Mohon tunggu...
Yhonas Oktavian
Yhonas Oktavian Mohon Tunggu... Administrasi - overthinker

Seperti oksigen yang selalu terikat dalam darah, terangkut dari jantung, terpompa ke seluruh nadi, syaraf, dan pori, membanjiri seluruh tubuhmu dalam setiap jengkal waktu

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sekadar Pernikahan?

25 November 2012   04:15 Diperbarui: 26 November 2015   16:29 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13538168511815304787

Akhir-akhir ini saya mendapatkan banyak undangan pesta pernikahan dari teman-teman saya. Ya, salut kepada teman-teman saya yang berani mengambil resiko untuk segera menikah. Suatu hal yang persentase keberhasilannya sebanding dengan kegagalannya. Banyaknya undangan yang saya terima membuat saya memikirkan beberapa hal tentang mitos pernikahan yang kadangkala menjebak pemikiran orang untuk segera menikah tanpa memikirkan esensi dari pernikahan yang sakral tersebut.

 

Menikah itu normal, tidak menikah itu tidak normal

“Hei, mending kalian segera nikah aja deh, daripada digosipin macem-macem sama orang…”

Sebuah kalimat yang kedengarannya wajar dan sering terdengar di lingkungan sekitar kita. Nah, kalo kita sudah berpikiran wajar tentang hal itu berarti pemikiran saya benar selama ini, bahwa pernikahan hanyalah agenda masyarakat yang dipaksakan ke dalam kehidupan individu masing-masing orang sehingga orang mulai menerima konsesus bahwa orang yang menikah adalah orang yang normal dan yang tidak menikah adalah orang yang tidak normal. Saya lebih suka menyebut bahwa menikah itu biasa, dan tidak menikah itu tidak biasa. Karena menurut saya “kenormalan” hanyalah tolok ukur yang dibuat manusia secara voting, yang dapat suara terbanyaklah yang dianggap normal.

 

Kadang saya bertanya-tanya begitu mudahnya orang memutuskan untuk menikah, Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam sudut pandang agama, pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang membuat kehidupan manusia lengkap, bahkan masuk surga. Akan tetapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas pernikahan dari sudut pandang agama, saya tidak tertarik dan tidak banyak tahu. Saya lebih tertarik membahas tentang pernikahan yang disikapi sebagai kewajiban, sehingga sering mengabaikan hal-hal mendasar yang menurut saya penting dalam sebuah pernikahan.

 

Pernikahan (sekadar) sebagai legalitas hubungan seksual

Banyak yang menganggap bahwa pernikahan adalah sekadar hubungan seksualitas, sesuatu yang membuat penasaran remaja karena mereka dilarang melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Banyak yang akhirnya memutuskan untuk menikah hanya sebagai legalitas untuk berhubungan seksual dengan pasangannya. Tentu saja itu adalah alasan yang tidak berdasar menurut saya. Pernikahan terlalu sederhana untuk disandingkan dengan seksualitas. Pernikahan bukan sekadar berhubungan seks dengan pasangan tanpa merasa berdosa.

 

Seksualitas memang penting dalam sebuah pernikahan, tetapi hal itu akan menjadi boomerang ketika dijadikan tujuan dalam sebuah pernikahan. Seberapa jauh sih raga anda akan menikmati hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas? Dan berapa persen yang akan anda habiskan hidup kita dalam hal-hal berbau seks dengan pasangan dalam sebuah pernikahan? Hanya sebagian kecil bukan? Jadi kalau Anda ingin menikah hanya karena untuk mendapatkan lisensi berhubungan seksual, saya rasa pernikahan yang dibangun tidak akan berjalan lama, ya maksimal selama Anda bisa (maaf) berejakulasi dan berorgasme.

 

Pernikahan hanya karena usia

“Eh, buruan deh nikah, daripada jadi perawan tua loh…” dan akhirnya si cewek memutuskan untuk asal-asalan menerima pinangan dari seorang cowok yang tidak jelas asal-usulnya, hanya demi menuruti pandangan masyarakat agar tidak mendapatkan predikat perawan tua. Dan bisa ditebak, pada akhirnya si cewek sendirilah yang tersiksa sepanjang hidupnya karena menerima suami yang diwajibkan masyarakat, bukan suami yang dibutuhkan olehnya.

 

Saya tidak menyangkal bahwa ada hubungan antara usia dan kesehatan reproduksi, tapi itu bukanlah suatu alasan yang tepat untuk segera menjatuhkan pilihan menikah dengan orang yang salah. Ingat, pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bukanlah hal yang layak ketika kita berjudi di dalamnya. Saya kira sebuah pernikahan yang “terlambat” secara faktor usia tetapi dengan pasangan yang benar-benar pilihan kita akan membawa kebahagian yang lebih daripada pernikahan yang dipaksakan demi menghindari predikat perawan tua, kecuali anda ingin menuruti hasrat masyarakat yang nantinya juga mereka tidak akan peduli ketika pernikahan Anda gagal.

 

Pernikahan bukanlah tujuan

Banyak yang mengira bahwa pernikahan adalah sebuah tujuan akhir. Maka tidak heran banyak yang merayakannya secara berlebihan dengan biaya yang tidak sedikit. Kadang orang tidak menyadari bahwa pernikahan bukanlah tujuan akhir, tetapi adalah awal kehidupan yang baru. Orang kadang terlambat menyadari bahwa ternyata banyak yang harus dipikirkan dan dilakukan pasca pernikahan. Kebanyakan orang akan terjebak dalam persiapan pra nikah untuk hari H saja. Padahal persiapan yang terpenting adalah persiapan kehidupan pasca hari pernikahan.

 

Banyak orang memandang pernikahan sebagai tujuan akhir, solusi, sudah selesai. Akan tetapi menurut saya, pernikahan adalah awal dari berbagai masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan kita. Sekarang coba anda bayangkan ketika anda harus berjuang mati-matian untuk saling membunuh ego masing-masing hanya demi mendapatkan sebuah harmonisasi rumah tangga. Itu bukanlah suatu hal yang mudah, saya yakin bahwa sebelum pernikahan anda masing-masing sudah memiliki hobi, karakter, kebiasaan, teman, dan kehidupan anda sendiri, dan pasca pernikahan semua hal tersebut harus anda negosiasikan dengan pasangan anda yang anda pilih sebagai partner hidup. Salut untuk yang berhasil melakukannya tanpa masalah, tapi saya rasa hanya sedikit, karena saya yakin bahwa setiap manusia diciptakan unik dan berbeda.

 

-0-

Saya tidak bermaksud menakut-nakuti atau tidak setuju dengan pernikahan. Saya pun mengakui bahwa saya belum menikah dan mungkin hal-hal diatas hanyalah kekhawatiran saya belaka. Yang ingin saya tekankan adalah pernikahan bukanlah sekadar pernikahan, pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan harus dipersiapkan sebaik mungkin dari berbagai sisi. Bagi saya memutuskan untuk menikah bukanlah hal yang mudah, tanggung jawab akan keputusan itu sangatlah besar karena pernikahan bukan hanya menyangkut kita sendiri, tetapi menyangkut keluarga kita yang nantinya akan kita bentuk dengan pasangan pilihan kita. Pernikahan bukanlah rencana jangka pendek tetapi rencana jangka panjang yang akan melibatkan banyak orang di dalamnya. Intinya, pernikahan bukanlah kewajiban, tetapi merupakan pilihan. Sebenarnya tidak ada yang mewajibkan anda menikah, jadi ketika anda sudah memilih, anda harus siap dengan segala konsekwensinya, baik yang membahagiakan maupun yang tidak. Sudah siapkah Anda?

 

Sumber foto

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun