Guru dan Dosen: Beban atau Penopang Peradaban?
Ada satu ironi getir yang kian mencuat di negeri ini: elit kekuasaan memandang guru dan dosen bukan lagi sebagai penopang peradaban, melainkan sekadar "beban" yang membebani anggaran negara.Â
Kata-kata halus tentang "tantangan fiskal", "rasionalisasi", hingga "optimalisasi SDM" seringkali hanyalah kamuflase untuk menyembunyikan kenyataan: negara belum sungguh-sungguh menempatkan pendidik di singgasana kehormatan.
Jika benar guru dan dosen dianggap beban, maka sesungguhnya kita sedang menyaksikan pergeseran paling berbahaya dalam sejarah bangsa: pendidikan direduksi menjadi ongkos, bukan investasi.Â
Apa yang lebih ironis daripada negara yang membanggakan pertumbuhan ekonomi, tapi menganggap para pendidik---yang melahirkan para insinyur, dokter, pejabat, bahkan presiden---sebagai penghalang anggaran?
Sejarah mencatat, negara-negara yang berhasil melompat dari keterbelakangan menuju kemajuan, dari Korea Selatan hingga Finlandia, justru menempatkan guru dan dosen sebagai garda terhormat.Â
Guru bukan sekadar pengajar, melainkan pengukir masa depan. Dosen bukan sekadar akademisi, melainkan perancang arah bangsa. Mereka digaji layak, diberi ruang intelektual, dan dihormati martabatnya. Dari situlah lahir generasi yang tangguh.
Di sini, di negeri tercinta, yang terjadi justru sebaliknya. Setiap tahun, wacana "rasionalisasi" tenaga pendidik selalu mencuat. Setiap kali APBN dibicarakan, gaji dan tunjangan guru serta dosen seolah menjadi biang kerok defisit. Di saat yang sama, proyek-proyek mercusuar dan belanja politik jalan terus.Â
Pertanyaannya: apakah benar guru dan dosen beban, ataukah elit kekuasaanlah yang menjadikan bangsa ini terjebak dalam mentalitas jangka pendek?
Ironisnya lagi, retorika tentang "bonus demografi" dan "generasi emas" terus digaungkan. Bagaimana mungkin generasi emas dilahirkan jika para penjaga pengetahuan terus dipandang sebagai beban?Â
Bagaimana mungkin peradaban tumbuh jika pengajarnya sendiri tidak diberi harga? Kita tidak bisa bermimpi tentang masa depan gemilang dengan pondasi pendidikan yang rapuh.