Akibat adanya peraturan larangan mudik lebaran dan diikuti dengan pemblokiran jalan daerah perbatasan minimal antar propinsi,maka terbentuklah penumpukan massa didaerah perbatasan tersebut.
Massa yang berjumlah banyak berdesakan menumpuk di daerah perbatasan yang diblokir oleh petugas, banyak yang tidak gunakan masker, kalau pakai masker sering dibuka karena pengap atau masker yang digunakan bukan masker standar.
Akibat selanjutnya potensi terjadinya penularan covid 19 dalam kerumunan massa yang berdesakan tersebut sangat besar.
Masyarakat bertahan tidak mau balik dan ngotot bertahan untuk bisa mudik lebaran dikampung halaman.
Akibat selanjutnya niat mulia pemerintah mencegah penyebaran covid 19 tidak tercapai justru yang terjadi adalah terbentuknya cluster Covid 19 baru akibat penumpukan massa di perbatasan.
Massa yang berdesakan dan menumpuk di perbatasan tersebut mencari lengahnya petugas dengan beragam cara mampu menembus blokade petugas, bisa lewat jalur tikus, bisa juga main paksa ditengah malam ketika petugas sudah capai sehingga tidak mampu membendung desakan massa.
Memang serba salah dan tidak bisa saling menyalahkan, apa yang bisa dilakukan dengan kejadian tersebut adalah sekedar berdoa semoga penularan covid 19 tidak seperti yang dibayangkan.
Artinya kalau toh terjadi penularan covid 19 akibat massa yang berdesakan tersebut, masyarakat tetap sehat, tidak perlu dirawat di RS, cukup isolasi mandiri bagi yang bergejala.
Entah bagaimana, prediksi para ahli terkait penyebaran covid 19 di Indonesia selalu meleset, korban yang jatuh cenderung lebih sedikit dari perkiraan, mayoritas yang positif covid 19 tetap saja tanpa gejala.