Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berani Membela Diri Sendiri untuk Mencegah Perundungan Beruntun

6 September 2021   11:37 Diperbarui: 6 September 2021   11:54 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: peoplemattersglobal.com

Membaca mengenai perundungan di tempat kerja, yang berawal dari kasus pegawai KPI yang mengalami pelecehan seksual sejak 2012, saya teringat seorang teman yang menuliskan "Crime Prevention Practitioner"  dalam biodata pada akun Linkedin-nya. Lantas saya bertanya, apa maksudnya Crime Prevention Practitioner? Karena setahu saya teman ini bukanlah seorang polisi, bahkan dia adalah seorang direktur dari sebuah perusahaan rekrutmen.

Rupanya, yang dia maksud dengan Crime Prevention memang berhubungan dengan dunia kerja, karena itu adalah pencegahan kejahatan didunia kerja. Saya tidak tahu pasti apakah yang dimaksud adalah kejahatan tertentu, seperti penipuan rekrutmen atau yang lain. Tetapi perundungan, menurut saya, adalah tindakan kejahatan juga. Apalagi jika sudah merendahkan martabat seseorang.

Mengapa perundungan itu bisa menimpa seseorang? Yeah biasanya yang menjadi korban adalah orang yang dianggap "lemah", dianggap tidak akan berani melawan, beda sendiri dalam arti tidak nyambung dengan dunia orang lain disekitarnya, dan...kemungkinan besar, orang itu adalah tipe orang yang tidak percaya diri, tidak nyaman dengan dirinya sendiri, rendah diri, dsj.

Pada dasarnya setiap orang memang unik, tidak ada yang sama. Jadi mengapa merasa tidak nyaman jika kita tidak "sealiran gaul" dengan orang-orang disekitar kita? Jika kita menghormati orang lain dengan segala keunikannya, bukankah kita juga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang kita lakukan pada orang lain? Jika orang lain merendahkan martabat kita, kita juga berhak marah bukan?

Ada orang yang memang senang sendirian, ada orang yang senang keramaian, ada yang introvert, ada yang extrovert, ada yang mudah bergaul, ada pula yang pendiam. Saya kira tidak ada yang salah dengan semua itu. Bukankah katanya kelompok orang-orang seperti pelukis dan penulis, justru kebanyakan senang menyendiri demi menghasilkan suatu karya yang bagus? Jadi saya kira hanya perlu belajar bagaimana cara mengolahnya apa yang ada dalam diri kita.

Dulu, saya pendiam dan orang-orang disekitar saya sering mengkritik karena saya dianggap terlalu pendiam. Bahkan ketika atasan saya mempersiapkan saya untuk menggantikan dia karena dia akan mengundurkan diri, para pengambil keputusan tidak ada yang yakin dengan saya. Alasan mereka, saya terlalu pendiam. Dan mereka tidak mengetahui sepak terjang saya dalam pekerjaan selama bekerja untuk mereka. Sepertinya hanya atasan saya yang tahu kemampuan saya.  Mengetahui itu, saya kecewa dan kemudian berjanji dalam hati, "Suatu hari nanti, saya akan mendunia, dan mereka akan tahu kemampuan saya".  Untungnya, dikemudian hari, saya mendapat kesempatan untuk bekerja bersama-sama dengan orang-orang hampir dari seluruh dunia, walau cuma di Asia saja. Setidaknya saya lebih maju daripada saya yang dulu.

Pekerjaan ditempat yang berbeda-beda dan bekerja bersama  macam-macam latar belakang orang dan budaya, serta keberanian untuk gagal membuat saya bisa berubah. Bahkan saya merasa agak sulit untuk menjadi pendiam lagi he...he..he.... Padahal, sekarang saya menyadari, justru orang yang tidak terlalu banyak bicaralah yang mendapatkan informasi lebih banyak karena biasanya orang pendiam itu juga pendengar yang baik. Dengan informasi lebih banyak, tentunya dapat menyusun strategi lebih baik. Selain itu, semua orang pasti senang didengarkan, dan biasanya orang pendiam lebih dipercaya untuk menjadi pendengar, karena diyakini orang pendiam tidak akan menyebarkan apa yang didengar kepada orang lain.

Pendiam, senang menyendiri, tidak punya banyak teman, menurut saya tidak selalu berarti orang yang lemah. Malah kadang-kadang merekalah orang-orang yang punya kekuatan lebih. Tetapi orang yang rendah diri dan tidak percaya diri, mereka itulah orang yang lemah, yang punya kesempatan lebih banyak untuk dibully, diejek, ditertawakan, dan dimanfaatkan.

Bagaimana tidak. Orang-orang yang rendah diri dan tidak percaya diri biasanya kurang mencintai dan kurang menerima dirinya sendiri. Jadi bagaimana mereka mengharapkan orang lain untuk mencintai dan menghargai mereka sebagai sesama manusia . Terlepas dari perbuatan salah dari orang-orang yang merundung seseorang, seharusnya kita tidak memberi kesempatan orang lain untuk melakukan itu semua pada kita. Setidaknya jangan biarkan ada kejadian berantai, setelah kejadian pertama, ada kejadian kedua, ketiga, dan seterusnya.

Semua orang dapat menjadi korban. Tetapi apakah kita akan membiarkan diri terus-menerus dirundung orang lain? Tentu tidak! Korban perlu menunjukan bahwa dia tidak takut dan berani melaporkan para pelaku. Jadi seseorang yang dirundung harus melakukan perlawanan. Dan jangan lupa, simpan bukti-bukti, karena bukan tidak mungkin justru si korban dituduh memfitnah jika dia tidak dapat membuktikan kejadian itu benar-benar terjadi atau tidak. Setidaknya catat tanggal dan waktu kejadian, apa yang terjadi, dan siapa saja pelakunya. Hal ini penting agar ketika melaporkan kejadian perundungan, korban dapat menceritakan dengan percaya diri, dan bukan mengira-ngira antara ingat sebagian lupa sebagian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun