Adakalanya pesawat pesawat yang mengalami kecelakaan selama Perang Dunia kedua oleh pihak militer dilakukan restorasi pesawat tersebut untuk dijadikan monumen atau display di museum terutama bila pesawat ditemukan dalam keadaan utuh atau juga masih mungkin untuk dilakukan restorasi.
Akan tetapi kegiatan arkeologi aviasi ini terkadang terhambat oleh klaim kepemilikan atas pesawat yang jatuh tersebut, seperti contoh pihak Angkatan Laut Amerika memiliki Undang-Undang Sunken Military Craft yang di tetapkan pada tahun 2004 yang melarang untuk menganggu, memindahkan serta merusak lokasi kecelakaan segala jenis kendaraan (craft) baik itu kapal maupun pesawat terbang milik Angkatan Laut.
Pada jaman sekarang, lokasi pesawat yang jatuh juga selalu harus diangkat dan dipindahkan dari lokasi kejadian untuk keperluan investigasi oleh pihak berwenang sehingga hal ini juga membuat kegiatan arkeologi aviasi tidak dapat dilakukan sepenuhnya.
Tujuan dari kegiatan ini sebenarnya sama halnya dengan arkeologi pada umumnya namun dalam hal ini pesawat terbang dan hal lain yang berhubungan dengan aviasi seperti bandara dan pangkalan udara menjadi kegiatan mereka untuk mencari, menemukan serta mendokumentasikan lokasi-lokasi jatuhnya pesawat dan lainnya apa adanya tanpa memindahkan satu puing pun sehingga dapat dijadikan sebagai situs sebagai bahan studi dan sejarah layaknya bangunan kuno pada arkeologi pada umumnya.
Menara Kontrol pada bandara Kemayoran bisa menjadi salah satu situs dari arkeologi aviasi di Indonesia namun entah nasibnya kini bagaimana.