Selama satu dekade terakhir, Indonesia sangat bertekad untuk menghapus warisan Suharto yang telah mencemari bangsa ini. Upaya untuk menghapus warisan buruk tersebut adalah dengan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dikenal sebagai KPK.
Selama bertahun-tahun, komisi, dengan tim penyelidik dan jaksa profesionalnya, telah memiliki catatan mengesankan untuk menyerang korupsi. Sejak 2003, ratusan pejabat pemerintah, politisi, dan pengusaha masuk penjara. Tidak mengherankan, komisi tersebut telah membuat banyak musuh.
Keberhasilan KPK dalam membrantas korupsi di Indonesia menimbulkan banyak pelaku korupsi di Indonesia melakukan pembrontakan dan berusaha untuk melemahkan KPK dengan berbagai cara. Baru-baru ini Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah berwacana membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Fahri, KPK tidak seharusnya menangani proyek-proyek korupsi yang berskala kecil seperti upaya KPK menangani dugaan korupsi infrastruktur dana desa dengan nilai sebesar Rp 100 juta. Fahri berpendapat baha seharusnya KPK hanya menangani kasus korupsi yang jumlahnya lebih besar dari itu. Fahri juga menegaskan bahwa upaya KPK dalam memberantas korupsi menghabiskan ongkos operasional yang terlalu mahal.
Selain itu Dewan Perwakilan Rakyat juga sempat menggegerkan publik dengan memberikan usulan untuk merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satu poin yang ingin dihilangkan dengan revisi ini adalah kewenangan untuk melakukan penyadapan. Padahal, selama ini KPK banyak melakukan penyadapan untuk menangani kasus-kasus korupsi. Langkah ini memicu perdebatan karena dianggap sebagai upaya untuk melemahkan KPK.
Semua upaya yang tertera di atas merupakan berbagai upaya yang dilakukan oleh para koruptor untuk melemahkan KPK. Upaya tersebut dilakukan oleh para koruptor agar mereka bisa terus memperkaya diri dan bebas dari jeratan hukum. Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh pejabat yang korup menimbulkan mindset yang buruk dan hilangnya rasa percaya terhadap pemerintah.
Meskipun masyarakat luas memiliki anggapan bahwa pemerintahan Indonesia sudah tercemar dengan korupsi namun pada kenyataannya masih banyak pejabat baik yang bekerja dengan jujur untuk memajukan Indonesia. Dengan hadirnya pejabat yang bertanggung jawab ini Indonesia mempunyai harapan baru untuk menghapus budaya korupsi. Salah satu contoh yang menandai berhasilnya upaya pemerintah dalam membrantas dan menangani korupsi di Indonesia adalah insiden penangkapan Setya Novanto, seorang koruptor kelas kakap.
Pemberian hukuman atas mantan Ketua DPR yang terkenal di Indonesia, Setya Novanto, dipandang sebagai titik balik dalam perang melawan korupsi dalam demokrasi yang telah berusia 20 tahun.
Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Novanto 15 tahun penjara karena penggelapan, setelah pengejaran panjang oleh para pejabat yang melihat politisi memeriksa dirinya ke rumah sakit dua kali dan terlibat dalam kecelakaan mobil yang misterius. Novanto adalah salah satu politisi dengan profil tertinggi di Indonesia yang berhasil dituntut karena korupsi.
Novanto dinyatakan bersalah karena skema korupsi sebesar $ 170 juta dengan meminta potongan 10 persen dari perusahaan yang dikontrak untuk memproduksi kartu tanda pengenal elektronik. Kemunculan Novanto di pengadilannya dalam skandal "e-KTP" adalah tanda bahwa kasus ini berbeda. Orang yang dikenal sebagai Setnov ini telah dikaitkan dengan setidaknya delapan kasus korupsi sebelumnya dalam dua dekade kehidupan politiknya, tetapi tidak pernah muncul di pengadilan sampai tahun lalu.
Pada 2015, misalnya, ia diduga telah mencoba memeras $ 4 miliar saham dari perusahaan pertambangan Freeport. Novanto mengundurkan diri dari posisinya sebagai pembicara, tetapi kemudian berhasil menyatakan bahwa kasus terhadapnya didasarkan pada bukti yang tidak dapat diterima, dan dipulihkan ke posisinya pada tahun 2016. Dia mengundurkan diri untuk bulan November tahun lalu, membuat partai politiknya Golkar bergejolak.
Saga Novanto kemungkinan akan dilihat secara internasional sebagai kemenangan bagi supremasi hukum. Meskipun permasalahan korupsi di Indonesia tidak selesai dengan ditangkapnya satu orang namun ditangkapnya Setnov merupakan awal yang baik bagi pembrantasan korupsi di Indonesia.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H