Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Inkulturasi dan Penyebaran Iman Kristiani

2 Februari 2021   19:27 Diperbarui: 2 Februari 2021   19:43 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


Kontekstualisasi Iman Kristiani

Tujuan utama misi Kristiani adalah mewartakan Kristus ke tengah-tengah dunia. Di bagian awal telah ditegaskan bahwa inkarnasi adalah model inkulturasi. Dengan kata lain, inkarnasi adalah legitimasi teologis atas inkulturasi. Inkarnasi dapat kita pahami sebagai awal mula terjadinya misi, yakni Allah hadir dalam diri Yesus Kristus ke tengah umat manusia. Yesus Kristus dilahirkan dan dibesarkan dalam kultur kebudayaan tertentu. Dengan demikian, Allah yang transenden mampu dipahami oleh manusia dalam kultur Yahudi. Allah sebagai YHW (Yahwe).


Peristiwa inkarnasi hendak mengatakan bahwa Allah menghargai kebudayaan manusia (kebudayaan Yahudi). Hal ini merupakan suatu jalan yang digunakan Allah agar manusia memiliki pemahaman akan Allah. Perlu diketahui bahwa satu-satunya bangsa di dunia yang dalam kepercayaan tradisionalnya berkeyakinan monoteisme adalah bangsa Yahudi. Kenyataan ini ditafsir oleh Gereja dalam berbagai dokumennya terutama Konsili Vatikan II sebagai dimensi sakramental Gereja. Gereja dipandang sebagai tanda bagi bangsa-bangsa lain untuk mengenal Allah, sekaligus sebagai cara Allah untuk dikenal.
Kita perlu melihat cikal bakal inkulturasi atau kontekstualisasi iman Kristiani jauh sebelum Gereja terbentuk sebagai sebuah institusi yakni pada sosok Paulus. Paulus boleh dikata adalah tokoh biblis pertama yang mengadakan kontekstualisasi iman Kristiani di tengah orang-orang Yunani. Dalam terminologi yang modern apa yang telah dilakukan oleh Paulus dapat disebut sebagai usaha inkulturasi iman Kristiani.


Kontekstualisasi iman Kristiani dapat dilakukan melalui inkulturasi. Inkulturasi dapat didefinisikan sebagai relasi dinamis antara Kabar Gembira Kristiani dengan suatu kebudayaan atau kebudayaan-kebudayaan; suatu integrasi kehidupan Kristen ke dalam suatu budaya; suatu proses yang berkelanjutan dari interaksi dan asimilasi yang kritis serta timbal balik. Gereja melalui Catechesi Tradendae yang dikeluarkan pada tahun 1979 dengan tegas mengatakan demikian:
Inkulturasi Gereja adalah integrasi pengalaman Kristen dari suatu Gereja lokal ke dalam kebudayaan umatnya sedemikian rupa, sehingga pengalaman ini tidak hanya menyatakan dirinya dalam unsur-unsur kebudayaan tersebut tetapi menjadi suatu kekuatan yang menjiwai, mengarahkan, serta membaharui kebudayaan tersebut sampai menciptakan kesatuan dan persekutuan baru tidak hanya dalam kebudayaan tertentu tetapi juga sebagai pengayaan Gereja universal.
Pernyataan di atas hendak mengatakan bahwa di satu sisi warta Kristiani berusaha menghargai kebudayaan di mana pewarrtaan berlangsung. Tetapi, di sisi lain warta Kristiani berusaha menyempurnakan kebudayaan tersebut. Dikatakan demikian, lantaran kebudayaan-kebudayaan lokal setiap bangsa tidak lain adalah ciptaan manusia.

 Kebudayaan-kebudayaan itu, memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan warta Injil namun dipahami sebagai persiapan kedatangan warta Injil. Hal itu berarti inkulturasi berarti warta Kristiani disampaikan dan dihayati dalam kebudayaan lokal, dan kedua bahwa kebudayaan lokal mengalami Kristenisasi. Hal ini dapat dijelaskan demikian, ketika iman Kristiani diwartakan ke tengah-tengah orang Flores, metode inkulturasi dapat dirumuskan demikian, Kristianisasi atas kebudayaan Flores dan pada saat yang sama Floresisasi terhadap Kristianitas. Artinya pertemuan kedua kebudayaan tersebut tidak bisa dibaca dalam level superioritas.

 Antropologi dan Locus Misi Kristiani

Pada bagian awal saya telah menjelaskan bahwa para antropolog menuding para misionaris telah melakukan pemaksaan keyakinan atas warga pribumi. Tudingan lain juga bahwa para misionaris dinilai bersekongkol dengan para penjajah untuk kepentingan kolonisasi atas bangsa pribumi. Tudingan ini pada dasarnya tidak beralasan lantaran antropolog Inggris dan Jerman juga hanya melakukan demi mendapatkan gelar profesor.


Misi Kristiani melulu membutuhkan disiplin ilmu antropologi. Upaya pewartaan iman Kristiani ke bangsa-bangsa dunia ketiga (Amerika Latin, Asia, Afrika, dsb.) memiliki konsekuensi kultural yang tak dapat disangkal. Para misionaris yang datang dari budaya Barat harus berhadapan dengan manusia dan kebudayaan yang sama sekali berbeda. Para misionaris yang datang membawa suatu kebudayaan tertentu dalam hal ini kebudayaan Kristiani tentu saja harus mampu berdialog dengan keyakinan-keyakinan religius tradisional di mana misi Kristiani dijalankan. Di titik ini, ilmu antropologi begitu mendesak dalam upaya misi Kristiani. 

Antropologi sebagai suatu ilmu khusus mengenai kebudayaan merupakan suatu sumber kebudayaan yang tak terkira nilainya bagi siapapun yang terlibat sebagai misionaris lintas budaya. Dianggap begitu penting lantaran ilmu antropologi membantu para misionaris mengenal dan menghargai setiap atribut simbolis dan praktik-praktik kebudayaan budaya setempat. Dengan pengenalan yang mendalam terhadap kebudayaan melalui ilmu antropologi, para misionaris kemudian dapat melihat pintu masuk iman Kristiani. Dalam hal ini para misionaris "masuk" melalui pintu kebudayaan dan "ke luar" melalui pintu Kristiani.


Antropologi perlu untuk mengenal locus misi Kristiani. Locus memaksudkan posisi dan disposisi dari suatu kebudayaan lokal ketika dihadapkan dengan warta Kristiani. Maksdunya iman Kristiani yang dibahas secara inkulturatif dapat ditempatkan pada posisi dan disposisi yang tepat sebagai mana yang dikehendaki oleh Yesus Kristus sendiri dalam sabda-Nya baik sebelum maupun sesudah kebangkitan. Singkat kata, warta iman Kristiani harus ditempatkan pada posisi dan disposisi yang menghantar umat sampai pada iman kepada Yesus Kristus.

                           Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun