---
*Judul: Topeng Raka*
Di sekolah, Raka dikenal sebagai siswa teladan. Ia rajin, selalu rapi, dan sopan kepada guru. Ia sering dipercaya menjadi ketua kelas dan perwakilan lomba. Wajahnya selalu tersenyum, tutur katanya lembut, dan perilakunya terlihat sangat baik. Namun, tak banyak yang tahu bahwa semua itu hanya topeng.
Di balik senyumannya, Raka menyimpan hati yang keras dan sikap munafik. Ia hanya baik jika ada yang melihat. Ketika di luar jangkauan guru, ia gemar merendahkan teman, menjelekkan guru yang tak disukainya, dan memanfaatkan teman untuk keuntungan sendiri.
Suatu hari, guru memilih Aldi sebagai ketua panitia acara kelas. Raka tidak terima. Ia merasa lebih layak. "Aldi cuma numpang nama," bisiknya ke teman-teman. "Dia itu nggak becus. Nanti acara jadi berantakan."
Raka mulai menyebarkan gosip. Ia menuduh Aldi curang dan mencari muka. Anehnya, teman-teman percaya. Raka memang pandai bicara dan pandai menyembunyikan niat buruknya. Aldi pun merasa tertekan dan mulai dijauhi.
"Kenapa kamu bilang hal-hal buruk tentangku, Raka?" tanya Aldi suatu hari dengan nada kecewa.
Raka tersenyum sinis. "Aku cuma menyampaikan kenyataan. Kalau kamu merasa tersinggung, itu masalahmu."
Sikap keras hati dan munafik mungkin bisa menipu orang untuk sementara waktu, tapi kebenaran akan selalu terungkap. Jadilah pribadi yang jujur dan rendah hati, karena itulah yang membuat orang dihargai sesungguhnya.
 Raka menolak semua masukan. Ia yakin dirinya benar dan merasa paling hebat. Hatinya keras, tak mau mendengar nasihat siapa pun. Bahkan ketika wali kelasnya menyarankan agar ia belajar bersikap rendah hati, Raka hanya tersenyum manis dan menjawab, "Baik, Bu," meski dalam hati ia tidak peduli.
Waktu berlalu, topeng itu mulai retak. Beberapa teman mulai menyadari perubahan sikap Raka. Mereka mulai melihat kejanggalan---omongan Raka yang saling bertentangan, sikapnya yang pura-pura ramah hanya di depan guru, dan bagaimana ia sering memutarbalikkan fakta.
Suatu hari, guru memergoki Raka sedang mencontek saat ulangan. Ketika ditanya, Raka menyangkal keras. "Saya tidak mungkin mencontek, Bu. Saya tahu semua jawabannya."
Namun bukti sudah jelas. Guru hanya menatapnya tajam. "Kamu terlalu sibuk menjaga citra, sampai lupa menjaga sikap."
Hari itu, semua berubah. Citra baik Raka runtuh. Guru mulai ragu padanya, teman-teman menjauh, dan tidak ada lagi yang memercayai ucapannya.
Raka duduk sendiri di bangku belakang kelas. Ia masih menyangkal semuanya. "Aku bukan orang jahat," gumamnya. "Mereka yang iri."
Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu: sikap keras hati dan kemunafikannya telah membuatnya kehilangan segalanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI