Jika peran orang tua sangat sentral dan urgen dalam pendidikan anak, lalu bagaimana dengan pengetahuan orang tua itu sendiri? sudah cukup dan mumpuni kah dalam mendidik anak?
lantas siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dan berperan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang ke-orang tua-an untuk orang tua itu sendiri?
Bukankah banyak kita temui calon orang tua (pasangan) yang menikah itu belum bahkan tidak memiliki bekal yang cukup untuk menjadi orang tua maupun untuk mengarungi bahtera rumah tangga mereka nanti.
Kemudian berapa banyak juga kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan orang tua kepada anak, kekerasan anak kepada orang tua, kasus-kasus pereceraian, kenakalan anak-anak yang sering kita jumpai?
Kalau didalami faktor terbesar penyebab masalah-masalah tadi adalah ada pada rumah. Bagaimana kondisi keluarga yang ada di rumah karena di sana tempat pondasi utama dan pertama pendidikan seorang anak. Untuk mendukung hal itu, pembaca dapat melakukan observasi ataupun penelitian sederhana untuk membedakan karakter dan sikap antara anak-anak yang mendapatkan kasih sayang yang utuh dari keluarganya dengan yang tidak.
Maka yang paling berperan dan bertanggung jawab seharusnya negara melalui pemerintahannya untuk memastikan orang tua maupun calon orang tua mendapatkan pemahaman dan pengetahuan tentang keluarga, ke-orangtua-an, pola asuh dsb. Ini juga merupakan masalah serius yang dampaknya panjang bagi generasi bangsa ini.
Selain negara, saya kira sekolah juga bisa berperan untuk berkontribusi mempersiapkan para calon orang tua yang memiliki bekal ilmu yang cukup dan berakhlak. Kenapa? Karena sekolah merupakan miniatur kehidupan masyarakat, bukankah salah satu fungsi sekolah adalah menyiapkan anak-anak untuk menjadi masyarakat yang berilmu pengetahuan dan berakhlakul mulia?
Peran yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan kurikulum yang menyentuh aspek persiapan anak-anak untuk menjadi orang tua kelak. Mulai dari kurikulum yang mengatur sedemikian rupa sehingga ilmu-ilmu tentang pola asuh dan pernikahan bisa masuk ke dalam layanan pendidikan. Bentuknya bisa berupa pembelajaran berbasis projek, mengadakan seminar rutin bisa per satu semester atau bahkan per tiga bulan. Selain itu, bisa juga materi-materi ini dimasukan ke dalam mata Pelajaran BK sehingga anak-anak akan mendapatkan ilmu itu maksimal satu pekan sekali.
Untuk pembelajaran berbasis projek bisa terintegrasi dengan beberapa mata pelajaran misalanya PKN, PAI, Matematika dan Bahasa Indonesia. Bentuknya bisa semacam mini riset dengan tema keluarga sehingga anak-anak akan mendapatkan informasi utuh bahwa sangat penting bekal ilmu yang cukup untuk menjadi sebuah keluarga yang harmonis sesuai dengan tuntunan agama.
Kemudian untuk seminar bisa mengundang orang yang ahli dalam hal ilmu parenting atau membahas tentang pra nikah. Bisa juga mengundang orang tua murid untuk berbagi kisah maupun tips dan trik tentang keluarganya. Apalagi jika bisa di insertkan ke dalam mata pelajaran BK, saya yakin dampaknya akan lebih terasa karena intensitas pertemuanya juga tinggi.