Mohon tunggu...
Nur Wijayanti
Nur Wijayanti Mohon Tunggu... -

Biarin cantik, yang penting ciptaan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Latah atau Semacam Plagiat?

7 Oktober 2011   16:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:13 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukan! Bukan fansnya Mpok Atik yang saya maksut. Yang saya maksut ya kita ini, masyarakat Indonesia. Dari dulu, kalau ada yang sedang in, mendadak semua orang memujanya. Contoh kecilnya, kemaren, waktu musim sepeda, semua orang berbondong - bondong bersepeda. Bahkan bike to work atau bike to school semakin gencar disosialisasikan. Okelah, anggap itu contoh baik. Nothing always come to good kan? *english malasyia. eleven twelve kan sama siti nurhaliza*

Ambil contoh buruk deh. K-POP! Oke, jujur saja saya mual, enek sama boyband girlband dadakan yang sangat* geje. Niatan bermusik mereka NOL! Baru keluar single pertama, 3bulan berikutnya itu itu aja yang dilipsingin di acara* musk di TV itu. Dance sana sini. itu itu aja gayanya. lipsing juga itu itu aja. Paling mentok juga recycle lagu orang kayak boyband cenat cenut itu. Come on guys! I know u can make somtehing better than yu did befo.

Lagi, ini sih the worst menurut saya. Pada tau maicih kan? Kripik setan! *iya, kalau makan maicih yang levl 10 teriaknya "SETAN!" gitu* Jadi kripik ini sekarang lagi in banget. Ga gaul katanya kalo ga nyemil maicih. Oke, dengan kefamousannya sebagai kripik pedas, banyak yang memanfaatkan dengan membuat kripik pedas juga. Nahloh. Ini masyarakat Indonesia yang latah apa emang plagiat yak? Ada yang namanya Bukan si Emak, Bang Jack, MangLada, dan masiiiih banyak lagi kripik* yang ikut menjamur. Tau yang paling parah apa? pemalsuan! Iya, benar* palsu! *Benar apa palsu sih?* Jadi, kripik maicih yang asli kan bungkusnya ada gambar nenek*nya menghadap ke kanan/kiri. Nah, kalau kripik maicih yang banyak beredar di Jogja itu gambar nenek*nya menghadap depan dengan desain yang terkesan amat sederhana. Kalau kata teman saya, itu katanya perusahaanya "kaka beradek" sama maicih yang ada di bandung. Ribet amat. Kakek neneknya dimana dong?

Oke, kembali ke topik. Saya sangat memahami sekali bagaimana kehomogenisme berkembang di Indonesia. Dengan beragam suku, budaya, yang katanya membuat Indonesia terkenal "berwarnawarni" ternyata tetap satu selera. Satu pilihan. Entah karena budaya latah atau memang SATU INDONESIA, SATU SELERA!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun