Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Museum of Broken Relationship, Tempat yang Pas untuk "Buang" Barang Pemberian Mantan

10 Januari 2020   10:10 Diperbarui: 10 Januari 2020   19:52 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Bagi yang pernah mengalami patah hati, pasti sepakat dengan lirik lagu Megi Z, "daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi". Karena sesakit-sakitnya sakit gigi, (jauh) lebih sakit patah hati. 

Ketika "putus" dengan orang tersayang, dunia serasa runtuh. Makan tak enak. Tidur tak nyenyak. Apapun rasanya salah. Sampai-sampai tidak ada semangat hidup.

Masalah patah hati ini memang menarik. Begitu banyak bidang studi yang mencoba memahaminya. Bahkan masalah patah hati ini dicoba dibahas dari sisi ilmiah, di mana salah satu penelitian menyebutkan diperlukan waktu 11 minggu bagi seseorang untuk merasa lebih baik setelah mereka "putus".

Dalam suatu hubungan, tentunya kita ingin membahagiakan orang yang kita sayangi. Dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memberi hadiah. 

Hadiah dapat diartikan sebagai bentuk perhatian. Ketika kita memilih hadiah, tentunya tidak sembarangan. Berusaha mencari hadiah yang sesuai dengan orang yang kita sayangi.

Hadiah bisa berhubungan dengan hari istimewa, seperti ulang tahun atau hari "jadian". Bisa pula diberi secara spontan. Karenanya, barang hadiah tersebut jadi memiliki nilai, yang bila hubungan masih mesra, tentunya akan menambah rasa sayang, rasa kangen, dan rasa-rasa postif lainnya. Namun sebaliknya, bila hubungan berakhir, barang tersebut malah bisa menimbulkan rasa-rasa negatif.

Dan karenanya, ingin rasanya membuang barang-barang pembawa kenangan tersebut. Walaupun kadangkala ada rasa tidak tega saat ingin membuangnya. 

Adalah sepasang kekasih asal Kroasia yang bernama Olinka Vitica (seorang produser film) dan Drazen Grubisic (seorang pematung) yang menjalin hubungan dan karena sesuatu hal, hubungan mereka tidak dapat berlanjut. Mereka berpisah secara baik-baik pada tahun 2003, namun sulit untuk benar-benar melupakannya.

Banyak barang-barang kenangan hasil dari hubungan selama 4 tahun tersebut. Barang-barang yang menjadi saksi kisah kasih mereka. Mungkin karena keduanya kebetulan orang-orang yang berkecimpung di dunia kreatif, maka timbul ide yang kreatif pula dalam menghadapi "permasalahan" barang-barang kenangan ini.

Olinka menulis sebuah esai dengan judul "The Museum of Broken Relationships". Museum yang hanya merupakan metaphor dalam bentuk tulisan itu, atas dorongan dari Drazen, akhirnya direalisasikan dalam bentuk Museum yang sesungguhnya.

Pada tahun 2006, Museum of Broken Relationships dipamerkan pertama kali di Glyptotheque Zagreb, sebuah galeri seni di Zagreb, sebagai bagian dari acara Zagreb Salon of Visual Art yang ke-41. 

Barang-barang yang dipamerkan adalah barang-barang hasil dari hubungan yang kandas, baik dari koleksi mereka pribadi dan juga dari koleksi sumbangan teman-teman mereka.

Di tahun-tahun berikutnya, pameran diselenggarakan di berbagai Negara, diantaranya Jerman, Filipina, Singapur dan Amerika Serikat. Di setiap pameran, barang yang dipamerkan berbeda-beda, karena mereka menerima banyak "sumbangan" barang-barang dari mereka yang patah hati di tempat mereka mengadakan pameran.

Pada tahun 2010, museum ini memiliki tempat yang permanen. Mantan kekasih ini memutuskan untuk menyewa bangunan di Zagreb dan menjadikannya Museum of the Broken Relationships.

Di tempat ini, kita bisa melihat barang-barang yang berhubungan dengan hubungan yang tidak berhasil. Di setiap barang akan disertai cerita mengenainya. Selain bisa melihat secara langsung di museum, kita juga bisa melihat koleksi di website yang dibuat oleh mereka.

