Mohon tunggu...
Vina Yolandha Manurung
Vina Yolandha Manurung Mohon Tunggu... lainnya -

Penikmat matahari pagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kenapa Kartini?

21 April 2014   20:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:23 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepagi tadi, aku menerima banyak sekali broadcast disalah satu telefon genggam bersertifikat PINTAR itu. Broadcast yang notabene dari dulu adalah hal yang mampu menaikkan aliran darahku dari kaki sampai ke ubun - ubun kepala ini. 20 lebih Broadcast bernada sama "selamat hari kartini, semoga kita bisa menjadi bla bla bla bla ". Sebegitu hebatnya kah?

Aku ingat sekali dulu ketika aku duduk dibangku esde, tak pelak setiap tahunnya aku harus meminjam baju yang hampir sama persis dengan yang dikenakannya, si kartini itu. Kala itu masih ku jejaki setiap perjuangan - perjuangannya dengan semangat anak kecil yang didandani bak pahlawan wanita seperti yang buku - buku pelajaran kisahkan tentang si kartini itu. Aku masih dengan senyum kemenangan kala mengenakan setiap atribut yang hampir menyerupai tatanan tampilannya yang pernah kulihat dibuku - buku sejarah kala itu.

Buku - buku pelajaran sejarahpun tak lepas dari sosok kartini yang sekarang bak pahlawan hebat penyelamat kaumnya itu. Bahkan Indonesia menyediakan satu hari dikalender itu, khusus untuk mengenang si kartini itu.

Beranjak dewasa, fikiranku banyak dimasuki doktrin - doktrin positif dan negatif, bahkan doktrin sesat sekalipun. Aku mulai mempertanyakan seberapa hebat si kartini ini sehingga indonesia dan bahkan dunia menggemarinya. Ku coba mencari - cari jawaban atas pertanyaan - pertanyaan "nakal" ku kala itu. Kufikir ini cukup tak adil, ada begitu banyak pahlawan perempuan yang notabene "mati" memang karna berperang.

Si kartini ini katanya berjuang untuk wanita agar di akui dan mampu mendapat pendidikan yang lebih layak. Pernahkah kalian berfikir, bahwa yang dilakukannya adalah untuk dirinya sendiri. Bahwa dia berjuang melalui pendidikan itu hanya untuk mendapatkan ke"pintar"an untuk dirinya sendiri. Belajar kenegera belanda yang notabene adalah negara yang menjajah kita pada saat itu. Menjalin persahabatan dengan orang - orang yang notabene kakek atau bapaknya pernah menjajah indonesia. Apakah ini yang disebut pahlawan?

Apa kabar pahlawan - pahlawan cantik dan tangguh lainnya?

Cut Nyak Dien yang masih mencabut rencong berperang melawan belanda diusianya yang tak bisa dikatakan muda lagi.

Cut Meutia yang rela dihujam 3 peluru panas ditubuhnya ketika harus berjuang melawan belanda.

Martha Christina Tiahahu yang dengan gagah berani mendampingi kapiten patimura dalam berjuang melawan penjajah, dan meninggal dunia pada saat bertempur. Bahkan jasadnya saja tak dikubur sebagaimana mestinya.

Mereka berjuang, NYATA!

Tapi apakah kita pernah memperingati hari Cut Nyak Dien? hari Cut Meutia? Hari Martha Christina Tiahahu? Sepanjang perjalanan hidup 25 tahun ini, tak pernah seharipun aku mendengar peringatan - peringatan untuk mereka itu. Kemana kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun