Mohon tunggu...
Usamah RamadhanyPasha
Usamah RamadhanyPasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya 2020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Permasalahan Korupsi di Indonesia yang Tak Kunjung Usai

17 April 2021   03:10 Diperbarui: 17 April 2021   03:32 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus korupsi di Indonesia tentu masih menjadi sebuah permasalahan yang tidak ada habisnya dari tahun ke tahun, bahkan permasalahan korupsi di Indonesia saat ini bisa dikatakan lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. 

Berbagai macam kasus korupsi di Indonesia sejatinya sudah terjadi dari masa orde lama,orde baru, hingga saat ini di era reformasi. Bahkan, budaya korupsi ini sudah ada semejak jaman penjajahan seperti contonhya pada saat pembangunan jalan Anyer-Panarukan yang dinilai oleh sebagian besar rakyat Indonesia merupakan sebuah kerja paksa dari Herman Willem Daendels. 

Namun, kenyataannya berbalik 180 derajat ketika akun twitter dari @mazzini_gsp menceritakan bahwa sebenarnya para pekerja pembuatan jalan Anyar-Panarukan telah disediakan upah sendiri untuk mereka, namun Daendels memberikan upah tersebut kepada Bupati saat itu dengan harapan ketika jalan Anyar-Panarukan selesai, Bupati tersebut akan memberikan upah yang disediakan kepada para pekerja akan tetapi upah yang disediakan Daendels untuk para pekerja hingga saat ini belum tersampaikan. Oleh sebab itu, peristiwa tersebut lebih dikenal dengan nama kerja paksa dan bisa kita sadari juga bahwa memangb budaya korupsi di Indonesia ini bukan hanya terjadi pada saat krisis moneter saja, akan tetapi jauh sebelum itu budaya korupsi ternyata sudah dilakukan pada saat masa penjajahan sekalipun namun kebenarannya masih minim diketahui oleh orang-orang saat ini.

Seperti yang kita ketahui, kata korupsi awalnya bersumber dari bahasa latin corruptus yang memilkiki arti perubahan dari kondisi yang adil,baik, dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya.[1] Menurut hukum pidana sendiri, korupsi dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,menerima sogokan uang, dan lain sebagainya. 

Serta menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Korupsi memiliki arti yaitu suatu hal yang buruk dengan beraneka ragam atau dengan kata lain bervariasi menurut waktu dan tempat.[2] Dari berbagai macam pengertian tersebut, sudah jelas bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan yang tidak terpuji dan juga merupakan salah satu tindakan kriminal karena bisa merugikan banyak orang maupun negara. Melihat kasus korupsi pada saat ini, banyak para koruptor yang berasal dari kalangan pejabat khiususnya dari para anggota Legislatif. Mereka dengan mudahnya menyalahgunakan jabatannya sebagai wakil rakyat untuk melakukan korupsi yang seharusnya uang tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi. Selain itu, pemilihan anggota legislatif di jaman sekarang ini menurut saya jauh dari kata sempurna sebab ketika menjelang pemilihan, tentu para calon pejabat akan menggunakan senjata andalnanya yaitu menebar sebuah "janji manis" kepada masyarakat agar seolah-olah mereka percaya ketika calon tersebut terpilih, ia dapat menjamin dan menyampaikan segala aspirasi mereka kepada pemerintah namun fakta di lapangan sangat berbeda dengan ekspetasi masyarakat kepada para calon pejabat, justru masyarakat merasa dirugikan akibat kelakuan para pejabat saat ini banyak yang sibuk mengurus kepentingan mereka pribadi daripada kepentingan masyarakat di daerahnya. 

Dengan melihat kebiasaan pejabat yang seperti ini, bukan tidak mungkin jika korupsi akan menjadi sebuah kebiasaan baru di Indonesia atau bahkan ketika para calon pejabat terpilih di kursinya masing-masing, hal yang terlintas dipikirannya tentu saja "bagaimana cara melakukan korupsi dengan aman".

 

   Miris sekali rasanya jika melihat keadaan di jajaran Pemerintah Indonesia saat ini dipenuhi oleh kasus korupsi, bahkan hal ini dapat kita lihat langsung di internet dengan banyaknya headline berita tentang kasus korupsi maupun suap yang dilakukan oleh para pejabat. Budaya korupsi yang seperti ini tentu akan merusak moral Bangsa Indonesia yang seharusnya dipandang baik dan ramah oleh negara lain bisa saja Indonesia akan didampak sebagai negara yang licik, selain itu juga budaya korupsi ini dikhwatirkan akan menyerang moral di masyarakat karena ketika banyak terjadi kasus korupsi, nilai-nilai dan norma yang ada di masyarakat juga akan berubah seiring dengan kebiasaan masyarakat yang semakin buruk. Tak hanya itu, tindakan korupsi ini bisa menimbulkan ketamakan,sinisism, dan selfishness, hal ini disampaikan oleh Theobald.[3] Hal yang paling dikhawatirkan dari banyaknya kasus korupsi saat ini adalah rusaknya moral para generasi bangsa, karena bukan tidak mungkin mereka secara tidak sadar sudah terbiasa melakukan korupsi sejak kecil seperti contohnya berbohong tentang nominal uang spp jika dilihat dari lingkungan sekolah dan dapat dibayangkan jika generasi muda saja sudah menganggap korupsi sebagai sebuah kebiasaan, maka Indonesia harus sudah bersiap menerima kerusakan moral dan kemunduran akibat dari rusaknya pola pikir dari para generasi bangsa yang seharusnya mereka banggakan. Kerugian akibat korupsi ini tidak hanya berkaitan tentang para generasi bangsa saja, melainkan juga merugikan di sektor politik dan ekonomi bangsa. Jika dilihat dari sektor politik, kasus korupsi dapat menyebabkan pemerintahan dan pemimpin yang tidak diharapkan oleh masyarakat sehingga pemerintahan di Indonesia akan hancur dan tidak stabil. Hal ini karena masyarakat sudah dibuat kecewa oleh kinerja para pejabat yang dengan senang hati melakukan korupsi dan tidak peduli oleh keadaan rakyatnya, akibatnya pasti Rakyat Indonesia tidak mau mematuhi segala peraturan yang ada dan juga mereka tidak akan takut dengan otoritas pemerintahan. [4] selain itu, kasus korupsi juga menyebabkan kerugian di sektor perekonomian bangsa. Hal ini dapat dilihat dari proyek pembangunan yang dinilai lambat dan jauh dari waktu yang ditentukan, tentu didalamnya terdapat penggelapan uang. Selain itu, jika dalam pelaksaanaan proyek sudah banyak ditemui unsur korupsi, nantinya akan berdampak kepada berkurangnya para investor asing yang ingin menanamkan sahamnya ke Indonesia dan pasti mereka akan menginvestasikan dananya kepada negara yang memiliki tingkat korupsi kecil. Tak cukup sampai disitu, tindakan korupsi juga bisa menyebabkan kerugian di Birokrasi atau pelayanan publik. Birokrasi yang seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan adil tentu akan berbeda jika telah mengandung unsur-unsur korupsi didalamnya. Seperti halnya telah banyak kita temui para calo seperti calo dalam pembuatan KTP atau SIM. Mereka menawarkan cara yang dianggap instant dengan cara membayarkan sejumlah uang yang telah ditentukan dan dengan mudahnya kita hanya menunggu hasilnya saja. Dengan fenomena seperti itu, layanan publik dianggap tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya karena hanya orang yang dianggap mampu saja akan mendapatkan pelayanan yang baik sebab dianggap mampu menyuap atau memberi uang lebih.[5] Serta dengan kejadian tersebut, akan menimbulkan sebuah perbedaan di masyarakat karena mereka melakukan pelayanan dengan menilai tingkat kesejahteraan masyarakat bukan dengan pelayanan yang baik dan adil. Hal seperti ini dapat menimbulkan kekesalan masyarakat sehingga mereka akan menunjukan amarahnya dengan cara menjatuhkan birokrat secara paksa dan pasti akan menimbulkan kericuhan di daerah tersebut.

 

  Melihat kasus korupsi yang tak kunjung usai, Pemerintah dinilai harus menekankan hukuman yang berat kepada para koruptor agar tidak timbul bibit-bibit koruptor di masa yang akan datang. Selain itu, pemerintah juga harus menegakan sanksi dengan seadil-adilnya agar Negara Indonesia yang dipandang sebagai negara hukum tidak mendapatkan pandangan buruk dari negara lain dalam menindak para pelaku kejahatan. Menurut saya, hukuman bagi para koruptor di Indonesia masih cukup lemah, terlebih lagi hukuman di Indonesia dapat dibeli dengan uang. Seperti kasus Gayus Tambunan pada 2011 lalu, dimana ia melakukan kasus penyuapan dan korupsi tetapi mendapatkan fasilitas berbeda di lapas tempat ia di penjara. Ia dengan mudahnya memiliki kunci pribadi keluar masuk penjara sendiri karena lapas yang ia tempati dapat dibayar dengan uang, tepatnya di Lapas Sukamiskin. Selain itu ditempat yang sama, Agusrin Nadjamuddin yang merupakan eks Gubernur Bengkulu juga mendapatkan fasilitas yang berbeda disana, seperti contohnya tempat tidur,meja makan,kursi rotan, bahkan sejumlah uang untuk membayar napi lain agar mau memijitnya. Dari contoh kasus tersebut dapat dilihat bahwa hukuman di Indonesia masih tergolong lemah. Pemerintah masih tidak berani mengambil langkah yang lebih baik dalam mengurangi kasus korupsi di Indonesia. Padahal terdapat hukuman yang paling berat dilaksanakan yaitu hukuman mati, karena dengan hukuman seperti itu para koruptor yang sudah terlewat batas mencuri uang rakyat tentu tidak akan bisa mengulangi perbuatannya lagi jika memang telah dihukum mati. Selain itu, hukuman mati juga bisa memberikan sebuah stigma tersendiri kepada para calon pejabat agar tidak melakukan tindakan korupsi ketika sudah terpilih menduduki jabatan yang mereka inginkan. Namun, hukuman mati sendiri di Indonesia masih banyak menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa hukuman mati bisa melanggar HAM, karena seluruh manusia memiliki hak untuk hidup dan yang boleh mengambil kehidupannya adalah tuhan mereka masing-masing bukan manusia, tetapi ada juga yang pro akan hukuman mati agar kasus korupsi tidak menjadi budaya baru di Indonesia dan juga agar Indonesia bisa menjadi negara yang bersih dari kasus suap dan sebagainya agar para investor juga yakin untuk menginvestasikan dananya di Indonesia yang nantinya akan berdampak baik pada pertumbuhan ekonomi. Hal serupa juga didukung oleh Presiden Indonesia kita saat ini. Jokowi menyebutkan jika masyarakat berkehendak seperti itu, maka hukuman mati dapat diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai kasus pemidanaan dengan melalui mekanisme revisi Undang-Undnag di DPR. Beliau juga yakin jika keinginan masyarakat untuk hukuman mati di Indonesia sangat kuat, maka DPR akan mendengarkan aspirasi tersebut tetapi semuanya kembali ke komitmen sembilan fraksi di DPR.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun