(Surat Cinta ke-73, buat anandaku Vareen )
Selamat jumpa lagi anandaku Vi, curhatmu terkait pertanyaan temanmu , kali ini ayah jawab. Salah seorang anak asuhmu, bertanya,"Mengapa Puisi dalam Lomba itu, Ditolak?
Iya, anandaku Vi, pertanyaan anak asuhamu itu, adalah  sebuah pertanyaan bagus. Ini berarti ananda harus berusaha menjawabnya, demi anak asuhmu itu. Dengan perbaikan gaya penyajian serta bahasanya itu misalnya,agar  ke depannya anak asuhmu itu lebih memahami kesalahannya.Â
Pokoknya, pencerahan anandaku Vi, harus dikupas tuntas demi mereka yang sudah jatuh cinta pada puisi.
OK, pertama dari segi penyajian, terkadang kita kurang perhatikan topik, tema, dan judul puisi, artinya meskipun mereka  menyusun puisi tapi mereka tidak bertolak dari topik, tema a[alagi kalau  judulnya, malah tidak komunikatif, pastilah ditolak.Â
Judul itu, ibarat kunci untuk membuka pintu rumah. Karena itu kata orang bijak, pilihlah judul yang menggambarkan isi, meski memanfaatkan simbol atau kata-kata yang makna kias.
Selain itu, boleh jadi judul puisi mereka  kurang menarik (kurang puitis, kurang kreatif) apalagi kalau terlalu panjang sehingga terkesan terlalu berat untuk dicermati dewan juri. Selanjutnya, kurang imajinatif, apalagi kalau tidak logis dan diksinya terlalu umum. Lagi , kalau penyajiannya tidak ada usaha memanfaatkan gaya bahasa, tipografi, repitisi, atau sarana puitik lainnya.
Intinya, sebuah karya berbentuk puisi, sekurang-kurangnya, judulnya harus menggambarkan isi, meski tersirat. lalu, penyajiannya, harus puitis, kreatif, inovatif dan tentu harus ada pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan-pesan itulah yang dicari penikmat agar dikonsumsikan  dalam kesehariannya.Â
Bahkan, boleh jadi tanpa melalui proses pengendapan, iya fakta riil di lapangan memang banyak penulis puisi menulis langsung jadi, tidak ada lagi proses pascapenulisan di mana di sana ada upaya pengeditan, pembpublikasian sederhana kepada teman sebelum dipublikasikan di media cetak atau elektronik.
Selain itu, terkait dengan pencitraan yang diptakan kurang mengandung makna asoiatif, terlalu luas, polos, seperti narasi biasa. Belum lagi kurang kreatif, kurang inspiratif, kurang inovatif , dan kalau pun ada, terasa klise. Karena itu, ketika intuisi kreatif itu hadir, sediakan detailnya sebaik mungkin sehingga alurnya tersusun rapi. Bagaimanapun sebuah puisi harus ada korespondensi antarkata, antarkalimat, dan antarbait, sehingga alurnya terjaga dengan baik.