan.
Itulah bedanya antara berjuang keras dan berjuang dengan terarah.

Indonesia berlari kencang, tapi Arab berlari dengan strategi yang lebih baik. Itulah pelajaran pertama: kecepatan tanpa arah bukan keunggulan, tapi kelelahan.

2. Wasit, Adil; Tapi Waktu Tidak Pernah Netral

Ya, wasit memimpin dengan cukup adil, perangkat pertandingan bekerja profesional. Namun, waktu tidak pernah netral terhadap bangsa yang tidak belajar. Jika kita tidak berbenah, maka 90 menit pertandingan hanya akan menjadi 90 menit pengulangan kesalahan. Sepak bola modern bukan tentang siapa yang lebih emosional, tetapi siapa yang lebih disiplin, cerdas, dan terencana.

Kita tidak kalah karena kita buruk. Kita kalah karena mereka lebih konsisten menjalankan rencana.

3. Arab Saudi, Tuan Rumah yang Baik --- Tapi Juga Pengingat yang Tegas

Mereka menyambut kita dengan baik, tapi juga mengingatkan kita: tuan rumah sejati adalah yang mampu mengatur rumahnya sendiri.
Indonesia punya stadion megah, punya suporter hebat, tapi kita belum punya ekosistem pembinaan yang solid. Kita sering terlalu cepat mencari "pahlawan instan" dan lupa membangun "sistem abadi". Padahal sepak bola dunia bergerak ke arah yang tak lagi mengandalkan individu, melainkan arsitektur organisasi sepak bola yang kokoh dan berkesinambungan.

4. Dari Kekalahan Menuju Kebangkitan: Program "Menembus Kemustahilan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun