Mohon tunggu...
Violla Febriani
Violla Febriani Mohon Tunggu... Freelancer - Postman

Postman!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mas, Sahur

15 Oktober 2019   11:37 Diperbarui: 15 Oktober 2019   11:39 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas, sahur."

Aku taruh kembali telepon genggamku tepat setelah mengirim pesan. Imsak memang masih lama, hanya saja aku ingin menjadi orang pertama mengucapkan sahur padanya di hari pertama puasa.

Dingin. Aku menggigil. Kubenarkan posisi selimut. Sejenak kemudian kurengkuh boneka beruang besar di pojok tempat tidur dan berharap hangat aku temukan di sana. Nyatanya sama saja, aku masih tetap menggigil. Benar, aku memang tidak pernah bisa bersahabat dengan udara dingin. Barangkali ini yang membuatnya sontak terbahak saat aku bercerita ingin menghabiskan masa tua di Salatiga.

Lima menit kemudian pesanku masih saja belum terbalas. Kantuk mulai kembali datang. Sementara keinginanku untuk beranjak dan mengambil wudu terkalahkan oleh dingin yang semakin membuat ngilu dan meradang.

Pada akhirnya aku mengalah; atau lebih tepatnya kalah. Berharap malaikat memaklumi kantuk yang makin merengek dan membujuk mataku agar segera terpejam. Baiklah..sepuluh menit saja, pikirku.

---

Aku terkaget. Telepon genggamku berdering. Sontak saja aku meraihnya dan sedetik kemudian aku tersenyum. Telepon masuk dari "Mas." ternyata.

Benar, kontaknya di telepon genggamku memang sengaja kutulis "Mas." dengan tanda titik di akhir. Jika kamu tanya kenapa, mungkin kamu belum membaca tulisanku di Januari 2019. Sudahlah, tak apa. Singkatnya, karena setelah mengenalnya aku hanya merasa tak butuh spasi ataupun koma.

Aku masih tersenyum sambil berusaha membuka mata lebar-lebar. Tiba-tiba sepintas pertanyaan muncul di kepalaku. Mengapa kantukku masih saja belum hilang? Padahal konon, beberapa orang yang sedang jatuh cinta bisa seketika hilang kantuknya saat mendapati pesan dari sang cinta.

Sebentar, memangnya aku sedang jatuh cinta? Entah aku tak tau. Namun boleh kamu tengok, tepat di hatiku ada gemuruh bunga merah muda yang bertebaran tiap kali telepon genggamku berdering menampilkan pemberitahuan masuk darinya.

Tak sabar, aku angkat teleponnya. Dengan mudah aku mengenali suaranya di ujung telepon. Seperti biasa, kami mengawali pembicaraan dengan terkekeh. Ternyata sedari tadi dia sudah terjaga, hanya saja pertengkaran kecil dengan teman sekamarnya perihal menu sahur membuatnya sedikit menaikkan alis. Tapi aku tau bahwa dia tidak pernah benar-benar marah, terlebih perihal sepele.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun