Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perubahan adalah Keniscayaan: Belajar dari PT KAI, Nokia, dan Kodak

21 Mei 2025   21:02 Diperbarui: 22 Mei 2025   07:42 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi penumpang KA sebelum perbaikan manajemen / sumber: kumparan

Perubahan adalah hukum kehidupan. Mereka yang tidak mau berubah, cepat atau lambat akan ditinggalkan oleh zaman. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)

Ayat ini bukan sekadar peringatan spiritual, tapi juga prinsip dasar kepemimpinan, manajemen, dan pengembangan diri. Perubahan harus datang dari dalam --- dari kesadaran, kemauan, dan keberanian mengambil tindakan. Tanpa itu, kita hanya akan menjadi penonton di tengah dunia yang terus bergerak.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin. Itu artinya, stagnasi adalah kemunduran. Dan perubahan yang konsisten, betapapun kecilnya, adalah tanda kehidupan yang sehat dan tumbuh.

Change Management: Seni Mengubah Arah Kapal

Dalam dunia manajemen, perubahan tidak bisa terjadi secara mendadak dan tanpa arah. Dibutuhkan strategi, komunikasi, dan konsistensi. Inilah yang dikenal sebagai change management --- seni dan ilmu mengelola perubahan secara sistematis agar organisasi dapat beradaptasi dengan tantangan dan peluang baru.

Namun, tidak semua organisasi berhasil menerapkannya. Dua nama besar seperti Nokia dan Kodak adalah contoh nyata. Dahulu mereka adalah raksasa. Nokia menguasai pasar ponsel dunia, dan Kodak menjadi simbol fotografi global. Tapi saat dunia berubah --- saat kamera digital menggantikan film dan ponsel pintar menyalip ponsel konvensional --- mereka terlalu lambat merespons. Inovasi mereka datang terlambat. Ketika mereka ingin berubah, pasar sudah berubah lebih dulu.

Akhirnya, mereka tumbang. Bukan karena tidak punya sumber daya. Tapi karena tidak punya keberanian untuk berubah lebih cepat.

Baca juga: Hidup Bersama Buku

Toilet: Awal Revolusi PT KAI

Berbeda halnya dengan kisah transformasi PT Kereta Api Indonesia (KAI) di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan. Ketika ia ditunjuk sebagai Direktur Utama pada tahun 2009, kondisi PT KAI sangat memprihatinkan. Perusahaan terus merugi, pelayanan amburadul, kereta tak tepat waktu, stasiun kotor, dan kepercayaan publik runtuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun