Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Rwanda yang Lupakan Perbedaan

23 Juli 2020   18:27 Diperbarui: 23 Juli 2020   18:19 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
matamatapolitik.com

Sebagian dari kita mungkin sudah pernah melihat film Hotel Rwanda suatu film yang menggambarkan konflik antar entis yang pernah terjadi di Rwanda. Diawali kisah suami istri yang berbeda etnis dan terjebak pada konflik etnis yang terjadi di negara mereka. 

Sang suami adalah seorang manager hotel yang bertanggungjawab atas hotel dan keamanannya. Suami istri ini tidak saja berjuang untuk nyawa mereka sendiri namun juga orang-orang di sekitarnya. Konflik ini bergitu dramatis dan selalu diingat sebagian sejahrawan sebagai sejarah kelam negara di Afrika tersebut.

Rwanda yang berstatus monarkhi dan sebelumnya dibawah jajahan Belgia punya dua etnis yaitu etnis Hutu yang merupakan mayoritas dan Tutsi yang merupakan minoritas. Meski minoritas, Tutsi punya banyak pengaruh besar karena banyak menduduki jabatan penting dalam pemerintahan dan bsinis.

 Konflik diawali oleh tewasnya Presiden Rwanda di atas pesawat yang ditumpanginya dan diperkirakan tewas karena peran pengawalnya yang berbeda etnis dengannya. Peristiwa itu menjadi pemantik konflik yang selama 100 hari menewaskan  800.000 sampai satu juta orang yang kebanyakan dari etnis Tutsi. 

Peristiwa itu layak disebut sebagai genosida (pembantaian massal yang mengarah pada tindakan pemusnahan). Etnis Tutsi yang jumlahnya jauh lebih sedikit (sekitar 14-15%) dari seluruh penduduk waktu itu menjadi bulan-bulanan dan target kekerasan.

Peristiwa genosida itu kini menjadi sejarah kelam bangsa Rwanda. Negara itu kini sudah berubah ke arah lebih baik yaitu menjadi negara damai dimana masyarakatnya tak pernah lagi membicarakan perbedaan etnis Hutu dan Tutsi. Masyarakatnya kini berbaur dan membangun negara itu secara bersama, lepas dari keterpurukan. Mereka memiliki system politik dan pemerintahan yang stabil dan melindungi masyaraktnya dengan baik. 

Saat ini Rwanda adalah salah satu negara teraman dan punya tingkat korupsi kecil di dunia (peringkat 48 dari 175 negara didunia (bandingkan dengan Indonesia yang punya ranking 96 dari 175 negara). 

Aparat dan perangkat pemerintah mereka melayani masyarakat dengan baik sehingga masyaraktnya nyaman untuk hidup dan membangun secara bersama-sama.

Dari sejarah mereka kita bisa melihat bagaimana mereka berusaha dengan keras memperbaiki hubungan etnis sehingga kini bangsa itu nyaris tidak pernah berbicara soal perbedaan etnis. Mereka seakan 'melupakan ' perbedaan itu dan sebagai saudara satu bangsa  secara bersama-sama membangun bangsa Rwanda seperti sekarang ini.

Rwanda memang bukan Indonesia, tapi mungkin kita bisa melihat sejarah dan perkembangan mereka saat ini.  Terus menerus membicarakan dan mempersoalkan soal perbedaan (etnis, agama, warna kulit) Indonesia, bagaikan membawa kita mundur seperti Rwanda sebelum tahun 2000. 

Sebaliknya jika kita melihat semua komponen yang berbeda itu sebagai saudara sebangsa yang bisa bersinergi untuk maju, maka kondisi kita akan jauh lebih baik. Kita diberi Allah perbedaan dan alam yang kaya untuk diolah secara bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun