Mohon tunggu...
Dwiyanto Susilo
Dwiyanto Susilo Mohon Tunggu... Pembelajar abadi

saat ini beraktivitas di Dinporabudpar Blora dan belajar menulis di Jaringan Pena Ilma Nafia.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(FFA) Bukit PR

18 Oktober 2013   15:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NO 394

“ Baiklah anak-anak, untuk memperjelas keterangan Ibu tadi, silahkan kalian mengerjakan tugas halaman 24. Dikumpulkan pada pertemuan kita yang akan datang!”Anak-anak kelas IV SD Tunas Bangsa memperhatikan apa yang ditugaskan gurunya sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas bersiap-siap pulang.

“ Gus, nanti dikerjakan bareng di rumahku, habis makan siang,” ajak Anto pada seorang anak bertubuh gendut.

“ Wah, besok-besok saja, aku mau main layang-layang.”

Beberapa saat kemudian terlihat anak-anak berhamburan dari dalam kelas menuju ke rumahnya masing-masing.

“ Agus, PRmu sudah dikerjakan? Tiap hari main layang-layang terus!” kata ibunya saat melihat Agus keluar rumah sambil menenteng layang-layangnya.

Agus menjawab sekenanya pertanyaan ibunya. Ia terus saja ngeloyor menuju lapangan di komplek perumahannya. Ibunya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak semata wayangnya tersebut. Bila sudah membawa layang-layangnya,bisa seharian di lapangan. Saat matahari terbenam ia baru pulang.

“ Agus, masak tiap hari seharian main layang-layang.Memangnya tidak punya PR? Sebenarnya kamu harus mulai bisa membagi waktumu, antara main, belajar, dan istirahat,”kata Ibunya saat makan bersama.

“ PRnya sepertinya sangat mudah bagi Agus. Tidak sampai setengah jam pasti selesai,” kata Agus sambil mengambil daging ayam yang paling gemuk di depannya.

“ Wah berarti anak Bapak pintar. Tapi, PR itu dikerjakan bukan hanya dilihat. Dulu, saat Bapakmu masih sekolah, Bapak sukanya menggampangkan setiap tugas dari Bapak dan Ibu Guru. Bapak merasa tugas matematika yang ditugaskan guru sangat mudah. Ternyata saat dikerjakan tidak semudah seperti yang Bapak kira. Membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Coba hitung, kalau satu soal saja membutuhkan waktu setengah jam, berapa jam waktu untuk menyelesaikan sepuluh soal? Bagaimana bila dalam sehariada PR dari2 atau 3 pelajaran?” kata Bapaknya mencoba mengingatkan.

“ Alah, Pak….Pak…Agus mau ke kamar, belajar,” katanya sambil meninggalkan Bapak dan Ibunya yang masih makan. Sambil tiduran Agus mencoba membuka-buka bukunya. Perut yang kenyang dan tubuh yang lelah membuat matanya tidak bisa diajak membaca buku. Buku yang dipegangnya akhirnya jatuh menimpa wajahnya. Agus pun melayang ke alam mimpi.

Satu hari, dua hari, tiga hari, sepulang sekolah Agus selalu bermain layang-layang sampai matahari tenggelam. Sampai pada suatu malam ia terkejut melihat buku-buku catatannnya. Ternyata besok pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Inggris yang semua ada PRnya.

“ Hukumannya bagi yang tidak mengerjakan PR adalah berdiri di depan kelas.,” kata guru Matematika yang juga wali kelasnya tersebut.Dengan terpaksa malam itu juga ketiga PR tersebut harus selesai. Saat kentongan dari gardu sebelah rumah dipukul 12 kali, Agus baru selesai mengerjakan PRnya. Tanpa membereskan meja belajarnya, ia membungkus tubuhnya dengan selimut merah tebal yang selalu setia menemaninya berjalan-jalan di alam mimpi.

Keesokan pagi Ibunya dengan susah payah membangunkan anak semata wayangnya tersebut. Setelah mandi dan sarapan pagi dengan wajah menahan kantuk, Agus berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya.

“ Waduh, enak juga jadi tukang becak. Jam-jam segini masih molor di atas becak,” gumam batinnya saat melintasi pangkalan becak.

Dua jam pelajaran dilaluinya dengan lancar. Tetapi saat pelajaran Matematika, Agus tidak kuasa menahan kantuknya. Seperti biasa Bu Ami menyuruh murid-muridnya mengerjakan PR di depan kelas, urut berdasar tempat duduknya.

“ Wah, aku masih lumayan lama,” gumam Agus sambil meletakkan kepalanya di atas tumpukkan kedua tangannya yang dijadikan bantal. Tanpa ia sadari, ia pun tertidur.

“ Nomer 19 siapa?” tanya Bu Ami.

“ Ha…Ha….Ha…Agus Bu!!!” serentak seisi kelas menjawab pertanyaan gurunya.Bu Ami langsung menatap tempat duduk Agus. Dilihatnya ia masih tertidur dengan pulasnya. Muka Bu Ami merah padam menahan marah.

“ Agus, maju!”

Teriakan Bu Ami sontak mengagetkan Agus. Ia pun kebingungan. Joko, teman sebangkunya, mengingatkannya akan perintah Bu Ami tadi. Agus pun maju dengan hati berdebar-debar akibat kesalahannya. Mukanya beraneka warna menahan malu.

“ Agus, kenapa kamu sampai ketiduran? Apa kamu ikut siskamling tadi malam?” tanya Bu Ami dengan lembut tanpa terlihat marah sedikitpun. Agus pun menceritakan kerja lemburnya tadi malam.

“ Makanya jangan menunda-nunda mengerjakan sesuatu. Tiappulang sekolah, kerjakan dulu PRnya baru bermain. Sedikit-sedikit nanti kalau bertumpuk menjadi bukit lho. Ibu harap, kejadian initidak diulangi kembali. Ya sudah, sekarang kerjakan nomer 19!”

“ Baik Bu.”

Sejak saat itu Agus menjadi sadar. Sesuatu yang sedikit apabila dikumpulkan akan menjadi banyak. PR yang sedikit apabila dikumpulkan akan menjadi bukit PR yang mungkin ia sendiri tidak akan sanggup mengerjakan semuanya.

NB :

vUntuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community dengan judul: Inilah Hasil Karya Festival Fiksi Anak.

vSilakan bergabung di grup FB Fiksiana Community.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun