Mohon tunggu...
Vivi Nurwida
Vivi Nurwida Mohon Tunggu... Mom of 4, penulis, pengemban dakwah yang semoga Allah ridai setiap langkahnya.

Menulis untuk menggambarkan sempurnanya Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anak Muda Korban Krisis Tenaga Kerja Global, Kapitalisme Gagal Menyejahterakan

10 September 2025   15:27 Diperbarui: 10 September 2025   15:34 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena krisis tenaga kerja kini tidak hanya menimpa negara berkembang, tetapi juga mengguncang negara-negara maju semisal Inggris, Prancis, Amerika Serikat, bahkan Cina.

Sejumlah data terkini mengungkapkan meningkatnya pengangguran. Lebih jauh, muncul fenomena sosial unik: sebagian orang rela berpura-pura sibuk bekerja, bahkan ada yang menerima pekerjaan tanpa upah, semata agar dianggap memiliki status pekerjaan.

 Di Indonesia sendiri, meski angka pengangguran nasional sedikit menurun, namun realitas di baliknya justru menunjukan kenyataan pahit bahwa separuh pengangguran didominasi oleh anak muda.

Generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung peradaban malah terjebak dalam lingkaran pengangguran. Banyak lulusan perguruan tinggi maupun sekolah vokasi yang tidak terserap dunia kerja. Sementara itu, industrialisasi bukannya menciptakan lapangan kerja baru, malah dihantam badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Fenomena ini  jelas menunjukkan bahwa sistem ekonomi global yang berbasis kapitalisme telah gagal mewujudkan kesejahteraan.

Kapitalisme Gagal Menyediakan Lapangan Kerja

Kapitalisme dibangun di atas logika akumulasi modal. Seluruh aktivitas ekonomi diarahkan untuk mencetak keuntungan setinggi-tingginya, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara adil. Karena itu, ketika industri mengalami tekanan, yang pertama dikorbankan adalah tenaga kerja. PHK massal, upah murah, dan fleksibilitas kerja hanyalah konsekuensi logis dari sistem ini.

Di Indonesia, ketimpangan kekayaan semakin mempertegas wajah kapitalisme. Celios dalam laporan tahun 2024 mencatat jurang ketimpangan mencolok: harta 50 orang terkaya di negeri ini setara dengan milik 50 juta penduduk. Artinya, kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elit, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kondisi serba sulit. Negara yang semestinya menjadi pengurus rakyat justru lepas tangan, menyerahkan urusan kerja sepenuhnya pada mekanisme pasar. Job fair, pelatihan vokasi, hingga program wirausaha hanyalah tambal sulam kapitalisme yang tidak menyentuh akar persoalan.

Analisis ini senada dengan pandangan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi Islam), yang menegaskan bahwa kapitalisme secara struktural menciptakan ketidakadilan karena tidak memiliki mekanisme distribusi kekayaan yang adil. Kekayaan menumpuk pada pemilik modal besar, sedangkan mayoritas rakyat dibiarkan bersaing bebas tanpa perlindungan. Akibatnya, pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan menjadi penyakit kronis yang tak kunjung teratasi.

Peran Negara

Islam menawarkan konstruksi alternatif yang berbeda secara fundamental dari kapitalisme. Dalam Islam, negara dipandang sebagai raa'in (pengurus) yang bertanggung jawab penuh atas urusan rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Rasulullah bersabda:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun