Mohon tunggu...
Vera Shinta
Vera Shinta Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community' (KBC)

Menulis adalah pelarian emosi paling sexy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak Lebih Logis Jadi Nyaman Buat Diskusi

25 Oktober 2020   12:32 Diperbarui: 25 Oktober 2020   12:35 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang tuaku / dok.vera shinta

Sosok bapak sangat berarti bagi saya, sejak kcil memang lebih dekat dengan beliau. Karena beliau maka saya jadi perempuan mandiri dan kuat menghadapi kehidupan. Walau sosok ibu tak lepas dari kehidupan saya juga, namun jalinan emosinya tidak seerat dengan bapak.

Bapak adalah seorang guru sekolah dasar (SD) yang kariernya mengalami masa pahitnya seorang guru, namun beliau bukan sekedar guru yang membagikan ilmu untuk anak didiknya. 

Beliau seorang yang cerdas dan mau terus berproses hingga jenjang jabatannya terus meningkat hingga pada tahun 1991 beliau dinobatkan jadi guru teladan tingkat nasional dan mendapat hadiah study banding ke negara Sakura, Jepang.

Seingat saya sejak kecil bapaklah yang selalu membangunkan dengan kelembutan, berbeda dengan ibu yang membangunkan dengan teriak memanggil nama anaknya. Bapak selalu mendekat duduk disamping tempat tidur, mengusap kepala sambil memijat ringan hingga anaknya bangun.

Bapak pula yang selalu sabar mengajari saat ada pekerjaan rumah atau tugas sekolah yang susah dikerjakan sendiri. Bapak sangat menanamkan kejujuran dan tanggung jawab, seburuk apapun hasilnya itu lebih baik bila murni dikerjakan sendiri.

Beliau juga selalu memberikan hadiah tiap habis bepergian jauh, seperti pakaian yang selalu pas di tubuh anak-anaknya. Ternyata setiap mau pergi beliau mengukur badan kami saat tidur dengan tali rafia, itu ukuran yang dipakai bapak tiap beli pakaian kami.

Semakin beranjak remaja dengan berbagai masalah yang dihadapi, kepada bapak semua akan tercurahkan. Saya orang yang tidak bisa menyampaikan curahan hati dengan kata-kata karena sebelum bercerita akan nangis duluan. 

Jadi kala itu kertas dan pulpen jadi teman curhat yang akan diserahkan ke bapak dan akan mendapat balasan juga lewat tulisan karena jaman dulu belum ada handphone seperti saat ini.

Beda dengan ibu yang kadang menyalahkan anaknya karena menceritakan sesuatu sambil menasehati. Bapak tidak pernah marah, apapun cerita anaknya saat makan bersama dimeja makan selalu didengarkan sampai selesai, beliau selanjutnya akan memberi wejangan yang membuat nyaman dan tidak menggurui apalagi menyalahkan.

Bahkan hingga waktunya tiba menentukan jodoh, pada bapak pula semua disampaikan. Beliau sangat menghormati keputusan anak-anaknya, tidak lepas dibarengi wejangan/nasehat bijak tentang kehidupan dan segala resikonya. Beliau menguatkan hati anak-anaknya dengan cara lembut, memberi kepercayaan dan semangat dalam keadaan apapun.

Dari bapak belajar juga semua bacaan sholat dan doa-doa, bagaimana cara mandi besar yang benar. Beliau selalu memberi contoh dengan perbuatannya, sholat 5 waktu tak pernah lepas, sholat sunah dan puasapun begitu, serta selalu membaca Alqur'an setiap hari walau beberapa ayat sehingga anak-anak terbawa kebiasaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun