Bab 10 Sang Pemegang Segel
Menghadap raja di dalam tenda, ketiga utusan itu melaporkan siapa yang menyambut dan apa saja pembicaraan mereka. Tampak jemari lentik dengan kuku cantik dicat hitam mengelus-elus seekor gagak yang ikut menikmati kekuasaan tuannya. Raja muda tersebut duduk di atas singgasana emas sambil membetulkan letak mahkotanya yang sedikit longgar. Raut naif wajahnya agak kecewa mendengar laporan anak buahnya.
"Hm, raja yang tidak bermahkota. Carlo Dante." gumamnya sambil berpikir cukup lama, lalu tanyanya, "Dia cuma mengirimkan panglimanya? Kupikir kita akan disambut dengan pesta dan makanan enak."
"Kedatangan kita menyalahi protokol resmi, seharusnya kita membuat ...."
"Ya ya ya, kau sudah bilang tadi. Membosankan sekali! Andai kita kerajaan besar, hm, tidak! Jauh lebih besar! Mana mungkin Carlo Dante meremehkan kita seperti ini!"
"Ta-tapi ... kenyataannya ...."
"Tak usah kau jelaskan kondisi kerajaan kita! Pasukan yang kita punya pun, semuanya karena belas kasihan! Mengapa ayahku tidak mewariskan wilayah yang lebih luas? Mengapa orang yang bukan siapa-siapa justru menguasai Eyn?"
"Yang Mulia Earl ...."
"Aku benci namaku! Kedengaran lugu 'kan? Earl Winscourt. Mereka pasti mentertawakanku, orang-orang Eyn itu!" ucapnya marah sambil membanting gelas usai diminum habis isinya.
"Setahu saya, mereka menganggap serius kerajaan kita, Yang Mulia. Mungkin, jika kita mengikuti protokol resmi, kita akan diizinkan masuk ke istana Eyn," bujuk seorang utusan lainnya dengan wajah berbinar-binar.