Di website disediakan sarana bagi yang ingin menyumbang cerita atau barang secara virtual. Melihat barang-barang tersebut, menarik sekali. Barang-barang yang sepertinya biasa, namun dengan membaca kisah singkat yang menyertainya, kita dapat melihat kalau barang tersebut memiliki makna mendalam.

Contohnya, sebuah kaca pembesar yang disertai dengan tulisan "Ia memberikan ini sebagai kenang-kenangan sebelum aku pergi. Aku tak pernah mengerti mengapa ia memberikan kaca pembesar, dan ia tidak pernah menjelaskan pula artinya. Tapi ia dulu selalu mengatakan kalau ia merasa "kecil" saat ia berada di dekatku." Sebuah benda yang yang disumbangkan oleh seorang pria asal Filipina.

Sumber: Brokenships.com
Sumber: Brokenships.com
Layaknya sakit, semua tentunya ingin bisa sembuh secepat-cepatnya. Demikian pula sakit yang ditimbulkan dari patah hati. Namun, tubuh kita memerlukan waktu untuk sembuh. Demikian pula dengan sakit hati. Kita perlu waktu untuk bisa bangkit lagi. Biasanya setelah sembuh dari sakit, kita bisa mengambil hikmahnya.

Misalnya dengan menghindari dari penyebab sakit tersebut. Atau kita jadi lebih tahu tentang tubuh kita, tentang cara menyembuhkan, proses penyembuhan, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan patah hati. Walaupun sakit yang ditimbulkan luar biasa, namun ada hikmah yang bisa kita dapatkan.

Saat ini adalah saat yang tepat untuk refleksi diri. Nilai apa yang utama bagi kita. Apakah ada hal yang perlu kita ubah dari diri kita. Dengan berakhirnya hubungan, kita juga bisa melihat "mantan" lebih objektif, dapat melihat "kekurangan"nya yang saat-saat mesra tidak terlihat. Dan kita malah bisa merasa bersyukur bisa terlepas darinya. 

Banyak orang yang menderita sakit yang sama terkadang suka membentuk grup, untuk saling memberikan kekuatan. Karena dengan memiliki sakit yang sama, mereka akan lebih mengerti segala rasa sakit, rasa frustasi, dan segala emosi lainnya dari sesama penderita.

Mereka bisa saling menguatkan dan memberi dukungan. Museum ini sedikit banyak memiliki konsep yang serupa. Dengan mengunjunginya, kita menjadi tahu bahwa kita tidak sendirian.

Bahwa banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal yang sama. Sakit yang sama. Mungkin ini pula yang membuat museum ini selalu menuai "kesuksesan". 

Banyak yang tertarik datang dan bahkan juga menjadi kontributor, menyumbang barang hasil hubungan mereka yang kandas. Di sini, kita seperti mendapatkan dukungan, kekuatan, dan empati dari barang-barang yang dipamerkan.

Museum ini memberikan sarana baik bagi penyumbang maupun pengunjung. Berbagi cerita merupakan sarana untuk membuka diri dan mengurangi rasa sakit/sedih, yang dapat membantu proses penyembuhan.

Akan ada rasa lega bila kita bisa "curhat". Sedangkan bagi yang melihat dan membaca kisah tersebut, kadangkala bisa mendapatkan inspirasi, dukungan dan kekuatan untuk bangkit lagi.

Museum ini juga mengajarkan hal yang penting menurut saya. Dalam kehidupan, kita terbiasa untuk merayakan keberhasilan. Keberhasilan dalam hubungan, dirayakan dengan pesta pernikahan. Keberhasilan dalam belajar, dirayakan dengan upacara wisuda.

Namun, apakah ada yang pernah berpikir bahwa kegagalan juga suatu hal yang penting. Suatu hal yang membuat kita menjadi lebih kuat. Menjadi lebih bijaksana. Museum ini menyediakan sarana untuk "merayakan kegagalan".

Jadi, bila putus dengan pasangan dan ingin membuang barang-barang kenangan, museum ini bisa menjadi pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun