Menyulam Akar: Wastra Nusantara & Kisah OE dalam Menembus Panggung Mode Global
1. Pembukaan: Ketika Budaya Bertemu Panggung Dunia
Indonesia pernah menjadi sorotan di World Fashion Festival 2025, di mana koleksi wastra Nusantara dipamerkan di hadapan khalayak global. Keindahan motif, tekstur, dan filosofi di balik kain tradisional menarik decak kagum. Namun, bukan semata soal daya tarik visual --- pertanyaannya: bagaimana agar warisan budaya itu tidak hanya dipuji, tapi menjadi kekuatan nyata yang bertahan dalam arus mode internasional?
Ini bukan sekadar harapan kosong. Di antara banyak langkah nyata, ada satu kisah menarik yang memberi gambaran konkret: perjalanan Rizki Triana dan brand yang dulu bernama Oemah Etnik, kini dikenal sebagai OE.
2. Wastra Nusantara: Keindahan yang Menjadi Identitas & Tantangan
Keunggulan
- Kain tradisional (batik, tenun, ikat, songket, lurik, dan lainnya) membawa estetika khas yang tak mudah ditiru oleh produksi massal.
- Ada cerita & filosofi dalam tiap motif --- tentang leluhur, alam, budaya lokal --- yang bisa menjadi "narasi emosional" di pasar global.
- Dalam era slow fashion dan kesadaran produk berkelanjutan, wastra lokal punya posisi strategis: penggunaan bahan alami, produksi lokal, etika pengrajin.
Hambatan yang Sering Mengintai
- Produksi manual, waktu pengerjaan lama, dan biaya bahan menjadi penghalang untuk produksi skala besar.
- Standar kualitas internasional (finishing, jahitan, konsistensi motif) harus dipenuhi agar produk bisa diterima pasar luar.
- Branding global, pemasaran digital lintas negara, dan distribusi menjadi tantangan tersendiri untuk brand lokal kecil.
- Persepsi asing bahwa pakaian etnik itu "tematik budaya" dan kurang fleksibel dalam mode sehari-hari membuatnya sulit diadopsi secara luas.
3. Rizki Triana & OE: Menjadi Jembatan Budaya dalam Mode
Awal Mula & Motivasi
Rizki Triana, yang akrab disapa Kiki, memulai perjalanan mendirikan Oemah Etnik pada tahun 2013 saat masih mahasiswa. Â Dia merasa tergugah ketika melihat para perajin batik sudah lanjut usia, dan generasi muda enggan melanjutkan tradisi membatik. Latar belakangnya bukan fashion formal, melainkan komunikasi --- namun kegelisahan itu berubah menjadi mimpi untuk menghidupkan kembali kain nusantara agar bisa dipakai, bukan hanya dilihat.
Lewat profil LinkedIn-nya, Rizki menyebut bahwa OE berdiri sebagai bagian dari misinya untuk "menyuarakan keindahan dan warisan budaya Indonesia kepada khalayak luas, terutama generasi muda."Â