Mohon tunggu...
Vebry tribianto
Vebry tribianto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Kumpulan Tulisan dan Sharing

Scientist, Musician and Amateur writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Detik-Detik Ibu Meninggalkanku Sebatang Kara

29 Juni 2020   08:20 Diperbarui: 29 Juni 2020   08:21 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

teng teng teng....

Bunyi bel jam dinding rumah sakit membuat semua penunggu rumah sakit menyadari bahwa tengah malam telah tiba. Jam dinding di ruangan pun kulihat telah menunjukkan pukul 00.00 WIB.
"Sudah tengah malam..."
"Sudah 12 jam ibu tidak sadarkan diri.. bu, sadarlah bu..", gumamku sendiri.

12 jam sudah ibuku tergeletak di rumah sakit tanpa sadarkan diri. Alat alat kedokteran sudah dipasangkan pada tubuh cantik ibuku. Mulai dari alat pernapasan dan tabung gasnya, alat bantu makan melalui selang, dan juga alat pengukur detak jantung yang dipasang di dada dan jari, serta infus dan obat cair yang disuntikkan melalui infus. Siapa yang tega melihat ibu tercinta dalam kondisi terkapar.

Bunyi detak jantung yang terpampang nyata melalui alat dokter yang dipasang di tubuh ibuku memenuhi ruang malam. "tit... tit.. tit.." suara itu memecah keheningan malam ditengah lelapnya orang tidur. "hush.. hush.. hushh.." Nafas ibuku tercinta yang mulai lepas lepas membuatku semakin tidak tenang saja di malam itu.

Sambil kupegang jari jemari ibuku, aku terus memandangnya sambil berdoa.
"Ya Tuhan, seandainya hamba boleh memohon... tolong berikan kesempatan untuk ibu hamba menemani hamba..", doaku dalam hati.

Tak terasa air mata ini menetes dan membasahi kaos ku yang kupakai malam itu.
Hanya kami berdua, aku dan ibuku yang berada diruangan itu. Ruangan yang tak pernah kulupakan, Ruang ICU Rumah Sakit Daerah.
Setiap tarikan nafas berat ibuku, terdapat tangis dan kesedihan dalam hatiku. sebuah ketakutan yang merasuki dalam diri tubuhku yang mulai tak tahan lagi ingin berontak kepada sang pencipta.

"Mengapa Engkau tega membiarkan ini terjadi ya Tuhan..?"
"Apa yang akan terjadi padaku, aku masih SMA kelas 2..."
"kalau ibu tiada, aku harus bagaimana..."
"Ibu,, ibu harus kuat, bertahan ya bu.. "
ucapan ucapan itu muncul di otakku, otak ku berkata kata sebagai bentuk luapan hati ku. Tangisan yang sudah tidak bisa kubendung, menjadi bukti bahwa aku benar benar memohon kepada sang kuasa.

Di malam yang dingin dan sepi itu, aku mulai teringat dengan masa masa lalu. Masa masa bahagia bersama ibunda tersayang. Akupun mulai mengingat kisah saat aku dilahirkan dan masa kecilku yang ibuku ceritakan setiap malam sebelum aku berulang tahun.

Aku adalah seorang anak laki laki satu satunya yang dimiliki ibu. 16 tahun lalu aku dilahirkan oleh ibuku di sebuah rumah reyot kecil, dibantu dukun beranak di desa. Aku lahir kedunia ditengah tengah kondisi kemiskinan keluargaku.

Ayahku seorang tukang sapu di sekolah dasar dekat desa. Gaji ayah hanya bisa untuk makan saja. Pendidikan ayah juga hanya lulusan SD. Jadi ayah hanya bisa bekerja sebagai tukang sapu, dan ibu adalah seorang pembantu rumah tangga. Dan ayahku memberikanku nama Surya. Ya namaku Surya, saat aku menuliskan kisah ini, aku berumur 16 tahun, dan bersekolah di sekolah negri di kecamatan. Sejak kecil aku disayang oleh orang tuaku, dan menjadi tempat curahan hati keluargaku. Ibuku tidak dapat memiliki anak lagi, karena saat mengandung ku, ibu juga mengidap kista rahim.

"dulu saat melahirkan kamu nak, rasanya udah seperti mau mati.. karna ibu ada kista, tapi tidak bisa dioperasi karena ibu tidak punya uang untuk operasi ke rumah sakit", cerita ibu saat itu. "Dokter berkata bahwa kalau kista ini keluar bersama bayi, bisa saja kamu selamat tapi bisa saja kamu tiada. Tapi ibu yakin saja kamu akan lahir normal meski ibu yang akan menyerahkan nyawa untukmu..", lanjutnya kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun