Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membesarkan Anak, Ternyata Mirip Seperti Membuat Roti

4 Oktober 2019   09:20 Diperbarui: 4 Oktober 2019   21:35 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti harapan seorang baker bila rotinya memberi kepuasan bagi yang menyantapnya, demikian pula dengan orang tua yang berharap anaknya dapat menjadi pribadi yang bisa membawa kebaikan bagi sekitarnya.

Satu hal yang saya juga belajar dari pembuatan roti, adalah wajar bila kita melakukan kesalahan dalam pembuatannya. Contoh kesalahan paling gampang dilakukan adalah lamanya waktu proofing. 

Bisa kekurangan atau kelebihan. Namun kesalahan tersebut dapat "dibetulkan". Adonan roti yang terlanjur overproofing, dapat "diselamatkan" dengan cara "dikempiskan" dan dibentuk ulang, untuk kemudian di proofing kembali dengan jangka waktu tertentu (tentunya diharapkan kali ini jangan sampai overproofing lagi). 

Demikian pula halnya dalam membesarkan anak. Terkadang orang tua juga bisa melakukan kesalahan. Terlalu "melayani" anak. Terlalu protektif. Atau malah terlalu membiarkan. Anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri. Tidak percaya diri, dan sebagainya. "Kesalahan" ini juga bisa diperbaiki. Berikan waktu untuk anak. Berinteraksi dengan anak. Dan banyak cara lainnya.

Juga satu hal lagi yang saya petik dari pembuatan roti, adalah bahwa bahan yang dipakai akan mempengaruhi hasil akhir. Bila hanya memakai tepung, air dan ragi, hasilnya adalah roti dengan tekstur yang keras. Sedangkan bila ditambah dengan telur dan mentega, akan menghasilkan roti yang lembut. Mana yang lebih baik? Tidak ada. Semua kembali ke selera. 

Masing-masing jenis roti punya kalangan penggemarnya masing-masing. Kalau saya, saya menghargai keduanya. Terkadang saya ingin menikmati roti yang selembut kapas, tetapi adakalanya kangen dengan crusty artisan bread.

Demikian pula halnya dengan kita manusia. Segala yang kita "terima", akan membentuk karakter/kepribadian kita. Apakah ada yang salah dan benar? Adakah yang unggul dan lemah? 

Menurut saya tidak. Masing-masing karakter dan kepribadian unik. Ibarat puzzle yang masing-masing memiliki tonjolan dan cekungan, yang mana hal ini justru yang akan saling melengkapi dan membuat puzzle menjadi gambar utuh yang indah. Atau ibarat bunga, warnanya beraneka ragam. Masing-masing warna memiliki keindahannya sendiri. 

Perpaduan beragam warna bunga akan menghasilkan taman yang indah. Kepribadian dan karakter manusia yang beragam, memberi kehidupan yang lebih berwarna dan menarik.

Jadi bila ingin mencari inspirasi (tentang apapun), boleh mencoba baking. Tertarik ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun