Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menunggu Sikap Pemerintah Mengenai "Snowden Gate"

17 Juli 2013   00:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:27 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_275630" align="aligncenter" width="618" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]

Apa yang dibeberkan whistleblower, Edward Snowden, memang membuat malu Amerika Serika dan sekutu-sekutunya. Sebuah program yang dioperasikan oleh United States National Security Agency (NSA) sejak tahun 2007 yang kemudian diketahui dengan nama PRISM yaitu sebuah program clandestine mass electronic surveillance data mining dan dikenal juga dengan kode SIGAD AS-984XN,  mengejutkan sekaligus melahirkan kecaman dari banyak negara di dunia.

PRISM adalah program rahasia Presiden George W. Bush  dengan dalih untuk mengamankan negara setelah tragedi 11 September 2001 melalui Protect America Act (PAA) yaitu amandemen kontroversial untuk Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA) yang ditandatangani menjadi undang-undang pada 5 Agustus 2007. Program ini dioperasikan di bawah pengawasan the U.S. Foreign Intelligence Surveillance Court (Pengadilan FISA, atau FISC) sesuai apa yang ditentukan oleh FISA.

Program ini disetujui pengadilan dengan fokus pada lalu lintas komunikasi asing, yang sering mengalir melalui server AS bahkan ketika dikirim dari satu lokasi dari luar negeri.

PRISM pertama kali  terungkap ke publik ketika  dokumen program rahasia NSA dibocorkan oleh Snowden ke wartawan The Washington Post dan The Guardian saat berkunjung ke Hong Kong .

Bahkan menurut The Guardian (27/06/2013) program sejenis sebenarnya sudah digunakan Presiden George W. Bush  sejak tahun 2001. Walau seorang pejabat senior pemerintah menegaskan bahwa program tersebut telah telah berakhir sejak tahun 2011, namun dalam kenyataanya menurut The Guardian sesuai sumber yang diterimanya, pemerintahan Obama selama lebih dari dua tahun telah mengizinkan Badan Keamanan Nasional (NSA) untuk terus mengumpulkan sejumlah besar catatan email dan rincian penggunaan internet dari dalam AS.

Seperti yang diberitakan The Guardian London dan The Washington Post, pada 6 Juni 2013 yang lalu, Snowden, pria kelahiran 21 Juni 1983  yang adalah mantan analis sistem/teknis NSA dan juga mantan karyawan  Central Intelligence Agency (CIA) mengemukakan bahwa melalui program PRISM,  NSA dan FBI telah melakukan "penyadapan langsung ke pusat server" dari sembilan perusahaan terkemuka internet di AS (bahkan di dunia),  yaitu Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube, Apple. Menurut The New York Times (7/06/2013), sebenarnya Twitter juga diminta namun mereka menolak untuk memberikan akses kepada NSA.

Adapun informasi yang disadap  berupa isi chat,  E-mail, File transfers, Internet telephone, Login/ID, Metadata, foto, Social networking, Stored data, Video dan Video conference.

Hal senanda juga diberitakan kompas.com, 14 Juli 2013, dengan mengutip pemberitaan The Guardian Australia (12/7/2013), bahwa menurut sebuah dokumen terungkap bagaimana Microsoft bekerja sama dengan badan intelijen Amerika (NSA) untuk membaca pesan dari pemakai, termasuk membantu NSA untuk  membuka kode rahasia.

Microsoft telah mengizinkan Skype dan SkyDrive untuk disadap sehingga  FBI  dan NSA  dengan mudah dan leluasa menggunakan PRISM untuk mengakses ke gudang data SkyDrive yang mempunyai 250 juta pemakai di dunia.

[caption id="attachment_275618" align="aligncenter" width="300" caption="AFP Photo / Paul J. Richards (rt.com)"]

13740142611425939929
13740142611425939929
[/caption]

Sebelumnya, perusahaan-perusahaan internet terkemuka dunia itu beramai-ramai membantah telah memberikan akses ke server mereka. Mereka hanya mengakui memberikan data sesuai permintaan penegak hukum, bukan memberikan akses "pintu belakang" ke server mereka. Hal yang sama juga dikemukakan oleh pemerintahan Presiden Obama, bahwa apa yang di lakukan NSA berdasarkan surat perintah pengadilan.

Untuk menanggapi bantahan bahwa NSA dapat mengakses langsung  pada server perusahaan-perusahaan besar tersebut, The New York Times (6/06/2013) melaporkan bahwa menurut sumber (Snowden), NSA mengumpulkan data dengan menggunakan sarana teknis tertentu untut menyiasati aturan yang ada. Apalagi hal ini sangat dimungkinkan berdasarkan putusan Pengadilan  Distrik AS pada tanggal tanggal 28 Mei 2013 dimana melalui  Hakim Susan Illston, Google diperintahkan untuk mematuhi Surat Keamanan Nasional yang dikeluarkan oleh FBI untuk menyediakan data pengguna tanpa surat perintah, seperti yang diberitakan The Associated Pres (31/05/2013)

Menurut The Washington Post, 29 Juni 2013, proses kerja PRISM adalah sebagai berikut,

  1. Sebelum seorang analis dapat melakukan pengawasan langsung menggunakan PRISM, seorang analis kedua di daerah subjek harus menyetujuinya. Dalam hal proses "validasi", analis kedua harus dapat menjamin bahwa pengawasan memiliki tujuan intelijen terhadap orang asing, dan terdapat "keyakinan yang beralasan" (reasonable belief) bahwa target bukanlah orang AS atau berada di wilayah AS.
  2. Seorang analis NSA memasukan satu atau lebih istilah dalam pencarian atau "selectors." Selectors dapat merujuk kepada seseorang (menurut nama, alamat e-mail, nomor telepon atau tanda tangan digital lainnya), organisasi atau subjek tertentu seperti penjualan uranium.
  3. Selama proses selectors, analisis harus mengisi formulir elektronik yang menentukan tujuan pencarian terhadap orang asing dan dasar untuk mengenalisa dengan "keyakinan yang beralasan" bahwa pencarian tidak akan menghasilkan atau terkait dengan warga AS, penduduk tetap atau siapapun yang berada di AS.
  4. Permintaan pencarian, yang dikenal sebagai "tasking," dapat dikirim ke berbagai sumber. Sebuah tasking untuk Google, Yahoo, Microsoft, Apple dan penyedia jasa internet lainnya dialihkan ke peralatan yang dipasang di masing-masing perusahaan. Peralatan ini, dikelola oleh FBI, melalui permintaan NSA untuk dapat memasuki sistem perusahaan-perusahaan tersebut secara khusus (private). Tergantung pada lingkup perusahaan, sebuah tasking dapat memberikan informasi berupa e-mail, attachments, address books, calendars, files stored in the cloud, text atau audio atau video chats dan "metadata" yang  mengidentifikasi lokasi maupun peralatan yang digunakan, serta informasi lain dari selectors.
  5. Data hasil pencarian dengan bantuan peralatan FBI tersebut kemudian di kirim ke NSA untuk diolah. Data yang diterima, pertama kali diproses oleh sistem otomatis NSA dengan kode yang bernama PRINTAURA. Sistem ini menggabungkan peran pustakawan dan polisi lalu lintas. PRINTAURA akan mengurutkan aliran data melalui satu sistem kompleks yang mengekstrak dan memproses voice, text, video dan metadata.
  6. Hasil pencarian PRISM yang sudah selesai dapat menghasilkan e-mail, login, metadata, file dan video. Setelah pengolahan, data tersebut secara otomatis akan dikirim ke analis yang membuat "tasking" pertama kali (sumber tasking). Waktu yang diperlukan mulai tasking hingga respon diperkirakan memakan waktu beberapa menit hingga jam. Seorang pejabat intelijen senior hanya akan mengatakan, "Much though we might wish otherwise, the latency is not zero." (network, latency = delay)
  7. Seluruh konten disimpan dan akan di review di kantor NSA Standards and Compliance. Ada review kedua yang dilakukan oleh FBI untuk memastikan bahwa target bukan warga negara AS atau bukan penduduk AS.

Untuk memperkuat dugaan bahwa apa yang dikatakan Snowden benar, Glenn Greenwald, seorang kolumnis koran Guardian yang pertama kali berkomunikasi dengan Snowden, mengatakan kepada The Associated Press (14/07/2013) bahwa Snowden memiliki "ribuan dokumen" yang sensitif dan merupakan "blue print" yang menjelaskan bagaimana National Security Agency beroperasi.  Atas dasar ini Greenwald berpendapat bahwa apa yang dikatakan Snowden itu benar.

Lebih lanjut menurut Greenwald, jika dokumen-dokumen lain yang merinci program-program NSA terungkap mungkin tidak menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS, tetapi dapat berbahaya bagi pemerintah AS karena akan dipermalukan.

Jadi persoalannya adalah apakah ke sembilan perusahaan tersebut memberikan informasinya "saat diminta" atau dengan surat perintah ataukah dengan kesepakatan tertentu memberikan akses langsung ("pintu belakang") kepada NSA  sehingga NSA bebas mengakses server perusahaan kapan saja.

Kalau akses langsung memang benar dilakukan, maka ada kemungkin bahwa NSA tidak hanya memanfaatkannya untuk mencari target  yang disangka teroris, namun dapat juga dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti  memata-matai perusahaan asing dengan dalih untuk menjaga perekonomian dalam negeri AS atau asset mereka lainnya di luar negeri. Bila hal ini memang benar dilakukan, maka setiap negara  perlu menyadari bahwa negaranya benar-benar dibawah kontrol AS.  Wajar jika nantinya banyak negara mengecam AS.   Sikap yang sama tentunya perlu ditunjukan oleh pemerintah Indonesia.

Bila apa yang dibocorkan Snowden tersebut "tidak benar",  tentunya AS tidak akan memberikan reaksi yang berlebihan. Dalam kenyataannya, Menteri Luar Negeri AS John Kerry memperingatkan akan konsekuensi-konsekuensi bagi negara-negara yang membantu mantan analis Badan Intelijen AS, seperti diberitakan VOA (24/06/2013)

Menurut Kerry, Snowden telah membahayakan upaya menanggulangi terorisme.  "Ia telah membahayakan para individu. Dan banyak nyawa terancam di AS karena para teroris sekarang mengetahui sesuatu yang harus mereka hindari, yang tidak mereka ketahui sebelum (Snowden) melakukan hal ini," ujar Kerry.

Apa yang dikemukakan John Kerry ini tentunya dapat mengindikasikan bahwa apa yang dibeberkan Snowden adalah benar. Oleh sebab itu, sangatlah pantas bila banyak tokoh dan pemimpin negara berkomentar dan menjadi marah, seperti Nick Xenophon, senator independen Australia, Peter Schaar, Komisaris Federal untuk Perlindungan Data dan Kebebasan Informasi Jerman, Presiden Bolivia dan lainnya. Bahkan Tim Berners-Lee, penemu World Wide Web, menuduh pemerintah Barat berlatih kemunafikan, karena mereka melakukan kegiatan mata-mata di Internet sementara mereka mengkritik negara-negara lain untuk memata-matai lewat Internet. (rt.com 27/06/2013)

Di AS sendiri pada 11 juni 2013, FreedomWatch USA telah mengajukan Class action terhadap badan-badan pemerintah dan pejabat yang diyakini bertanggung jawab atas PRISM, dan 12 perusahaan (termasuk Apple , Microsoft , Google , Facebook , dan Skype).

Lalu bagaimana dengan sikap Indonesia? Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring  kepada Viva news (4/07/2013)  mengatakan bahwa  jika benar pemerintah AS melakukan penyadapan atas internet dunia termasuk dari pengguna Indonesia, maka pemerintah AS harus mengklarifikasi tuduhan yang dilancarkan Edward Snowden. Menurit  Tifatul  pemerintah Indonesia masih menunggu lebih jauh perkembangan kasus Snowden ini.

