Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah, Bahasa Gaul, Bahasa Indonesia, Semuanya Alat Komunikasi

31 Oktober 2022   19:11 Diperbarui: 1 November 2022   06:39 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Ragam Bahasa di Indonesia | Sumber photo: kissparry.files.wordpress.com

Penggunaan bahasa Indonesia dalam keluarga, mungkin lebih banyak kita temui pada keluarga-keluarga perantau yang kini jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan beberapa puluh tahun lalu. Perantau dari daerah, yang awalnya berbahasa daerah, namun karena pindah lokasi ke perantauan, dimana awalnya mereka tidak fasih berbahasa daerah setempat, maka mau tidak mau mereka harus menggunakan bahasa Indonesia. Sesuai dengan fungsinya, dalam hal ini bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai alat pemersatu. Menyatukan orang-orang Indonesia yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing, namun menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan orang dari daerah lain yang bahasa daerahnya tidak sama.

Andai tidak ada bahasa Indonesia, mungkin yang terjadi adalah penggunaan bahasa Tarzan sebagai alat komunikasi diantara orang-orang yang tidak saling mengerti bahasa lawan bicaranya. Bahasa Tarzan dengan menggunakan tangan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan.

Dalam keluarga perantau, umumnya mereka yang kemudian beranak pinak di tempat yang baru, keturunan mereka tidak banyak yang dapat menggunakan bahasa daerah asal orang tuanya. Kecuali di rumah mereka masih menggunakan bahasa daerah tersebut. Itu pun biasanya logatnya sudah beda. Bukan lagi logat asli, tetapi mengikuti logat setempat.

Sebenarnya tidak masalah orang menggunakan bahasa apa saja, asalkan saling mengerti satu sama lain. Andai dipaksakan menggunakan bahasa Indonesia dengan orang-orang tua di daerah yang umumnya tidak fasih berbahasa Indonesia, tentu tidak akan terjalin komunikasi yang baik. Andai dipaksakan berbahasa daerah dengan orang yang tidak mengerti bahasa tersebut pun sama saja, tidak akan terjalin komunikasi.

Jadi menurut saya menguasai lebih dari dua bahasa selain bahasa Indonesia dan bahasa International adalah sesuatu yang baik. Bayangkan ketika ada kakek, nenek dari kampung, yang tidak fasih berbahasa Indonesia, datang ke rumah anaknya hendak melihat anak cucunya. Anaknya sibuk bekerja sementara cucu-cucunya tidak dapat bercengkrama dengan mereka karena tidak menguasai bahasa daerah. Kasihan kan.

Seperti sebuah keluarga Indonesia yang tinggal di Amerika dalam waktu cukup lama, diketahui anak-anaknya tidak lagi dapat berbahasa Indonesia. Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Inggris, karena orang-orang sekitar juga berbahasa Inggris. Ketika ada yang bertanya mengenai bagaimana kalian berkomunikasi dengan kakek-nenekmu jika tidak dapat berbahasa Indonesia? Mereka tidak dapat menjawab. Berarti kemungkinan besar mereka jarang berkomunikasi dengan kakek-neneknya yang tidak berbahasa Inggris.

Bahasa sebagai alat komunikasi tidak terbatas pada bahasa Indonesia, bahasa daerah, atau bahasa International. Esensinya terletak pada, apakah orang-orang yang berkomunikasi itu saling mengerti maksud dari lawan bicaranya.

Dalam pidato-pidato disarankan untuk menggunakan bahasa Indonesia baku. Sejujurnya agak susah buat saya dan teman-teman yang kebetulan tergabung dalam komunitas Toastmasters berbahasa Indonesia, dimana tata bahasa dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi salah dua dasar penilaian. Masalahnya bahasa baku tersebut tidak terlalu familiar dalam bahasa sehari-hari. Bayangkan jika sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia yang benar-benar baku. Aneh rasanya. Memang aneh atau tidak tergantung dari kebiasaan yang berlaku. Dan kenyataannya yang biasa dipakai sehari-hari itu adalah bahasa Indonesia yang sudah bercampur dengan berbagai bahasa, entah itu bahasa asing, bahasa daerah, bahasa prokem, bahasa Jaksel, atau bahasa gaul lainnya.

Jadi jika dalam EYD 5, kata-kata dalam bahasa gaul seperti baper, lemot, lebay sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka hal ini membuat kita semua lebih mudah beradaptasi dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan benar dan tentunya lebih enak terdengar di telinga. Rasanya merasa merdeka juga dalam hal menulis.

Namun demikian, tetap saja ada bahasa-bahasa gaul yang  jika dipakai dalam pidato-pidato formal atau  tulisan-tulisan, terasa kurang elegan didengar atau dibaca. Contohnya tulisan-tulisan dengan bahasa yang terlalu bergaya "ABG".  Mungkin cocok untuk kalangan ABG atau Anak Baru Gede tetapi tidak cocok untuk kalangan yang lebih dewasa. Jadi walaupun beberapa bahasa gaul mulai diserap menjadi bahasa Indonesia baku, mudah-mudahan tidak sampai menghilangkan ke-elegan-an bahasa Indonesia. Kalau kita dengar bahasa serumpun lain, seperti bahasa Malaysia, buat saya pribadi, bahasa Indonesia jauh lebih elegan. Jadi, meskipun EYD V membuat bahasa Indonesia lebih adaptif, semoga bahasa Indonesia dapat mempertahankan ke-elegan-annya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun