Mohon tunggu...
Silvia Kartika
Silvia Kartika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai hal-hal fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gemerincing Suara Hati: It's Okay

30 November 2022   10:26 Diperbarui: 30 November 2022   10:33 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan di tengah malam, bertaut dengan suara petir yang memecah kesunyian malam. Suasana di luar cukup mencekam dan gelap. Kutarik selimut dan membenamkan diri. Bukankah suasana di luar sama halnya dengan diriku? Terasa gelap dan sepi. Dalam selimut ini, aku merasakan perasaan yang hancur, lelah, hampa, dan merasa kehadiranku bukan apa-apa. Meskipun suara petir sangat kuat dan ramai tapi aku tetap saja merasakan sepi meskipun di tengah keramaian itu. Rasanya ingin pergi dan menghilang, namun tak bisa. Ingin mengurung diri dan berharap ketika pintu kamar ini kubuka, aku sudah mendapati diriku di tempat lain, tanpa siapa pun yang kukenal dan mengenaliku.

Menjerit dan menangis dalam diam tentu saja menjadi keahlianku, namun tidak seorang pun yang mendengar jeritan dalam diam itu. Rasanya terjebak dalam ngarai yang dalam, lembap, dan tersesat. Saat semuanya seolah memakai topeng, tentu saja aku tahu bagaimana wajah aslinya. Seolah semuanya jujur, padahal satu kebohongan saja sudah menjadi awal ketidakpercayaan.

Hujan tidak kunjung berhenti, padahal sudah lebih dari dua jam, suasana ini masih saja mencekam. Angin berhembus kencang menyingkap tirai jendela kamarku. Gemerincing suara kawat besi bertaut ditiup angin. Suasana dingin menyapu tubuhku yang tenggelam di dalam selimut. Pikiran yang kacau seolah bersorak-sorak di dalam kepala. Kenapa harus menusuk dari belakang? Jika berani silakan tusuk aku dari depan agar tidak ada kepalsuan di antara kita.

Aku sedih, sangat sedih. Ketika aku senang pun, tetap ada kesedihan di dalamnya. Saat aku marah, tidak ada yang disalahkan. Jika ditanya apakah aku baik-baik saja, apa jawaban yang kalian harapkan. Dengan tanpa hati, tentu saja aku akan menjawab aku baik-baik saja. Meskipun aku jujur dengan keadaan, tapi tidak ada yang menanggapi kejujuranku.

Perlahan tiupan angin semakin ringan, suara dentuman petir sudah tidak terdengar lagi, dan hujan kian berdetik pelan. Perlahan, kukeluarkan wajahku menyingkap selimut dan mulai bernapas lega. Jika dipikirkan lagi, siapa mereka yang bisa menilaiku?  Mereka bilang langit biruku sudah memudar. Bagaimana bisa mereka menilai warna langitku, sedangkan aku saja tidak tahu warna yang tepat untuk menggambarkannya. Bagaimana bisa mereka menilaiku, menjadi si paling tahu tentangku.

Kata mereka aku tak perlu lanjut karena semuanya percuma. Namun, tidak ada kata berhenti untuk seseorang yang ingin berjuang. Segalanya dan semuanya terkadang bisa salah, tidak ada yang sempurna. Sebagaimana derasnya hujan yang dapat berhenti dan sebagaimana ributnya petir yang dapat reda. Kunikmati malam ini dengan sendu, lalu tertidur untuk menyambut pagi seperti biasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun