Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museum Minyak Atsiri, Renjana Sukarno untuk Anak Bangsa

22 Juli 2016   10:31 Diperbarui: 28 Juli 2016   09:59 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Renjana, rasa hati atau hasrat yang kuat. Modal untuk berkembang, yang dengan memilikinya niscaya dapat membuat seorang manusia menjadi sukses. Museum Minyak Atsiri salah satu wujudnya: renjana Bung Karno untuk anak bangsa. 1 Mei 2016 yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke sana bersama sembilan Kompasianer Jogja (KJog) yang lain.

     Nama besar Bung Karno sebagai bapak bangsa sekaligus orator ulung memang menjadi magnet yang urung surut oleh zaman dan sejarah yang menyertai. Salah satu pidatonya yang menampakan keahliannya sebagai arsitek saat mencetuskan renjananya yaitu, "Batu pualam jang bisa tahan makannja sang kala, zaman, sedikitnya 1.000 tahun." Dan memang hampir tiap bangunan yang digagas Bung Karno di nusantara ini terus kokoh, bukan?

     Pabrik Penyulingan Atsiri yang sekarang bernama Museum Minyak Atsiri dibangun tahun 1963 adalah satu bangunan dari rejana agar anak bangsa berdiri tegap, bangga merawat dan melindungi ibu pertiwi yang tak segan memberikan harta karun abadinya yaitu kekayaan alam. Bangunan dengan sangat modern pada jamannya, dikenal sebagai pabrik penyulingan atsiri, ternyata pernah digoyang gempa sampai 25 kali. Namun tetap berdiri, utuh, tak retak. Saya sampai termangu saat Bu Julia Ekajati, pemilik museum, menceritakan hal itu dengan berapi-api sebelum perjalanan menyusuri museum dimulai.

KJOG dan Shania B.Kuncoro semangat mendengarkan penjelasaan tentang sejarah
KJOG dan Shania B.Kuncoro semangat mendengarkan penjelasaan tentang sejarah
Bangunan utama
Bangunan utama
     Minyak atsiri sendiri merupakan cairan yang mudah menguap dan hasil penyulingan dari rimpang, daun, akar tanaman tertentu. Bisa digunakan sebagai bibit parfum, aroma terapi maupun obat gosok. Dan Indonesia adalah salah satu negara penghasil atsiri terbesar di dunia. Sebuah kebanggaan bukan kita mempunyai museum yang MONUMENTAL serta menyimpan semua kekayaan tersebut?

Persiapan penyediaan fasilitas untuk difable
Persiapan penyediaan fasilitas untuk difable
Roaster terlihat di bagian atas
Roaster terlihat di bagian atas
Pemandangan dari bawah sumur. Roaster tetap terpasang
Pemandangan dari bawah sumur. Roaster tetap terpasang
Menyusuri setapak demi setapak diantara tanah merah yang sedikit berbekas air dari langit, saya mulai memahami kenapa daerah Plumbon, Tawangmangu yang terletak di bawah Gunung Lawu , Jawa Tengah terpilih menjadi lokasi pabrik penyulingan atsiri. Sejauh mata memandang, terhampar pemandangan hijau - sekiranya menjadi penanda suburnya budi daya bahan baku atsiri. Dan benar memang, sebagian areal museum sudah mulai ditanami tanaman atsiri, Sereh Wangi, Nilam, dan 40 jenis lain bahan baku penyulingan minyak atsiri. Saya jadi teringat lirik lagu Koes Plus, "Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman."

Halaman depan Museum Atsiri
Halaman depan Museum Atsiri
Penampungan
Penampungan
Serius mendengarkan penjelasan tour guide
Serius mendengarkan penjelasan tour guide
Penyemaian bahan baku
Penyemaian bahan baku
    Saat akan melewati jalan setapak menuju areal tanah lapang dimana sebuah jembatan unik yang disokong dengan dua penyangga berbentuk huruf A, Pak Maryanto, penjaga museum memberikan sebuah tawaran. Kami dipersilahan untuk mengenali langsung sendiri tiap tanaman yang dibudidayakan di situ. Sebuah pengalaman pertama yang menarik bagi saya, yang setiap hari memasak mengunakan saudara kembar sereh wangi di deretan bumbu dapur.

Jembatan unik dengan roaster unik
Jembatan unik dengan roaster unik

     Aroma mint khas yang melegakan sekaligus menghangatkan menyusup perlahan ke lubang penciuman saya, hingga menendang memori lama ke luar. Mungkin aroma dan kehangatan yang sama itulah yang juga dirasakan Bung Karno saat meresmikan bangunan beraristekur apik menjulang. Sebenarnya mengherankan, karena dengan mematahkan sedikit daunnya saja menguarlah kehangatan dari Sereh Wangi (Cymbopogo nardus). Dan hanya sedetik saja waktu yang dibutuhkan oleh ingatan untuk kemudian tersenyum, mengenali jenis aroma yang kembali lekat, minyak Citronella. Reaksi yang terjadi selalu sama, hangat. Saat olesan minyak sereh wangi merembes seiring lembut jemari ibu mengusap sekujur badan anak kecilnya, melindunginya dari nyamuk. Saya merindukan salah seorang penghuni surga ternyata.

Panen jahe dan lengkuas
Panen jahe dan lengkuas
Temu lawak tumbuh subur
Temu lawak tumbuh subur
Bibit Lavender
Bibit Lavender
     Jika saja tunas dari sederet tanaman di timur areal Museum Minyak Atsiri bisa dibawa serta pulang, tentu saja akan lebih membahagiakan. Tak perlu lagi saya mencuri memori dengan menciumi botol minyak sereh. Saya memang termasuk suka bercocok tanam juga sih. Ah, memang kebahagiaan sesungguhnya amatlah sederhana.

"Sebagian besar besi dan kawat yang dipakai sebagai pegangan di teras depan, railing anak tangga, dan bagian pabrik terutama mesin didatangkan langsung dari Bulgaria yang sudah pasti kualitasnya." Begitulah penjelasaan Mba Sri Rejeki, yang setia menjadi tour guide saat membawa kami memasuki ruangan khusus di mana terdapat tiga tunggu perapian raksasa.

Bangunan utama kedua di samping bangunan utama
Bangunan utama kedua di samping bangunan utama
Tiga tungku perapian
Tiga tungku perapian
Batu api yang masih utuh
Batu api yang masih utuh
     Saya pribadi menyukai berdiri di balik dinding kerawang/ roaster yang selalu ada di tiap bangunan museum. Saya menjadi teringat akan beberapa kampus juga sedang giat menggunakan roaster sebagai ciri khas bangunannya yang baru. Dinding kerawang yang bercorak unik yang memberikan ventilasi udara dan terik langit yang cukup tetap menyapu kulit, namun terlihat lebih ramah di sela-selanya. Romantis adalah kata yang tepat.

Roaster pada tiap bangunan
Roaster pada tiap bangunan
Saat gerimis sedikit membawa angin mengoyangkan cemara-cemara muda, perlahan saya dan rombongan bergerak mendekati salah satu bangunan utama yang berada tepat di tengah areal seluas dua meter. Laboratorium dengan pintu coklat tua yang terletak di lantai pertama terlihat sudah rapi dan bersih menunggu kami. Deretan botol kaca besar di sudut ruangan, gelas kaca bening coklat untuk pengukur, bahkan masih lengkap berisi cairan di dalamnya. Sebuah harta karun bagi mereka yang mengetahui sejarah dan fungsinya. Dan sedikit misterius memang, saya seperti pernah melihat salah satu sudut di laboratorium ini melalui mimpi. Entah mengapa demikian. Hum…
Pemandangan dari dalam Laboratorium
Pemandangan dari dalam Laboratorium
Gelas pengukur
Gelas pengukur
Galon kaca
Galon kaca
Perjalanan menyusuri pabrik penyulingan atsiri yang menjadi cikal bakal Museum Minyak Atsiri kemudian diakhiri saat kami selesai berfoto bersama di rooftop. Pemandangan hijau, udara segar walau sedikit berkabut amat sayang bila tidak diabadikan. Menabung memori indah perlu dilakukan memang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun