Mohon tunggu...
Ahmad Yusril Wafi
Ahmad Yusril Wafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulislah! Maka Kau Akan Abadi

Mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sengkarut Eksistensi Guru WB Non-Kategori di Pemalang

2 Desember 2019   22:28 Diperbarui: 2 Desember 2019   22:34 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: m.cnnindonesia.com

Guru Sekolah Negeri (SD, SMP, SMA) di Kab. Pemalang yang pensiun setiap tahun berkisar 400 orang. Sementara Pemkab Pemalang tidak bisa mengisi kekurangan guru sekolah, sebab sesuai dengan aturan regulasi yang ada kewenangan mengangkat PNS adalah Pemerintahan Pusat. 

Sesuai dengan aturan normatif yang ada, untuk mengisi kekurangan guru sekolah negeri. Pemkab dilarang mengangkat honorer atau dengan sebutan lain yang sejenis.

Masalah ini terus berjalan bertahun-tahun lamanya selama moratorium pengangkatan PNS. Para Kepala Sekolah kesulitan memecahkan masalah kekurangan guru di sekolahnya. Mulailah karena kondisi mendesak untuk keberlangsungan KBM, para Kepala sekolah menerima dan mengangkat guru. 

Kemudian mereka dikenal dengan nomenklatur guru honorer K1,K2,K3 dan Wiyata Bhakti (WB) non kategori. Merekalah yang mengajar di Sekolah mengisi kekurangan guru yg ada karena pensiun. Setelah ada anggaran BOS dari Pemerintahan Pusat mereka diberikan honor oleh sekolah dengan variasi Rp 150.000 - Rp 300.000/bulan sesuai dengan kemampuan sekolah masing-masing.

Ketika ada kebijakan dari Pemerintahan Pusat bahwa guru honorer K1 diangkat PNS tanpa test, mulailah terjadi gelombang unjuk rasa sampe Tingkat Nasional yang dilakukan para guru honorer K2 dan K3 minta diangkat PNS, sementara guru WB non katagori masih diam belum bersikap. 

Ketika Pemda dengan APBD memberikan tambahan honor kepada para guru K2 dan K3 sebesar Rp 500.000/bulan, mengusik para guru WB. Mereka menghimpun kekuatan solidaritas dengan membentuk Forum Guru WB non katagori dan dimulailah mereka menyalurkan aspirasinya ke DPRD (Komisi D). 

Yang diperjuangkan mereka, tidak minta diangkat PNS tetapi diakui eksistensinya oleh Pemda dengan diberikan SK Bupati, mengingat ada yang sudah mengabdi belasan tahun, sehingga dapat diberikan honor dari APBD untuk sekedar hidup layak bukan dari pos dana Hibah yang maksimal hanya 2 tahun.

Bertahun-tahun mereka berjuang untuk itu, akan tetapi tidak membuahkan hasil dan yg lebih menyedihkan mereka justru telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi busuk agar memilihnya dalam Pileg, sembari diberikan janji-janji palsu.

Guru-guru WB yg semuanya berpendidikan S1 pendidikan, utamanya di Pemalang Selatan mereka tidak hanya bertugas  mengajar di kelas, tetapi mereka menjadi satu satunya tumpuan sebagai tenaga admintrasi sekolah yaitu sebagai tenaga operator dapodik yg berbasis IT, karena mereka rata-rata tidak gaptek. Kita ketahui bahwa di SD tidak terdapat tata usaha (TU) tidak seperti di SMP dan SMU/SMK.

Mulai tanggal 2 Desember 2019 Forum Guru WB non katagori Kab. Pemalang menyatakan mogok mengajar sampe batas waktu yg tidak ditentukan, padahal di SD saat ini sedang berjalan ujian sekolah dan merekalah yang mengerjakan e-Rapot. 

Ketika semua pihak menghormati statement Kebijakan Bupati pada pertemuan dengan Forum guru WB di hotel  Kencana pd tgl 29 November 2019, mestinya situasi menjadi mereda dan guru WB tidak akan mogok. 

Tapi para Pejabat struktural di Dindikbud dan orang di luar sistem kedinasan seperti PGRI pada ikut-ikutan komentar, bersikap, bahkan nadanya sudah menteror, mengancam maka situasi menjadi tambah memanas. 

Hingga pada tanggal 2 Desember 2019 guru WB melakukan aksi membisu ke DPRD Pemalang sebagai tanda dimulainya mogok mengajar, yang ditandai dengan menutup mulutnya dengan masker sambil menyerahkan seragam PGRI kepada Ketua PGRI karena mereka telah dianggap sebagai guru liar dan  bukan anggota PGRI dengan alasan mereka tidak pernah mendaftar sebagai anggota PGRI.

Kepada seluruh Pejabat struktural, fungsional di Kab Pemalang, saya cuma ikut menghimbau, hormatilah kebijakan Bupati. Apabila Bupati sudah mengambil kebijakan walaupun melalui pernyataan, maka jangan ada lagi  pernyataan-pernyataan dari saudara, tugas saudara hanya menindak lanjuti kebijakan tersebut. 

Tidak usah pada mencari panggung sendiri-sendiri, ini justru menjadikan situasi tambah runyam dan pada akhirnya dampaknya tetap menjadi tanggung jawab Bupati.

Kepada guru WB SD dan SMP yang jumlahnya hampir 3000 orang, jajaran Dindikbud jangan hanya menuntut kewajiban mereka saja, hak mereka dikaji dan ditelaah secara hukum dan ajukan usulan kepada Bupati untuk mendapatkan keputusan berupa kebijakan Bupati. 

Jangan residu dilemparkan kepada Bupati, seperti filosofi melempar bola panas kepada Bupati. Kemudian tupoksi Dindikbud apa ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun