Mohon tunggu...
Von Lamalera
Von Lamalera Mohon Tunggu... -

pemikir pejuang - pejuang pemikir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menimbang Etika Politik Jokowi

22 Maret 2014   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pencalonan (baca: pemberian mandat) Jokowi untuk menjadi Bakal Calon Presiden RI oleh Ketua Umum PDIP mengimplikasikan banyak hal, salah satunya adalah persoalan etika (politik).

Oleh sebagian kalangan, Etika Politik menjadi kategori pembeda, "hakim konseptual" yang diharapkan membantu rakyat Indonesia untuk menilai, apakah secara Etika Politik,  "tindakan menerima" mandat dari Ketum PDIP termasuk tindakan yang etis ataukah tidak etis.  Apabila dinilai tidak etis, konsekuensi logisnya adalah bahwa rakyat seyogyanya dan seharusnya tidak memilih Jokowi, sebab diasumsikan, Presiden RI haruslah pribadi yang tindakan-tindakannya harus memenuhi kriteria etis.  Demikian pula sebaliknya, bila dinilai tidak etis, JANGAN pilih Jokowi.

Saya tertarik dengan urusan etika ini.  Berikut beberapa komentar saya

Pertama, komentar asal-asalan.  Tumben para politikus negeri MENDADAK ETIS.  Dari kemarin-kemarin, kemana saja? Kok nda pernah bicara etis? apalagi merenungi etika dan konsisten dalam tindakannya, sebagai tindakan beretika.

Kedua, landasan untuk menilai etika Jokowi (menurut para pengamat), adalah bahwa Jokowi ingkar dari janji sebagai Gubernur DKI yang seharusnya menjabat 5 tahun penuh.  Implisit dalam komentar2 tersebut, Jokowi boleh mundur dr jabatannya, asalkan pengunduran dirinya tersebut, BUKAN demi pencalonan presiden.  Kalau Jokowi mundur karna mau konsentrasi macul, ngebon atau jd tukang becak, urusannya nda bakal seheboh ini.

Ketiga, belum ada tanggapan yang pas  dari para pendukung Jokowi; tanggapan yang juga bermain di wilayah etika.  Kebanyakan tanggapan dilakukan di wilayah politik, legalitas, aturan dan sebagainya.  Demikian pula halnya dengan Jokowi, katanya: "kalau aturan membolehkan, kenapa nda? selama tidak ada aturan dilanggar, sah-sah saja".  Saya pikir, tanggapan Jokowi ini tanggapan yg minimalis dan amat formalistis, legalis.  Jokowi menolak masuk ke wilayah etis ketika berhadapan dengan isyu etis yang ditembakkan oleh lawan-lawan politik.

Atas ketiga hal di atas, mari kita periksa lebih jauh.

Bicara tentang etika, secara sederhana berarti bicara tentang: "apa yang SEHARUSNYA saya lakukan, bukan apa yang saya lakukan".  Ada ukuran yang menjadi acuan bersama, ukuran yang menjadi panduan, menjadi kriteria penentu.

Alasan lawan-lawan Jokowi adalah rakyat DKI membutuhkannya, agar membenahi DKI.  Sementara tanggapan dari pendukung Jokowi: negara RI membutuhkan Jokowi.   Bila ditilik dengan jernih, kedua alasan tersebut tidak ada yang jelek.  Keduanya baik.  Keduanya menyarankan dan MENGAKUI bahwa Jokowi memiliki keberpihak kuat ke rakyat.   Keributan terjadi karena rakyat, terutama Jokowi, dihadapkan pada situasi dilematis.  Pilih yang pertama, rakyat DKI (dan lawan-lawan politik Jokowi) akan senang tapi (sebagian) rakyat Indonesia merengt;  pilih yang kedua, (sebagian) rakyat Indonesia senang, tetapi (sebagian) rakyat DKI (dan terutama para lawan politik Jokowi) akan manyunnn.  Ini adalah situasi dilematis: memilih salah satu dari dua kebaikan.

Kebaikan manakah yang sebaiknya dipilih, agar pilihan termasuk memenuhi kriteria etika?  Kriteria etika manakah yang layak dan cocok untuk membantu memberikan pilihan dalam situasi dilematis tersebut?  salah satu etikawan Inggris, yaitu RWD Ross mengusulkan konsep PRIMA FACIA.   Menurut konsep ini, alam situasi di mana seseorang dihadapkan pada dilema etis atau dilema moral, maka pilihan yang etis adalah pilihan untuk KEBAIKAN YANG LEBIH TINGGI.  Kebaikan yang lebih tinggi mengalahkan kebaikan yang lebih rendah.

Kembali ke dilema etis Jokowi:  terlepas dari ada tidaknya ambisi pribadi dan sebagainya, pertanyaan yang harus dijawab adalah:  pilihan manakah yang akan memberikan kebaikan lebih tinggi?  Kebaikan yang dimaksud di sini, adalah kebaikan untuk bangsa dan negara Republik Indonesia:  Menjadi gubernur DKI ataukah menjadi Presiden RI?

Silahkan sodara-sodara menilai sendiri . . . .

tabiikk

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun