Dahulu kala, membaca berita adalah hal yang sangat menarik, baik itu membaca berita di koran, majalah, tabloid, ataupun berita pada leaflet/brosur. Begitu melihatnya, langsung membacanya, dan informasinya begitu sarat makna, seperti sampai ke dalam hati.Â
Apa yang disampaikan oleh penulis berita itu dan juga variatif informasinya.
Untuk mendapatkan berita tersebut kadang-kadang pewarta mendapatkannya dari lapangan dengan mempertaruhkan jiwa dan raganya. Keikhlasan dan kinerja para pewarta yang benar-benar tulus tanpa intervensi, atau tekanan berbagai kepentingan, sehingga tulisan menjadi tajam, menginformasikan apa realita yang akan disampaikan kepada masyarakat.
Sekarang ini, menemukan berita yang murni, ibarat menemukan emas di hutan rimba.Â
Membaca berita sepertinya sama saja dengan dan lainnya. Seperti kering kerontang. Kenapa demikian? banyak hal yang menyebabkan hal itu terjadi, apakah memang berita itu komitmen harus dimuat seperti apa yang di diktekan, alias di copy paste, ataukah dikembangkan sesuai dengan karakteristik dari media yang bersangkutan.
Sepertinya sekarang ini, berita-berita nyaris sama, apakah pengamatan penulis yang kurang tepat?, tetapi coba perhatikan saja. Pada satu wilayah tertentu kadang berita dari media yang satu dengan media lainnya nyaris sama, tahu copy paste, kadang judulnya yang diganti, kadang juga sama persis dengan berita rilis.Â
Entah mengapa, hati kosong melompong membaca berita seperti itu. Karena kalau berita resmi dibuat, tentu akan menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan sumber berita.
Terkenang, berita dan informasi inspiratif dalam majalah Anda, Majalah Intisari, termasuk majalah dan koran-koran lainnya yang berkualitas.
Ada beberapa media berkualitas yang masih bertahan dengan integritasnya. Kalau bagi penulis, berita yang sangat aktual dan faktual, no satu menunjuk pada Kompas. Semoga tetap seperti itu.