Hanya menunggu tidak tau sampai kapan. Mungkin hal ini juga akan dianggap biasa bagi mereka yang merasa dirinya tidak special, bukan orang penting, atau mungkin juga pasrah membiarkan privasinya diobok-obok, membiarkan haknya yang dijamin oleh undang-undang atau peraturan hukum lain tentang hak asasi manusia dianggap remeh oleh "sang adidanya".  Namun ketika persoalan ini membuka tabir berbagai permasalahan yang selama ini terjadi karena campur tangan asing, seharusnya semua orang perlu berpikir ulang bahwa persoalan ini bukanlah hal biasa. Pemerintah dimanapun seharusnya melindungi masyarakatnya dari bentuk kesewenang-wenangan negara lain. Minimal perlu mepertanyakan, melayangkan protes keras dan bila mana perlu mengancam.

Perlu diingat bahwa banyak negara terlibat dalam program PRISM, seperti dihimpun wikipedia dari berbagai sumber, antara lain Austria, Australia (dikenal dengan nama the Pine Gap surveillance), Kanada (yang terlibat Canada's national cryptologic agency), Jerman, Perancis, Israel (perusahaan yang terlibat adalah Verint Systems dan Narus.), Selandia Baru (dikenal dengan nama Five Eyes Alliance), Inggris (dikenal dengan nama Tempora). Sebagain dari negara-negara ini tentunya memiliki kepentingan juga dengan kondisi politik, keamanan bahkan ekonomi di Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Sebagai catatan saja,  pada Oktober tahun lalu, Christopher Fong, Wakil Presiden Bakrie Group kepada Reuters (11/10/2012) mengatakan bahwa jaringan telepon dan surat elektronik milik grup Bakrie telah diretas (termasuk Bumi Plc, Grup Borneo). Penyelidikan kemudian mengarah pada Nathaniel Rothschild, asal Inggris, yang berbuntut pada pemanggilan Nat Rothschild oleh Kepolisian RI soal kasus hacking data (JPNN, 21/02/2013).

Nathaniel Rothschild tehitung 15 Oktober 2012 menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Non-Eksekutif Bumi Plc. Pengunduran diri itu dilakukan sebagai bentuk protes atas sikap direksi Bumi Plc yang tengah mempertimbangkan proposal senilai Rp13,25 triliun dari Grup Bakrie untuk tukar guling saham. (metronews 15/02/2013)

Penyelidikan belum tuntas dan kelihatan simpang siur, perseteruan Rothschild dengan Bakrie serta adanya indikasi campur tangan hacker setidaknya menghiasi merosotnya saham-saham Bakrie.

Sederhananya, bukan dalam masalah politik atau atas dasar keamanan saja suatu sistem ditargetkan untuk "dijebol" atau "diintip" tetapi juga dalam masalah bisnis yang dapat mempengaruhi perekonomian satu negara. Jadi jangan lagi menganggap remeh persoalan sistem keamanan yang memanfaatkan internet.

Permasalahan NSA dengan PRISM-nya menjadi pelajaran berharga bagi siapapun tentang bagaimana menjaga privasinya khususnya bagi pejabat negara, pemerintah, militer, badan atau lembaga penting negara, dan tentunya bagi para pebisnis.

Entah sampai kapan masalah ini bergulir, mungkin akan berbuntut panjang dan berbelit-belit, semua pihak akan melakukan pembelaan diri, termasuk  tuan Whistleblower, Edward Snowden, melalui The Guardian London dan The Washington Post "juru bicaranya".

Hak bertanya dan menyatakan pendapat dan sikap bukanlah sesuatu yang memalukan dan menyalahi aturan selama memiliki alasan yang kuat. Jadi, kapan pemerintah mau menyurati dan menyatakan sikap secara terbuka kepada pihak-pihak tersebut? Menunggu? Sampai kapan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun