Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Elektro President University

Mahasiswa Teknik Elektro President University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembebasan Pemakaian Atribut Agama, Langkah Merajut Toleransi Kembali

4 Februari 2021   23:02 Diperbarui: 4 Februari 2021   23:07 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SKB 3 menteri yang ditandatangani pada 3 Februari 2021 mungkin akan menjadi suatu sejarah yang sangat tidak bisa dilupakan generasi milenial bangsa ini, terkhususnya kepada mereka yang memiliki concern kepada toleransi dan kebhinekaan. Bagaimana tidak ? Setelah ramai isu pemaksaan penggunaan atribut agama tertentu kepada salah satu siswi SMK di Padang, pemerintah secara tegas mengeluarkan surat keputusan yang ditandatangani oleh tiga (3) menteri sekaligus. 

Isi dari SKB tersebut secara sederhana melarang PEMAKSAAN terhadap pemakaian atribut agama tertentu di lingkungan sekolah, kecuali untuk daerah Aceh yang menerapkan hukum syariat islam secara khusus.

Hal ini bagi sebagian orang ditanggapi sebagai salah satu pintu masuk sekulerisme di lingkungan pendidikan Indonesia, tetapi bagi sebagian yang lain, ini adalah langkah brilian. Mengapa demikian ? Sebab, dengan dilarangnya pemaksaan tersebut, ini akan menjadi pintu masuk kita kepada toleransi yang beberapa tahun ini mulai terkoyak. Dengan dihapuskannya pemaksaan pemakaian atribut keagamaan tertentu di lingkungan sekolah, anak murid kita akan jauh lebih mengenal tentang kebhinekaan itu sendiri. 

Anak murid kita di sekolah akan mengenal bahwa tidak semua Muslim menggunakan hijab, tidak semua orang Kristen mengenakan kalung salib, tidak semua umat Buddha menggunakan liontin dan jimat, dan seterusnya. 

Dengan kata lain, kita sebenarnya sedang membuka cakrawala murid-murid kita bahwa banyak tipikal macam manusia di dunia ini dan tidak semuanya bisa dikutubkan hanya berdasarkan apa yang mereka pakai saja. Serta, ini pun menimbulkan kesadaran secara individu bagi mereka yang memang ingin menjalankan agamanya secara mendalam untuk memakai atribut tersebut sesuai dengan kerelaan hatinya, dan begitu pula kepada yang enggan menggunakan atribut keagamaannya. 

Mungkin kita bertanya-tanya, apakah benar sebesar itu dampak pakaian beratribut agama di Sekolah ? Sampai-sampai pemerintah malah lebih suka mengurusi pakaian ini daripada Pandemi Covid-19 yang tidak kelar-kelar juga

Bisa kita rasakan, bahwa diskriminasi di sekitar kita belakangan ini justru kebanyakan terjadi karena masalah penampilan yang terlalu mengkutubkan orang-orang dengan agama tertentu. 

Hijab dengan orang-orang Muslim, Kalung Salib dengan orang-orang Kristen, Udeng atau Iket dengan orang Hindu, dan masih banyak lagi. Sehingga dari stigmastisasi ini, kebanyakan anak-anak muda kita mungkin sudah mulai berpikir bahwa semua orang Muslim itu pasti berkerudung (hijab), orang asli Indonesia, dan tidak berpakaian terbuka. Sehingga ketika mereka melihat seseorang yang tidak sesuai dengan ekspetasi mereka, timbullah tendensi untuk menghakimi dan menganggap bahwa orang yang tidak berhijab adalah rendah. 

Persepsi ini kebanyakan dibentuk dari apa yang mereka lihat sehari-hari. Bisa saja, dalam lingkungan sekolah negeri yang walaupun tidak mengharuskan, ada "hukum tidak tertulis" yang membuat orang yang tidak memakai atribut keagamaan tertentu terlihat rendah. Sehingga ketika mereka hidup bermasyarakat, pola pikir tersebut telah terpatri dan mereka terapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Mungkin sekarang belum terasa  dampak nyatanya, tetapi sepuluh sampai dua puluh tahun lagi, ketika murid-murid ini terjun ke masyarakat, ini akan menjadi bencana intoleransi yang luar biasa. 

Sehingga, sudah tepatlah langkah pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Dengan adanya kebijakan tersebut, pemerintah sudah membuka langkah awal untuk merajut kembali toleransi kita yang sekarang ini sedang terkoyak. 

Dengan aturan dan kebijakan tersebut, pemerintah sebenarnya sedang melakukan suatu upaya untuk merubah persepsi masyarakat terhadap sesuatu terkhususnya di kalangan anak-anak muda penerus bangsa Indonesia ini.  Serta dengan adanya aturan ini, dapatlah kita optimis bahwa masa depan kita seharusnya jauh lebih toleran karena tingkat keagamaan seseorang sudah tidak dinilai dari apa yang dia pakai, apa yang dia lakukan, tetapi dari tingkat ketaqwaannya secara pribadi kepada apa yang ia percayai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun