Mohon tunggu...
Arvina Nuraini
Arvina Nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Syiah Kuala

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tidak Makan Nasi: Ini yang Dimakan Masyarakat Kampung Adat Cireunde

10 Oktober 2023   15:21 Diperbarui: 10 Oktober 2023   15:44 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cireundeu berasal dari dari dua buah kata yaitu Ci dan Reundeu, Ci artinya air dan Reundeu berasal dari tanaman Reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal.  Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan.

Kampung adat cirendeu masih memegang kebiasaan lama leluhur atau disebut dengan tali paranti, tetapi juga sudah mengikuti perkembangan modern. Kampung adat cirendeu masih memiliki tata wilayah hutan adat yang sangat terjaga. Masyarakat kampung adat cirendeu menganggap hutan adalah ibu, karena segala sesuatu yang mereka gunakan dan manfaatkan berasal dari hutan. Sehingga untuk memasuki area hutan, tidak diperkenankan menggunakan alas kaki sebagai bentuk menghormati hutan (ibu) bagi masyarakat adat cirendeu. Pengunjung yang hendak ke hutan juga harus menaati aturan yang sama. Selain itu, di kampung adat cirendeu masih ada upacara-upacara adat yang diadakan setiap tahunnya seperti pesta panen. Ada pula upacara adat khusus untuk membersihkan pusaka dan masih ada upacara-upacara adat lainnya. Adapun yang menjadi kebanggaan kampung adat cirendeu yaitu, makanan pokok yang berasal dari singkong. Masyarakat kampung adat cirendeu tidak pernah memakan nasi/beras sampai hari ini. Pada masa lampau terjadi perampasan beras oleh belanda. Hal ini membuat salah seorang tokoh Bernama mamang ali berusaha mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut. pada tahun 1918 mereka memakan jagung, talas dan sebagainya sebagai pengganti beras. Tepat di tahun 1924, ibu omah menemukan inovasi singkong diubah menjadi beras. Teksturnya menyerupai beras namun bahan bakunya dari singkong. Sehingga pada tahun 1964 ibu omah mendapatkan penghargaan sebagai pahlawan pangan pada masa itu.

Adapun tahapan dalam membuat rasi singkong disebut dengan 7D diantaranya yaitu:

  • Dikupas, pada tahap ini singkong dikupas dipisahkan dari kulitnya. Pada zaman dahulu pengupasan dilakukan secara manual, akan tetapi saat ini sudah ada alat yang dapat membantu mengupas singkong dengan cepat. Sehingga, produksi rasi singkong pada masa kini jauh lebih banyak dengan waktu yang efisien.
  • Dicuci, singkong yang telah dikupas kemudian dicuci sampai bersih.
  • Diparut, selanjutnya masuk ke tahap pemarutan singkong secara manual. Namun, untuk sekarang sudah ada alat parut khusus yang jauh lebih efektif. Alat parut manualnya sangat unik. Ada tempat duduk yang disediakan agar tidak lelah saat memarut singkongnya.
  • Diperas, singkong yang telah diparut masuk ketahap diperas. Perbandingan air dengan singkongnya setara dengan 1:6. 1 gayung singkong dan 6 gayung air. Ampas dijadikan sebagai rasi, sedangkan air bekas perasan diendap bisa menjadi tepung kanji.
  • Dikeringkan, ampas rasi yang telah jadi kemudian di jemur dibawah terik matahari sampai kering.
  • Ditumbuk, rasi yang telah kering dilanjutkan ke tahap penumbukan agar halus menyerupai tekstur beras.
  • Disaring, setelah ditumbuk dilanjutkan tahap penyaringan untuk memilih rasi yang sesuai. Jika ada yang masih keras dan menyatu maka akan ditumbuk lagi dan disaring lagi. Begitu seterusnya. Pada tahap ini rasi yang telah sesuai, sudah bisa dimasak untuk dimakan. Untuk proses masaknya dilakukan dengan cara dikukus selama 15-20 menit

dokpri
dokpri
Selanjutnya ada beberapa tradisi di kampung adat Cireunde yang harus dipatuhi atau dihormati yaitu:
  • Larangan memakai baju merah memasuki kawasan hutan dikarenakan warna merah dianggap memiliki makna amarah.
  • Kampung adat cirendeu memiliki kepercayaan dua komunitas yaitu masyarakat kampung adat cirendeu yang menganut agama pada umum nya, kedua masyarakat adat desa cirendeu yang menganut kepercayaan sunda wiwitan.
  • Pernikahan kampung  adat cirendeu yaitu, boleh menikah jangan sampai cerai, dan tidak boleh poligami. Masyarakat kampung adat cirendeu juga tidak boleh menikah dengan orang yang berbeda bangsa/orang luar negeri. Namun dengan sesama bangsa seperti suku jawa, minang, batak dan sebagainya boleh. Ketika terjadi pernikahan antara masyarakat adat dan yang di luar adat, maka diserahkan kepada keluarga. Masyarakat adat telah memegang prinsip "yang penting sepengertian bukan sepengetahuan. Pernikahan masyarakat desa adat cirendeu tidak diakui oleh negara. Adapun KTP mereka keterangan agamanya kosong. Pernikahannya sebatas berita acara pernikahan saja. Karena agama yang diakui di negara hanya 5, sedangkan sunda wiwitan belum diakui sebagai agama
  • Masyarakat kampung adat cirendeu tidak mengenal strata sosial. Sesepuh kampung adat cirendeu ketentuannya bukan berasal dari keturunan. Melainkan, siapapun boleh menjadi sesepuh kampung adat cirendeu.
  • Untuk anak-anak masyarakat kampung adat cirendeu yang sekolah ke luar dari sunda, maka untuk makannya mereka tetap memakan rasi singkong yang dibekali oleh kedua orang tua mereka.

dokpri
dokpri
Hal ini lah yang menjadikan kita untuk bisa menghargai perbedaan. Makna kebinekaan yang harus kita tanamkan pada diri kita. Berbeda-beda tapi kita tetap satu jua. Bukan hanya dari tradisi dan kepercayaan, kebiasaan sehari-hari dan konsumsi masyarakat kampung cirendeu yang identik dengan singkong. Selain itu, ketika memasuki hutan ada aturan yang harus dipenuhi salah satunya harus melepas alas kaki. Masyarakat menganggap hutan sebagai ibu yang harus dihormati. Namun, jika direlevansikan dengan kehidupan saat ini kita dituntut untuk menjaga keamanan diri ketika berada di alam liar. Menggunakan sepatu yang nyaman dan melindungi kaki dari bahaya hewan-hewan hutan. Namun, semua kembali kepada kepercayaan, keyakinan masing-masing. Apapun yang berkembang di desa cirendeu adalah kearifan lokal yang patut dilestarikan. Sebab desa cirendeu adalah bagian dari nusantara. Maka kita sebagai mahasiswa patut untuk melestarikan kearifan lokal yang masih tersisa. Dengan menghargai perbedaan yang ada menjadi salah satu bentuk kontribusi kita untuk melestarikan kearifan lokal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun