Mohon tunggu...
Financial Artikel Utama

Generasi Y dan Kesalahan Mereka

24 Agustus 2018   08:29 Diperbarui: 24 Agustus 2018   23:59 2536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena sebelumnya saya belum pernah menulis topik semacam ini, maka pada kesempatan ini saya persembahkan tulisan ini terutama untuk teman-teman yang masih berumur di bawah 20 tahun sampai dengan pertengahan kepala dua. Inti dari tulisan ini adalah menyoroti rendahnya kesadaran untuk melakukan perencanaan ekuangan di usia dini, yang saya pikir dapat menjadi kesalahan terbesar bagi Generasi Y ini.

Istilah Generasi Y sepertinya memang menjadi sebuah istilah yang sedang trendy sekarang ini. Saya masih ingat pertama kali mendengar istilah ini yaitu pada tahun 2010-an ketika saya masih ada di bangku S1 dan sudah memasuki semester pengambilan mata kuliah-mata kuliah konsentrasi manajemen keuangan. 

Namun, sebelum melangkah lebih jauk lagi, siapa sih sebenarnya Generasi Y ini? Dan apa sih umumnya kesalahan finansial yang sering dilakukan oleh generasi ini?

Pernah mendengar istilah Generasi Y? Lakukan pencarian di google, maka kita bisa mendapatkan banyak referensi tentang mereka. Kebanyakan referensi yang lebih mendalam biasanya akan tersedia dalam bahasa inggris. Gampangnya seperti ini. Mereka adalah generasi yang lahir antara tahun 1980-an sampai dengan 2000-an. Mereka lahir ketika teknologi digital sedang memasuki eranya, dan pada tahun 1990-an mengalami percepatan kemajuan yang sering dirasa tak masuk akal cepatnya di mata generasi-generasi orang tua kita.

Sebuah peradaban baru yang muncul di tengah-tengah masyarakat seperti peradaban serba digital ini, tentunya seperti pedang bermata dua. Bagi yang berkesempatan mendapatkan pengarahan dan bimbingan orang tua yang baik dan benar, dan juga berada di lingkungan yang positif untuk pengembangan diri, maka Generasi Y ini akan dapat menciptakan aktivitas keseharian yang membutuhkan bantuan alat-alat digital ini dengan semaksimal dan sebaik mungkin.

dokpri
dokpri
Tapi, bagaimana dengan yang tidak seberuntung mereka, yang tidak mendapatkan kesetaraan peluang untuk mendapatkan bimbingan orang tua dan lingkungan yang positif tersebut? Pertanyaan yang klise mungkin, dan saya yakin anda pasti sudah bisa menebak-nebak jawabannya, bukan?

Aktivitas keseharian apa yang dimaksud di sini? Mungkin akan lebih pas jika dikatakan dengan istilah 'gaya hidup'. Orang-orang Generasi Y ini, jika kita lihat secara umumnya, merupakan orang-orang yang ingin eksis. Orang-orang yang ingin dan sebenarnya mampu untuk berpikir lebih kreatif dan pemikiran yang tidak terkekang dibanding generasi sebelumnya, oleh karena faktor zaman yang jauh lebih berbeda dibandingkan orang tuanya.

Orang-orang ini juga lebih technology-minded, dimana mereka lebih bisa beradaptasi dengan munculnya alat-alat bantu dalam bentuk digital untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Dan oleh karena itulah, muncul salah satu 'penyakit' dalam bentuk ketergantungan akan gadget-gadget yang bagi mereka harus selalu up-to-date. Kemungkinan kesalahan generasi ini, yang sebenarnya juga sering dilakukan oleh generasi sebelumnya juga, adalah peribahasa "Lebih Besar Pasak Daripada Tiang".

Bentuk perilaku ekonominya memang berbeda antar generasi, namun inilah sumber masalah generasi sekarang ini yang tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Mungkin sebulan, dua bulan, atau tiga bulan sekali ada model-model smartphone yang baru, tablet yang baru, atau gadget apapun yang sedang hot release, fresh from the oven,  atau diberi label best seller oleh vendor-vendor langganan mereka. 

Karena mereka adalah generasi yang aktif dan reaktif oleh rangsangan teknologi, mereka sering memiliki prinsip 'biar kekinian!' atau 'yang penting eksis, mumpung masih masa muda!'. Sedangkan ketika mereka mempunyai pemasukan / penghasilan, sangat mungkin terjadi kondisi dimana harga gadget yang bisa memuaskan nafsu mereka jauh di atas kemampuan mereka.

Nah, gaya hidup yang didominasi oleh hasrat untuk mendapatkan status sosial demi bisa diakui dan diterima lingkaran pertemanan semacam inilah orang-orang ini bisa terlibat dalam skema berhutang atau menyicil. Referensi lebih lanjut perihal kondisi psikologis generasi semacam ini bisa anda lihat di artikel ini dan artikel ini.

Dan tahu sendiri kan, nasihat-nasihat yang sering kita dengar dari para orang tua kita? Bahwa berhutang tanpa pertimbangan yang jelas dan rasional, akan membuat kita sengsara pada akhirnya. Kita menjadi budak dari orang yang memberikan kita hutang, sebelum kita bisa melunasi utang tersebut. Apalagi kalau kita menjadi terbiasa berhutang untuk konsumsi pribadi, salah-salah kita bisa terjebak dalam prinsip 'gali lubang-tutup lubang' seumur hidup kita.

Satu hal yang unik dan sering terjadi di kebanyakan orang-orang Generasi Y ini adalah, meskipun mereka terekspos oleh banyak informasi yang banyak tersebar di dunia internet, mereka belum memiliki kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan. Jangankan ditanya perihal rencana proteksi diri (baca: asuransi) atau pun investasi, kebanyakan teman-teman saya yang masih berstatus mahasiswa dan jauh di bawah saya pun masih banyak yang belum punya tabungan sendiri.

Di sini saya tidak bicara soal tabungan yang dibuatkan orang tua, melainkan tabungan yang dibuat oleh mereka sendiri. 

Karena mereka yang berani ambil action untuk sekedar membuka tabungan pribadi yang kelihatannya urusan remeh temeh dan dianggap gampang oleh mereka yang sampai sekarang tidak melakukannya, menunjukkan bahwa mereka sudah bisa mulai mikir akan tanggung jawabnya baik sebagai pribadi, sebagai calon anggota keluarga inti baru, serta calon anggota masyarakat dewasa di masa depan. Mereka sudah mulai berani membuat tujuan, meskipun bila tujuannya saat ini menabung adalah masih untuk membeli ini-itu.

Lah, jika demikian mereka selama ini browsing internet itu buat cari apa? Padahal mereka bisa dengan mudah mencari informasi yang bermanfaat untuk mereka bisa berkembang dan maju, terutama dalam hal perencanaan keuangan mereka sendiri.

Inilah yang menjadi tugas kita bersama, terutama saya katakan kepada kita-kita yang sudah memiliki taraf pengetahuan 'melek finansial', untuk menjaga teman-teman Generasi Y kita ini untuk tidak salah langkah sejak sedini mungkin. 

Sadarlah bahwa kita akan punya tanggung jawab seiring dengan semakin bertambahnya umur kita, apalagi jika sudah berbicara tentang masa depan berkeluarga yang penuh dengan tantangan hidup bersama.

Jika mereka memang masih bingung dengan cara memulainya harus dari mana dulu, maka mereka bisa mulai dari menggali kebutuhan dan menetapkan tujuan-tujuan hidup, lalu dilanjutkan dengan melakukan tes profil risiko dan referensi berinvestasi. 

Kemudian belajar melakukan pencatatan arus uang yang masuk dan keluar dari dompet, ditambah dengan pencatatan laporan keuangan pribadi yang nantinya bisa dievaluasi tingkat kesehatannya sebelum nanti bisa dikatakan pantas untuk melangkah ke zona investasi.

Sembari 'menyehatkan' kondisi keuangannya dulu sebelum bisa diperbolehkan untuk berinvestasi, mereka bisa diajak untuk mengenali pentingnya proteksi diri baik dalam bentuk asuransi swasta maupun JKN dari BPJS Kesehatan. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing yang bisa saling melengkapi. 

Asuransi swasta pun saat ini memiliki beragam produk yang beberapa diantaranya terbilang terjangkau dan bisa lebih murah daripada BPJS Kesehatan; meskipun manfaat yang bisa didapatkan juga tidak akan sebesar dan seluas produk asuransi biasa. Tapi sesuaikan dulu dengan kebutuhan dan kemampuan dompet mereka, karena belum tentu proteksi diri menjadi prioritas mereka berdasarkan penilaian dan diskusi bersama.

Mulai bingung ya dengan langkah-langkah yang tidak pernah didengar dari guru di sekolah atau orang tua di rumah? Tidak apa-apa, namanya saja belajar. Belajar itu adalah mengubah ketidaktahuan menjadi pengetahuan; tentu saja harus belajar dari orang yang paham teori dan sudah berpraktik dengan benar juga. 

Kemudian jika pengetahuan tersebut sudah bisa dipahami secara nalar, baiknya menjadi sebuah sikap kesadaran bahwa memang sudah saatnya berubah. Dan kalau memang sudah sadar, sudah niat, dan sudah berjanji, yang ada tinggal TAKE ACTION!

Sebagai penutup, tulisan ini mengedepankan konsep perencanaan keuangan untuk kalian para Generasi Y bisa terhindar dari kesalahan-kesalahan yang kelihatannya bukan merupakan kesalahan di mata kalian saat ini. Saya tidak menyuruh kalian menjadi kaya, tidak! Saya mendesak kalian untuk memikirkan masa depan, untuk menggenapi apa yang menjadi tujuan hidup kalian. 

Konsep perencanaan keuangan memiliki sebuah Utopia yang bernama kebebasan finansial atau financial freedom. Namun, jika memang anda masih tidak yakin bisa mencapainya di kehidupan ini, paling buruk coba raihlah posisi yang bernama keamanan finansial atau financial security.

Penuhilah kebutuhan kalian yang paling krusial di setiap tahap kehidupan kalian, sambil boleh diselingi dengan pemenuhan keinginan kalian yang tidak mengganggu proses tergenapinya tujuan hidup yang berakar dari kebutuhan hidup kalian. 

Pikirkan calon keluarga / keluarga inti kalian saat ini yang harus dipertanggungjawabkan kebahagiaannya, tak peduli kalian adalah laki-laki atau pun perempuan. Pikirkan lagi sampai berulang-ulang kali, apakah sesuatu yang kalian bayangkan untuk miliki atau genapi saat ini adalah needs (kebutuhan) atau wants (keinginan).

Lakukan perencanaan keuangan dengan disiplin, eksekusikan segera, kemudian serahkan hasil eksekusi tersebut pada Allah YME. Mengutip dari QS 13:11 yang adalah "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka". 

Seorang teman muslim pernah berujar pada saya bahwa maksud ayat itu adalah ubahlah kondisi jiwa kita agar tidak terbelenggu hawa nafsu, maka Allah akan memperbaiki keadaan kita sebagai seorang insan.

 Jadi, jangan mengulang kesalahan yang sama lagi ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun